Rere telah benar-benar terlindungi karena Ambar juga ikut membantu membentangkan kain sarung di samping Anita. Faris, Ramadi, Harun, dan Vano berusaha mengamati dari ambang pintu menuju ruang tengah. Mereka tidak bisa menahan diri seperti yang Rian lakukan, karena mereka sama sekali belum pernah menghadapi hal seperti itu sebelumnya.
"Kamu kok anteng sekali, Nak Rian? Tidak merasa penasaran seperti kami?" tanya Faris.Rian pun tersenyum ke arah Faris dan menggelengkan kepalanya.
"Aku juga sempat hampir jadi korban teluh satu minggu yang lalu, Om. Mereka semua, termasuk Putri Om, adalah orang-orang yang membantuku dan karyawanku lolos dari teluh itu. Aku bertemu Hani pada saat mereka datang ke kantorku untuk bekerja mematahkan teluh yang dikirim waktu itu. Jadi, aku jelas tidak merasa penasaran dengan cara mereka bekerja, karena aku sudah tahu," jawab Rian.
"Eh? Kamu juga hampir jadi korban teluh? Teluh yang seperti anak saya terima?" tanya Harun.
"Bukan, Om. Beda lagi. Teluh yang hampir menyerangku itu adalah teluh beling, bukan teluh kain kafan. Makhluk halus yang mendatangi kantorku dan membuat teror di kalangan karyawanku pun bukan pocong, tapi makhluk mengerikan yang tidak punya kulit. Makhluk itu berkeliaran dengan tubuhnya yang utuh terlihat hanya daging dan tulang saja. Aku akhirnya melihat makhluk itu saat dia terjebak dalam jebakan yang dibuat oleh Ziva dan Raja," jelas Rian.
Keempat pria yang sedang mendengarkan di hadapannya langsung meringis ngeri sambil menggeleng-gelengkan kepala masing-masing.
"Wah ... pekerjaan macam apa yang dijalani Putriku itu? Aku mendadak merinding sendiri sekarang," aku Faris.
"Jangankan anda, Pak Faris. Anda pikir saat ini saya tidak merinding setelah mendengar ekstrimnya pekerjaan yang Ziva jalani? Malah di dalam keluarga anda bukan hanya Ziva yang menjalani pekerjaan itu. Menantu, keponakan, serta Istri dari keponakan anda juga menjalaninya. Komplit, 'kan?" Ramadi menjabarkan fakta di depan Faris.
"Ya, anda benar. Komplit, Pak. Sangat komplit," balas Faris, terdengar sangat pasrah.
Ziva kini keluar dari balik sarung itu dan duduk berseberangan di lantai bersama Mika. Semua orang--kecuali Tari, Hani, dan Rian--kembali menatap ke arah ruang tamu.
"Ayo, Mik. Kita mulai," ajak Ziva.
"Oke," sahut Mika, tampak begitu tenang.
Santi--yang sedang menjaga lengan Rere agar selang infusnya tidak terlepas akibat melawan--menatap sekilas ke arah Ziva dan Mika. Kedua orang itu tampak sangat berkonsentrasi untuk menjalankan proses ruqyah terhadap Rere. Retno terus memeriksa suhu tubuh Rere, sekaligus akan membantu menahan tubuhnya seperti yang akan Mila lakukan.
"A'udzubillahi minas syaitanirrajim. Bismillahirrahmanirrahim. Bismillaahilladzhii laa yadhurru maa ismihi shaiun fil ardhi wa laa fissamaai wa huwassamii'ul 'alim. Allahumma inii a'udzubika min hamazaatisysyayaatiin wa a'uuzhu bika rabbi ayyahduruun. A'uudzu bi 'izzati Allahi wa qudratihi mimma ajidu wa uhaadhiru."
Ziva dan Mika pun meniup air dalam wadah stainless itu sebanyak tiga kali. Setelah itu, Ziva langsung mengambil handuk yang sudah ditenggelamkan di dalam wadah itu sejak tadi dan langsung memerasnya sebentar. Handuk itu kini tidak terlalu meneteskan air, namun juga tidak terlalu kering dari air. Mika terus berdzikir di tempatnya, begitu pula Hani dan Tari yang sedang menjaga benda berbentuk pocong di atas meja. Ziva kembali masuk ke dalam bentangan sarung, lalu mulai mendekatkan handuk basah itu ke arah rahang kanan Rere.
"Bismillahirrahmanirrahim," lirih Ziva, dan mulai mengusapkan air itu pada kulit Rere.
"ARRRRGGGGGGGGHHHHHH!!!"
Teriakan Rere yang begitu nyaring terdengar hingga keluar rumah. Raja dan Rasyid pun tahu bahwa proses ruqyah pertama itu sudah dimulai. Anita terus menangis sambil memegangi sarung yang ia bentangkan. Ambar berusaha membuatnya tenang, agar tetap bisa bertahan. Mila dan Retno benar-benar menahan tubuh Rere agar tidak terangkat dari sofa seperti yang sudah Ziva katakan tadi. Usapan pada kulit Rere bahkan belum berpindah ke bagian lain. Ziva baru menyekanya pada bagian rahang kanan dan kiri pada saat itu.
"Tahan, Re. Tahan, Sayang," Mila berbisik sambil menangis.
Retno juga menangis saat melihat keadaan Rere saat itu. Entah sejak kapan kedua matanya sudah basah tanpa ia sadari. Tatapan mata Santi terarah ke pojok ruang tamu itu. Sosok pocong mendadak muncul di sana dengan wajah yang begitu marah.
"Astaghfirullah! Mas! Itu ... di pojok sana!" seru Santi, kepada Mika.
Mika pun berbalik dengan cepat, namun dirinya jelas tidak bisa melihat apa-apa seperti yang Santi lihat.
"Apa yang Suster Santi lihat?" tanya Tari.
"Pocong. Seperti yang tadi ada di luar. Dia terlihat sangat marah," jawab Santi.
"Mas Rian! Berikan botol air pada Suster Santi!" perintah Ziva, dari balik bentangan kain sarung.
Rian pun segera memberikan botol air yang Ziva maksud ke tangan Santi.
"Siram airnya ke arah makhluk yang kamu lihat," ujar Rian, sudah tahu apa maksud Ziva.
"Hah? Aku? Ta--tapi ...."
"ARRRRGGGGGGGGHHHHHH!!!" suara teriakan Rere semakin menjadi
"Siram cepat, Suster. Atau pocong itu akan menyerang ke arah orang yang sedang melakukan ruqyah," pinta Hani.
Mika kembali berbalik dan meminta Santi untuk mendekat padanya. Santi pun bergegas mendekat pada Mika seperti yang diminta oleh pria itu.
"Biar aku yang siram. Tunjukkan saja pocongnya ada di mana karena aku enggak bisa lihat," ujar Mika.
"Di pojok, Mas. Eh ... dia maju!" seru Santi, mulai gemetar.
Mika pun segera menyiramkan air yang ada di tangannya ke arah pojok ruang tamu tersebut.
CTASSS!!!
Suara sesuatu yang terputus pun kembali terdengar di atas meja, membuat Hani dan Tari merasa kaget diwaktu yang sama. Teriakan Rere pun berhenti. Pocong yang dilihat oleh Santi telah lenyap, namun menyisakan bekas hangus di dinding pojok ruang tamu tersebut.
"Aduh, maaf Om Faris. Sepertinya tembok rumah Om harus diberi cat ulang," ujar Mika, tampak meringis ketika melihat bekas hangus itu.
"Abaikan saja, Mik. Fokus saja dengan hal yang harus kamu fokuskan saat ini untuk Rere," tanggap Faris.
Ziva pun keluar dari balik bentangan sarung dan menatap ke arah meja tempat benda berbentuk pocong tadi berada.
"Sudah putus satu benang lagi, Ziv," ujar Hani.
"Ya, tapi masih ada delapan belas benang lagi. Sabar. Aku bernafas dulu," tanggap Ziva.
"Tekanan di dalam sana terlalu kuat?" tanya Tari.
"Iya. Sangat kuat, sampai aku hampir kesulitan bernafas," jawab Ziva.
Tatapan Ziva kini terarah kepada Santi yang masih berdiri di dekat Mika.
"Suster Santi jangan khawatirkan soal infusnya. Kalau bisa, bantu saja kami untuk melihat di mana pocong lainnya akan muncul saat ruqyah itu aku lanjutkan," pinta Ziva.
"Yang penting aku bukan bagian siram-menyiramnya. Aku enggak berani," mohon Santi.
"Biar aku yang siram. Kamu arahkan aku saja tentang di mana tempat pocong kiriman itu muncul," Mika meyakinkan Santi dengan cepat.
"Satu pocong sudah kembali menghilang di luar sini," lapor Rasyid--melalui earbuds--yang baru saja diberi tahu oleh Raja.
"Ya, satu pocong yang hilang itu sudah dihanguskan oleh Mika di dalam sini," balas Tari.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TELUH KAIN KAFAN
Horror[COMPLETED] Seri Cerita TELUH Bagian 5 Ziva panik setengah mati saat Rere diserang dengan teluh oleh seseorang tepat di depan matanya. Ia dan yang lainnya berusaha keras untuk membuat Rere terlepas dari teluh itu. Keadaan yang kacau itu membuatnya...