Salwa balik menggenggam tangan Gus Ghaazi. "Gus, harus tetap sadar, ya. Ambulannya bentar lagi nyampe sini."

Mengamati raut wajah istrinya, nampak sekali kecemasan membayang di sana. Namun kali ini ketakutan itu muncul karena tidak ingin kehilangam dirinya. Jika Allah berkehendak lain, ia sudah ikhlas.

Istrinya memang baru saja mengetahui pernikahan mereka, dalam hatinya ada perasaan untuk dirinya. Meski mungkin belum sebesar cinta, tapi perasaan takut kehilangan itu sudah cukup membuatnya bahagia.

"Salwa akan menerima semuanya. Salwa ... siap ... jadi istri yang baik buat Gus!"

Tangis kembali membasahi pipi Salwa. Tak terhitung berapa liter air yang tumpah dari kedua netranya. Salwa hanya tidak sanggup ... untuk kehilangan lagi.

Salwa melupakan rasa kecewanya tadi, ternyata rasa itu masih kalah dari sakitnya kehilangan. Terlebih di tinggalkan untuk selamanya.

Entah kenapa Salwa merasakan sesak luar biasa. Seolah ia pernah mengalami kejadian serupa. Kehilangan tanpa ucapan perpisahan.

"Jangan nangis terus ..., mata kamu udah mirip panda."

"Nggak lucu, Gus!" pekik Salwa yang tidak suka ketakutannya di anggap bercandaan semata.

"Iya, iya."

Menanti dalam hening, Gus Ghaazi menatap lekat wajah istrinya. Memuaskan diri sebelum nanti tak bisa melakukannya lagi.

"Kalau saya pergi, kamu jaga diri baik-baik, ya."

"Nggak boleh!" Salwa mengeratkan genggaman tangan mereka.

Suara ambulans menggema memecang ketegangan itu, perhatian Salwa teralihkan. Detik terakhir sebelum kegelapan menguasainya, Gus Ghaazi mengusap pipi Salwa.

"Ana uhibbuki fillah, zawjatii."

=_=_=

Salwa yang ingin menemani Gus Ghaazi masuk ke dalam UGD di cegah perawat.

"Maaf, Adek nggak boleh masuk. Biarkan kami menangani pasien dengan baik di dalam. Silakan Adek tunggu di sana," ujar suster itu kemudian menutup pintu UGD.

Salwa terduduk di kursi tunggu sambil menggigiti kuku, cemas.

Berdoa, serahkan semuanya pada Allah. Hanya Dia sebaik-baiknya tempat bersandar.

Salwa bangkit saat teringat nasehat Gus Ghaazi menuju mushola rumah sakit. Salwa akan meminta pengampunan sekaligus keselamatan untuk Gus Ghaazi.

Seusai sholat Salwa menghentikan seorang suster, memintanya berbicara pada keluarga Gus Ghaazi karena ia tidak sanggup melakukannya. Terlebih mengingat respon Ummi Shafiyah setelah mengetahui kebenaran hubungan mereka tadi.

Kemudian Salwa melanjutkan doanya. Meminta kelancaran untuk operasi Gus Ghaazi.

Ummi Shafiyah dan Kyai Ghaffar tergopoh memasuki rumah sakit. Mendengar kabar anaknya masuk rumah sakit, membuat keduanya syok.

Setelah menanyakan letak UGD pada suster di resepsionsi keduanya bergegas ke sana. Ummi Shafiyah tak hentinya menangis, Kyai Ghaffar mengusap bahu istrinya berharap mampu menenangkannya.

Sepanjang langkah, kilasan kejadian tadi siang memenuhi benaknya.

"Apa kamu tidak memikirkan perasaan Ning Zawna saat mengambil keputusan ini?"

Ummi Shafiyah beranjak bangkit, menatap putranya tak percaya. "Beberapa kali Ummi memergoki kamu berduan dengan Salwa, Ummi tetap diam. Namun malam di mana Ummi meminta Salwa membantu Ummi masak, Ummi semakin yakin jika hubungan kalian sudah terlalu jauh."

GuS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang