Kini, Syara mulai memasuki kawasan orang-orang berkuasa, semua perwakilan dari perusahaan luar dan dalam kota juga berdatangan pada acara pembukaan peresmian perusahaan milik teman ayah Jay. Tamu pun bukan hanya dari para pembisnis, melain pejabat dan orang-orang tinggi juga menghadiri acara tersebut. Kehadiran mereka tentu membawa masing-masing keluarga dengan memakai pakaian yang begitu mewah berwarna hitam dan maroon serta mobil pun terparkir di mana-mana, bahkan keberadaan gadis itu seolah-olah hanyalah butiran debu.
Jantungnya berdegub sangat kencang, karena harus berhadapan dengan orang-orang asing dan dejarat lebih tinggi. Bahkan langkahnya pun masih ragu-ragu untuk masuk ke kawasan tersebut. Sampai akhirnya, ia mencoba memutuskan masuk ke dalam dengan percaya diri, walaupun gugup. Kini, para tamu yang masih ada di lapangan pun, tiba-tiba bersorotan mata ke arahnya, karena hanya Syara yang memakai gaun, tentu saja orang-orang teralihkan kepadanya.
Ditengah-tangah lapangan, Syara langsung menghubungi Jay dengan tangan bergemetar. "Jay, angkatlah ...." Ia mulai panik, karena laki-laki itu tak kunjung mengangkat panggilannya. Setelah terjeda beberapa detik, akhirnya Jay kembali menelpon. "Kamu di mana? Aku di lapangan. Ke sini, aku takut masuk sendirian, banyak orang," katanya.
"Iya, Ra. Aku ke sana. Kamu tunggu sebentar."
Panggilan tersebut langsung berakhir begitu saja. Sementara itu, diposisi Jay sendiri. Ia baru saja menyelesaikan tugasnya untuk membantu para tamu undangan agar segera duduk di tempat yang telah disediakan. Kini, laki-laki itu memutuskan menjemput Syara yang masih di lapangan. Matanya pun mulai mencari keberadaan Syara. Kini, paandangannya teralihkan pada gadis yang memakai gaun merah muda dengan mahkota di atas kepalanya serta sepatu high heels hitam dan memiliki hiasan pada wajah gadis itu membuatnya terlihat cantik dan elegan.
Jay mulai berjalan dengan langkah pendek sambil menghampiri gadis itu dengan tatapan yang masih sulit dipercaya, bahwa orang paling dia suka di dunia ini nampak begitu cantik di malam ini. Apalagi terlihat jelas bahwaahanya Syara yang berbeda dari lainnya, karena memakai gaun mencolok, seolah-olah ada cahaya sedang meneranginya.
"Syara?"
Mata Jay berbinar-binar melihat kecantikan gadis itu. Sedangkan Syara langsung menyadari bahwa ada yang sedang memanggilnya dari arah samping. Ia pun menatap Jay dengan napas sedikit lega. "Akhirnya, kamu datang juga. Aku gugup tahu nggak?"
"Ra ..., sumpah kamu cantik, sangat-sangat cantik."
Syara tersipu malu atas pujian itu. "Aku cantik juga berkat kamu, Jay. Seandainya nggak ada gaun ini, nggak dimake up in sama MUA, mungkin aku nggak secantik ini. Tapi, yaaa ... biarpun nggak pakai make up, aku tetap cantik," katanya dengan percaya diri.
"Tapi, cantik kamu kali ini benar-benar buat jantungku nggak aman, Ra."
Secara spontan laki-laki itu mengatakan perasaannya, sehingga ia sendiri pun terkejut atas apa yang diucapkan tadi. Akan tetapi, respon Syara justru tidak terjadi apa-apa, ia hanya tersenyum sambil menepuk bahu Jay karena malu. "Ah, bisa aja. Eh, gimana ini? Aku harus lewat mana?"
"Kita lewat belakang aja, sekalian ketemu sama papa dulu. Katanya mau ketemu."
Kemudian, keduanya pun mulai berjalan menelusuri orang-orang yang sedang menatap mereka sembari memasang mata untuk mencari keberadaan ayah Jay. Namun, disisi lain, Syara merasa ada banyak orang yang sedang berisik pelan, seolah-olah membicarakan mereka, hal tersebut tentu membuat Syara merasa tidak nyaman, risih dan takut akan ada kesalahan pada dirinya. Apalagi harus mengikuti gaya layaknya orang kaya, padahal kenyataannya dia hanyalah anak dari tukang bakso.
"Gila, cantik juga itu gadis. Mau aku jadikan pacar aja," ucap salah satu remaja.
"Kebanyakan gadis yang cantik belum tentu jomlo. Siapa tahu dia sudah ada pawang atau kemungkinan Jay sendiri pacar dari gadis itu. Kalau dilihat-lihat, mereka cocok, sayangnya kacamata Jay menjadi penghalang, karisma dia ketutup. Setuju nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembaran Sejarah
Teen Fiction"Adil ka talino Bacuramin ka basengat ka jubata. Arus, arus, arus." -Dayak *___* Kita kembali mengenang cerita tahun 2018. Setiap takdir punya alasan, kenapa hidup lebih mendapatkan penderitaan dari pada kebahagiaan? Hal itu terjadi karena terlalu b...