Asavella 🍁64

97.8K 6.9K 1.5K
                                    

“Mereka akan datang sebentar lagi. Kita harus mengakhiri ini. Aku lelah sekali apalagi, Asavella.”

“Kita akan berakhir. Bersabarlah.”

Bola mata mereka saling bertatap ragu. Meyakinkan diri  jika mereka bisa menghentikan semuanya. Bagaimanapun itu caranya.

Di sisi lain, sosok laki-laki dengan masker hitam yang dikawal satu polisi datang terlebih dahulu pada kediaman Keluarga Gerald Permana daripada orang yang mereka tunggu sedari tadi.

Dua laki-laki di sana, memastikan siapa laki-laki bermasker tersebut. Sementara tiga perempuan menatap cemas sembari bergandeng tangan—menguatkan diri mereka. Salah satu dari ketiga gadis itu memendarkan genggamannya. Tatapan yang tidak percaya membuat ia membekap birainya. Merajut dua langkah dengan mata berbinar. Senyumannya terbit dengan luas dihiasi air mata di mana tidak bisa ia pendam lagi.

Langkah sosok Bagus dan Dodit terpaku pada titik pagar yang mereka buka dengan tangan gemetar. Mereka juga sempat saling bertatapan.

Larian kecil dengan rindu yang dibawanya berhasil menabrak kasar—mendekap penuh erat secara tiba-tiba yang diberi oleh Mutiara kepada sosok laki-laki di mana ia sangat rindukan.

Tidak hanya Mutiara. Bagus juga. Laki-laki tersebut sempat beberapa kali menghapus air matanya dengan kasar. Andaikata ini sebuah mimpi, mungkin sosok Bagus tidak ingin bangun lagi dari bunga tidurnya yang lebih indah di kala bertemu sepupunya.

Laki-laki tersebut melangkah kaki dengan cepat dan merangkul erat tubuh laki-laki tersebut bersama Mutiara.

Sementara Keci menatap penuh rindu sosok laki-laki bermata elang tersebut yang terkejut diam karena dekapan dua sahabatnya. Keci memendarkan genggamannya pada Jysa dan mulai berlari penuh rindu tanpa ragu juga menabrak—mendekap laki-laki itu dengan isak tangis paling keras.

Isakan ketiga remaja yang memberi dekapan terdengar lepas dan keras. Seakan kekuatannya kembali. Keputus asaannya sebelum menguasai tempurung mereka kini hilang ketika hadirnya sosok Tio Mahardika.

Dodit tersenyum tipis manakala tengah menahan bulir air mata dengan bahagia. Ketika persahabatan dari mereka terasa seakan kembali utuh walaupun salah satunya sudah gugur. Di sisi lain, Jysa terdiam. Tangan kanan terlipat pada bawah dada dan tangan kirinya menopang dagu.

Ini kali pertama sosok dirinya melihat persahabatan yang begitu kuat. Sebesar apapun kesalahan dari mereka masing-masing tidak menutupi untuk pecahnya pertemanan hingga menjadikan asing kembali. Tidak ada kebencian di masa lalu seolah hilang tak menjadi penghancur untuk kedua kali.

“Kita akan menyelesaikan ini. Kita akan berhasil. Gue di sini,” monolog Tio Mahardika seraya menepuk secara bergantian punggung para sahabatnya.

“Harta juga,” lanjut Tio sembari mengusap puncak kepala Mutiara dan mendapatkan anggukan cepat dari gadis tersebut.

Tio memejam. Menahan air mata dan sesak untuk tidak menangis di hadapan ketiga sahabatnya yang tengah beradu air mata lelah dan pasrah.

Ini yang lo minta kan, Ta? Gue kembali. Gue gabisa nangis di depan mereka. Gue hanya bisa nangis di depan lo.  Lantas? Lo kapan juga kembali buat kasih pelukan ke gue, Harta? Penguat dan Penengah tempurung gue?

Sekarang mereka memendarkan dekapan dari Tio Mardika. Memberikan ruang laki-laki tersebut untuk menggerakkan tangan menghapus satu persatu air mata dari mereka. Kali ini, tangan Tio menghapus air mata sepupunya seraya memberi tatapan senang.

“Harta bangga sama, lo, udah bisa jaga Asavella dan Mutiara,” lirih Tio yang justru mendapatkan gelengan dan bagaimana Bagus menggigit bibirnya.

“Lo kalo nangis, gue buat mati di sini. Gausah nangis, panglima Asavella gaboleh nangis, hapus air mata lo atau nyawa Asavella yang hilang malam ini tak kembali,” tegas Tio yang memberi dekapan pada sepupunya dan tepukan punggung dua kali.

ASAVELLA [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang