5. Rumah Tangga

202 22 27
                                    

Selamat pagi semua, maafkan aku ya yang telat update huhuhu 〒_〒

Baiklahlah aku gak mau banyak cakap mending langsung aja.

HAPPY READING
\(○^ω^○)/

______________________________________

     Aruna dan Baim telah sampai di rumah mereka di Pavilium satu sedangkan Delina ke Pavilium tiga. Aruna mengucapkan salam dengan suara samar sedangkan Baim sendiri langsung masuk begitu saja dengan wajah cemberut. Bocah  laki-laki itu langsung menerjang bunda saat bunda menghampiri. Baim memeluknya dan menunjukkan wajah memelas.

''Bunda, kenapa suruh kakak jemput Baim? Baim kan udah bilang gak mau  dijemput kakak.''

Arum tersenyum tulus sambil mengelus puncuk kepala putra bungsunya yang mendongak kearahnya. ''Maafin bunda iya, tadi bunda ada urusan di kafe. Besok gak lagi deh, iya?''

''Bener ya bunda, janji?'' Baim melepas pelukkannya dan mengacungkan jari kelingking yang langsung dibalas oleh Arum dengan mengaitkan jari keingkingnya pula.

Setelahnya Baim masuk ke kamar namun, sebelum itu dia menoleh pada Aruna yang masih berdiri di belakangnya lalu menjulurkan lidahnya. Dasar anak itu memang nakal dan keterlaluan. Dia masih belum menerima kalau memiliki kakak yang cacat. Bahkan ia iri dengan Delina yang memiliki kakak yang sempurna.

Selanjutnya Arum menghampiri Aruna dan memeluknya. Kasih sayangya terhadap kedua anaknya tentu saja tidak berbeda. Keduanya merupakan anugerah terindah bagi Arum. Sebenarnya dia merasa sedih dengan hubungan kedua anaknya. Arum tak tahu harus bagaimana caranya agar Baim mau menerima kehadiran sang kakak? Alhasil sementara ini ia hanya menuruti kemauan putra bungsunya agar bocah laki-laki itu tidak marah. Sementara kepada Aruna karena putrinya telah dewasa pastilah ia dapat mengerti.

''Maafin bunda ya, sayang.  Maafkan adik kamu juga,''  kata Arum dilengkapi bahasa isyarat tatkala melepas pelukkannya pada Aruna dan dianggukan oleh putrinya.  Untung saja ia putrinya bisa mengerti.

Sementara itu di kediaman Emil, di Pavilium tiga ada Kharisma yang baru saja pulang sekolah dan sedang menikmati game online-nya di ruang tv setelah berganti baju. Tangannya begitu lincah menekan tombol-tombol yang ada di sana. Netranya pun tak lepas darinya. Cowok kalem itu sangat menggemari game online. Tak jarang ia juga bertanding dengan adiknya yang tomboy bahkan juga kadang dengan Baim jika ketiganya kumpul bersama.

''Isma,'' begitu panggilan keluarga untuknya. Kali ini mama memanggil dan menghampirinya.

''Kamu udah makan?'' tanya mama yang mengambil tempat duduk di sampingnya sambil mengelus puncuk kepala putra sulungnya.

''Belum,'' jawab Kharisma tanpa menoleh. Kalau di hadapannya ada game online pastilah fokusnya hanya ke sana saja.

''Mama suapin iya?'' tawar Jesika dengan lembut. Sudah menjadi kebiasaanya menyuapi putra sulungnya ini makan tatkala ia sedang fokus bermain game. Karena anak itu juga selalu lupa makan jika sudah disibukkan dengan game online, ah~ bukan game online saja namun, kesibukan-kesibukan lainnya juga seperti belajar. Jangan salah, meski dia hobi bermain game dan basket Kharisma termasuk anak yang berprestasi di sekolah bahkan menjadi murid kesayangan para guru.

     Cowok yang memiliki wajah berukuran kecil itu mengangguk dan sebentar kemudian Jesika kembali dengan sepiring nasi dan segelas air putih. Ia lalu duduk di samping Kharisma dan menyuapinya makan seperti anak burung yang disuapi induknya.

''Bagaimana persiapan turnamen kamu, Isma?'' tanya Jesika.

''Bagus Ma, semuanya berjalan lancar tinggal menunggu siapa saja yang akan diseleksi buat mengikuti turnamen itu.''

[3] Diary Aruna: Mentadabburi cinta ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang