"Dengan ini, terduga pelaku dinyatakan bersalah, berdasarkan undang-undang yang berlaku, pelaku dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Dengan ini, persidangan dinyatakan selesai."
Suara ketukan palu menjadi tanda selesainya persidangan, dengan hasil yang menyatakan kalau terdakwa dinyatakan bersalah dan patut untuk mendapatkan hukuman.
Keluarga korban menangis bersyukur ketika mendengar putusan hakim, kuasa hukum dan pengacara juga tampak menerima hasil dari pengadilan yang berjalan selama tiga bulan karena banyaknya penyelidikan dan pihak yang terkait dengan pelaku.
"Tuan hakim, bagaimana hasil persidangan tertutup hari ini?"
"Pak, apakah hasil dari sidang ini adalah penjara seumur hidup atau hukuman mati?"
"Pak... ."
Pertanyaan beruntun yang memusingkan itu berlalu begitu saja setelah orang yang ditanya duduk nyaman dalam mobil.
"Huhh, begini rasanya jadi artis dalam tiga hari."
"Hahaha, apa layak seorang hakim persidangan dengan nama besar di lapangan pertandingan, malah melarikan diri seperti ini?"
"Diamlah Burgess, kalau tidak begini aku tidak akan bisa tidur."
"Baiklah Tuan Law, hakim yang terhormat."
"Kupukul kau."
Orang itu adalah Law Amentiu, seorang hakim muda yang tidak lagi muda, juga pria yang dikenal adil dalam dunia hukum. Nama dan wajahnya memang kurang disorot dalam layar kaca, tapi setiap persidangan yang melibatkannya akan selalu selesai dengan cepat dengan hasil yang sesuai. Sedang yang mengemudikan mobil adalah sahabat sekaligus teman sekolahnya dulu, yang sekarang bekerja sebagai sopir pribadinya, Burgess.
"Oh ya, apa agendamu hari ini?" Tanya Burgess setelah melewati kerumunan wartawan di depan gedung Mahkamah Agung, terlihat seseorang sedang sibuk mejawab sambil menghindari mereka.
"Seperti biasa, menonton berita hari ini, minum kopi, dan membaca buku. Yahh, apapun itu asal aku tak bertemu dengan wartawan yang mungkin akan menanyakan hasil persidangan tadi, Hm, sungguh rutinitas yang membosankan," jawab Law sambil menulis di buku catatan kecilnya.
"Bukan mungkin lagi, sudah pasti akan begitu. Tapi, apa kau tak kasihan dengan Tuan Abbey, sepertinya beliau kau paksa keluar dari pintu depan?"
"Abbey sudah kubayar di muka, alasanku sudah jelas, aku tidak mau berhadapan dengan kerumunan orang yang bisa saja memutar fakta dan berita."
"Kau tidak kuatir?"
" Untuk apa kuatir? Tidak mungkin dia berani memanipulasi fakta dengan cerita baru, sedangkan orang yang bersikap netral dan berpihak pada korban dan keluarganya masih ada di sana, apalagi ada Lioryn di sana, kau sendiri paham bagaimana Lioryn."
"Hahaha dasar, aku tahu kau sudah mempertimbangkan semuanya, tapi setidaknya bersikap sopanlah sedikit, mereka dan aku sudah mau punya cucu sedangkan kau sama sekali belum menikah," sindir Burgess.
Law tidak peduli dengan gurauan Burgess dan memilih diam sambil melihat ke luar jendela mobil, memperhatikan gedung-gedung yang dengan gagahnya berdiri di atas tanah yang sewaktu akan kering layaknya gurun pasir.
"Law, kudengar ada turnamen beladiri di Kaira, kau sudah tahu?" tanya Burgess.
"Hm? Sudah."
Burgess memperhatikan Law yang sejak kemarin hanya diam. biasanya Burgesslah yang memintanya untuk diam, tapi sekarang Law benar-benar diam sendiri tanpa sepatah katapun.
"Kau kenapa diam saja dari kemarin? Gigimu sakit?" tanya Burgess yang sudah lelah dengan sikap aneh Law.
"Aku sedang berpikir, karena aku adalah hakim, ada bagusnya kalau nama penaku adalah Lawaraajo," ujar Law dengan mata berbinar dalam ekspresi datarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OSIRIS: Missing Piece of Memory
ParanormalMimpi, jika bicara tentang mimpi, mungkin yang terlintas adalah hal yang mungkin terkesan sederhana, mustahil, dan hal yang terdengar remeh, atau mungkin hanya dianggap sebagai bunga tidur. Penglihatan, jika bicara tentang penglihatan, mungkin yang...