Annyeong, aku kembali.
Warning! Di part ini aku pake bawang.Happy reading...
Setelah dipersilahkan, dokter Azel berjalan ke arah putranya. Lalu duduk di samping Anzel dengan helaan nafas beratnya. Anzel pura-pura tenang padahal jantungnya sudah jedag-jedug tak karuan takut di suruh pindah sekolah. Ayahnya menatap Anzel sedikit lama, lalu kembali fokus mendengar celotehan dari walinya Ray.
"Pak biarkan mereka pulang. " dokter Azel meminta dengan tegas.
"Apa yang Ayah lakukan?" batin Anzel.
Anzel tidak bisa fokus mendengarkan suara yang di luar kepalanya. Fokusnya tersita oleh perkataan Ayahnya yang menyuruhnya pulang. Apa Ayah sangat marah sampai menyuruhku pulang? pikir Anzel.
"Asa, pulang aja. Di sini biar Ayah yang urus."
Anzel menatap Ayahnya. Dia tidak bisa menebak apa yang sedang Ayahnya pikirkan. Karena ekspresi Ayahnya yang selalu kaku seperti itu.
"Tapi Ayah ak-"
"Kita bicarakan ini nanti di rumah. Sekarang kamu pulang aja!" perintah dokter Azel tanpa melirik putranya sedikitpun.
"Ayo kita balik." ajak Ray sambil menarik kupluk jaketnya Anzel.
Anzel berdiri, "Lepas!"
"Oke." Ray melepaskan tangannya dari jaket Anzel.
Anzel membetulkan jaketnya yang sebelumnya sedikit berantakan karena di tarik Ray, lalu dia berjalan ke luar ruangan mendahului Ray.
Setelah keluar dari kantor polisi mereka bingung harus pulang naik apa? Mereka berdua gak ada yang membawa kendaraan. Motor Anzel yang masih di pegang Ayahnya dan motor Ray di tinggalkan di sekolah karena tadi mereka kesini naik mobil polisi.
Setelah bergeming cukup lama akhirnya mereka memutuskan untuk jalan kaki. Toh jarak antara kantor polisi dan sekolah tidak sampai satu kilometer. Jadi fine-fine aja menurut Ray, tapi Anzel berbeda pendapat dia berniat memesan ojek online lantaran kakinya yang masih sakit kalau berjalan dan bakal tambah parah kalau sekarang harus jalan kaki sampai sekolah.
"Asu!" Anzel baru teringat kalau ponselnya ia tinggalkan di tas di dalam kelas.
"Paan sih bikin jantungan aja." sewot Ray karena terkejut akibat umpatan Anzel yang cukup keras barusan.
"Emang lo gak jantungan?" tanya Anzel heran.
"Ya enggak lah." sergah Ray cepat.
"Lo zombie dong!?" ujar Anzel tanpa beban yang berhasil membuat kepalanya dapat geplakan dari Ray.
"Anj. Jangan sentuh gue!" sarkas Anzel. Dia sudah tidak bisa santai lagi karena Ray menyentuh kepalanya.
Ray mengangkat dua tangannya. "Sorry, sorry gue refleks."
Anzel mendengus, kemudian kembali menyeret kakinya. Kali ini dia terlalu lelah untuk sekedar berdebat dengan Ray. Pikirannya masih berputar-putar akan pertanyaan, apa yang akan Ayahnya bicarakan nanti di rumah.
"Lo pesen ojol lah. Kaki gue rempong kalau kudu jalan." ujar Ray seperti memberi saran.
"Hp gue ketinggalan,"
"Asu!" Ray mengumpat membuat orang di sekitar sana menatap ke arah mereka. "Gue juga gak bawa hp." lanjut Ray dengan suara lebih pelan.
"Terus yang tadi?" Anzel protes karena tadi waktu di kantor polisi dia melihat Ray ngeluarin ponsel dari sakunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Najma Sagara (END)
RandomKarena kekeliruan dalam mengenali presensi tubuh, Najma salah memeluk sembarang orang. Kesalahan itu menjadi alasan garis hidup Najma bersinggungan dengan Anzel, seorang badboy yang mengidap haphephobia. Banyak hal rumit terjadi setelah tragedi itu...