dua puluh tiga

7.3K 378 10
                                    

Happy 🕊️ Reading








Setelah ucapan Keynan kemarin, Daman dan Mia ikut nyeletuk yang sialnya membuat Rio semakin overthinking.

Mundur ajalah, lo udah buat kesalahan fatal. Kalau gue jadi Sila juga nggak bakalan mau nerima lo balik, kata Daman.

Mia dengan watadosnya ikut menimpali, awalnya gue kira Sila masih suka sama lo, tapi makin kesini gue yakin kalau Sila udah buka hati buat Brandon. Sebelum lo makin sakit, ngalah aja. Biarin Sila bahagia.



Biarin Sila bahagia.


Sial, penuturan itu terus menghantui pikiran Rio. Apa Brandon bisa membuat Sila bahagia lebih dari dirinya? Ah, tentu saja. Terbukti dengan senyum Sila yang selalu terbit jika disamping Brandon. Berbeda jika bersama Rio, raut wajah Sila selalu datar dan cuek.

Dengan nekat, Rio mengemudikan mobilnya ke apartemen Sila, persetan dengan jam yang sudah menunjukkan pukul dua belas malam.

Tidak ada kata menyerah untuk Rio.




Ya, setidaknya untuk saat ini.




Meskipun tiga sepupunya  menyarankan Rio untuk mundur, namun lelaki itu tetap memilih memperjuangkan cintanya. Walaupun kemungkinan berhasil hanya sepuluh persen.

Setelah menunggu setengah jam, barulah pintu apartemen Sila terbuka.

Bibir Rio terkulum melihat wajah Sila yang sembab, "baru bangun ya?"

"MENURUT LO?!" Sila ngegas, "GUE BARU AJA TIDUR!"

Rio menggaruk tengkuknya sembari terkekeh kecil, "maaf, Sil. Masuk boleh?"

"Nggak! Pulang sana!" Sila menutup pintu namun berhasil di tahan oleh Rio dengan sebagian badannya.

"Bentar aja, Sil. Galak banget," kan, Rio bilang juga apa. Perlakuan Sila ke Rio sama ke Brandon itu beda jauh.

Sila berdecak, "pulang nggak?!"

"Nggak."

"Bodo. Gue tutup nih biar lo kejepit sekalian," ancam Sila.

"Emang tega?"

"Tega! Nih," Sila sedikit merapatkan pintu membuat Rio merintih kesakitan. Sebenarnya nggak sakit karena Sila tidak menekan kuat pintunya, cuma akting aja biar Sila kasihan.

"Aduuh, aduh Sil, aduuh. Sakit banget Sil, sakit." Rio memegang pundaknya dramatis.

"Salah sendiri nantang. Udah sana balik! Ganggu orang tidur."

Rio masih merintih kesakitan, "aduh sakit banget." Sebelah matanya mengintip Sila yang ternyata belum iba dan malah menutup pintu. Rio terpaksa duduk di bawah sambil terus merintih.

"Ya ampun sakit banget, patah tulang kayaknya." Rio hiperbolis.

Sila yang hendak mengunci pintu jadi kasihan dengan nasib si duda itu. Otaknya menyuruh Sila untuk melanjutkan tidur, namun hatinya bertentangan. Munafik jika Sila tidak memikirkan nasib tangan Rio.

Sila maju dua langkah menuju kamar, namun kembali lagi dua langkah menuju pintu. Begitu terus sampai akhirnya Sila bingung sendiri.

"Ngerepotin orang aja, anjir!" Gumam Sila  sembari membuka pintu dengan kasar, "ngapain lo masih disini? Mulung?"

"Sakit, Sil." Lirih Rio.

Bisa nggak gausah pasang muka melas gitu? Kan Sila jadi ga tega.

"Gitu doang aja ngeluh, malu sama otot lo yang gede," cibir Sila lalu membuka pintu lebih lebar, "cepet masuk. Satu.. dua.."

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang