Dilema

75 11 0
                                    

Hai teman-teman, aku kembali lagi gays.
Yu sebelum baca jan lupa vote and kalian harus ajak teman kalian buat baca cerita ini ya gays.

Okee, happy reading...


Suasana sekolah terlihat sepi. Mungkin karena semua siswa sedang berada di dalam kelas. Jadi tidak terlihat murid yang berlalu-lalang. Hanya ada beberapa guru yang sedang berjalan menuju tempat mengajarnya.

Najma menyusuri koridor kelas XI dan berakhir di ruang perpustakaan. Tempat tujuannya.

Matanya menyapu sekeliling mencari letak keberadaan buku Biologi yang dimaksud gurunya. Tangannya menyusuri setiap rak buku yang tersusun sesuai urutan abjad. Sampai berhenti di tumpukan buku yang dimaksud. Dengan lincah tangannya mengambil tumpukan buku itu dan menumpuknya ke atas meja yang tak jauh darinya.

"Butuh bantuan?" tiba-tiba ada suara berat yang mengagetkannya.

"Astaga naga!" Najma memekik karena terkejut.

"Kak Virgan, kenapa ngagetin sih?" ujar Najma kesal.

Tapi Virgan malah terkekeh. Tubuhnya ia sandarkan pada rak buku yang ada di sampingnya.

"Butuh bantuan?" tanyanya lagi.

"Gapapa gak usah."

Najma masih sibuk memindahkan tumpukan buku Biologi untuk dibawa ke kelasnya.

"Aku kira tadi Kak Anzel." ujar Najma yang membuat kening Virgan mengernyit.

"Kenapa?" tanyanya.

"Soalnya sekilas penampilan Kakak mirip sama Kak Anzel. Rambut gondrong, telinga ditindik sama itu baju seragam Kakak sering gak dikancingin. Emangnya gak masalah kalau anggota OSIS kayak gitu?" tanya Najma.

Virgan terkekeh mendengarnya.

"Gue dan Anzel itu seperti kupu-kupu monarch dan viceroy. Ini mekanisme mimikri mullerian dengan rambut gondrong dan anting hitam sebagai sinyal aposematik." jawab Virgan dengan lancar. Yang membuat Najma terbengong. Dia tidak begitu paham dengan apa yang dimaksud oleh Virgan.

"Haha intinya kak Virgan niruin gaya Kak Anzel." ujar Najma setelah sedikit mengerti.

"Iya sih. Tapi gue lebih keren,'kan?" tanya Virgan dengan menaik turunkan alisnya.

"Bukannya itu inferior komplek ya?" tanya Najma dalam hati.

‌Melihat Najma tak menanggapi candaannya Virgan jadi malu sendiri.

‌"Yakin gak butuh bantuan? Soalnya posisi gue juga lagi butuh bantuan." Virgan bertanya lagi. Menyembunyikan rona malunya.

"Ya gapapa, Kak Virgan aku duluan." pamit Najma sambil membawa setumpuk buku.

Najma berniat membawa sebagian dulu dan sebagiannya lagi dia akan ambil nanti. Tapi langkahnya terhenti saat terdengar suara langkah kaki dan suara yang memanggil namanya.

"Bukannya Kak Virgan juga tadi mau ambil buku." gumam Najma.

"Hei. Kenapa lo bawa sendiri. Itukan berat. Emang kelas lo gak ada cowoknya?"

Suaranya bukan suara Kak Virgan. Tapi suara,

"Kak Asa?" Najma sedikit kesusahan melihat orang yang ada di sampingnya karena tumpukan buku membatasi gerak kepalanya.

"Siapa yang nyuruh lo bawa buku sebanyak ini?" Anzel bertanya sambil mengambil alih tumpukan buku dari tangan Najma.

"Bu Nur,"

"Oh!"

Tanpa dijelaskan pun Anzel tahu siapa Bu Nur. Jadi dia tak bisa berkomentar lebih selain oh.

"Kak Asa tunggu di sini. Aku bawa yang masih di dalam," ujar Najma sambil melesat pergi kembali ke perpustakaan. Anzel terbengong di tempatnya. Dia kira Anzel asistennya apa?

Najma Sagara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang