“Hai.”
Sapaan begitu lembut dari laki-laki di loby ujung sekolah kepada sosok gadis yang melihat sekitar di mana ada garis polisi.
Asavella masih menelisik toilet yang membekapnya dengan muntahan makanan. Bagaimana sosok perempuan yang menjadi pelaku dari pembullyan kini harus berstatus menjadi korban bunuh diri.
Tapi … apa bunuh diri bisa disebut korban? Bukankah dia pelaku yang membunuh dirinya sendiri tanpa rasa dosa akan menimbulkan duka?
“Polisi melarang orang lain masuk kawasan ini, gadis cantik.” ungkap laki-laki itu kembali. Mana kala sosok seorang Asavella tidak menggubris. Ia tetap melihat bagaimana pintu toilet terbuka. Bercak darah segar bahkan masih ada di sana.
Asavella melipat kedua tangannya di depan dada dan kemudian bergumam sendiri tentang hal yang seperti ini kenapa harus terjadi kembali? Kematian itu datang kembali.
“Bukankah semua orang akan kembali pada Penciptanya dengan bekal dosa yang ia perbuat di dunia?”
Suara dingin itu bersamaan dengan rajutan langkah yang terdengar kini telah bersampingan dengan gadis yang meratapi penuh lamunan toilet tersebut.
“Mereka akan kembali dengan mempertanggung jawab perbuatannya di dunia yang sudah tua dengan seribu drama untuk bertahan semasa hidupnya.” Laki-laki tersebut menatap sosok gadis yang di sampingnya tersebut. Barangkali ada respon kecil mungkin ia senang. Naasnya, gadis pemilik luka tersebut tidak berminat di perbincangan yang dihidupkan oleh Saka Biru Pratama.
“Sekali lagi kamu mengabaikan ku,” ucap laki-laki tersebut sembari terkekeh remeh.
“Gini ya ternyata, maksain komunikasi sama seseorang yang enggak ada sama sekali perasaan lebih sama kita.” Saka tersenyum tipis seraya memainkan jemarinya. Dan kemudian ia menyambung dialognya. “Selain terasa sakit. Itu menguras energi banyak banget. Capek tau cari topik, sedangkan kamu sibuk dengan duniamu.”
"Dan parahnya lagi, aku pikir, aku adalah rumah satu-satunya. Tapi ternyata aku salah satunya."
Asavella menoleh ke samping. Bagaimana sosok Saka Biru Pratama terlihat tenang di sebelahnya. Tapi tatapan sendu adalah sebuah bentuk ekspresi ketidaksukaannya dengan sekitaran yang Asavella abaikan.
“Nona bolehkah sosok laki-laki asing ini berbicara denganmu? Berbincang singkat atau hanya tukar cerita tentang hari ini.”
Asa menutup mata rapat. Bukannya tidak suka dengan situasi ini atau menolak pembicaraan antaranya dengan sosok Saka. Tapi kalimat dengan bahasa ‘Nona dan Tuan’ akan mengembalikan ingatannya kepada Brian Claudius yang sering berbicara seperti itu.
Asa membalik tubuh—melangkah menjauh pergi dari lokasi kematian Nada—meninggalkan sosok laki-laki yang ingin sekali berbicara dengannya.
Manakala Saka tidak mengejar Asavella itu adalah hal mustahil. Laki-laki tersebut mengikuti Asavella layaknya penguntit. Tiap derap langkah mereka beriringan dan kini berujung saling terlihat kejar mengejar dengan langkah cepat.
“Berhenti ikuti gue, Saka!”
Merasa lelah sampai muak, gadis itu menghentikan langkah dan menunjuk Saka penuh emosi. Asavella memperingati dengan penuh bentakan dimana terarah kepada laki-laki yang hanya ingin waktu sang gadis.
Laki-laki terdiam. “Tentu. Aku akan berhenti mengejar mu. Tapi bagaimana dengan perasaan ku yang mulai jatuh cinta denganmu?”
“Buang, Saka! Buang! Buang jauh-jauh!” bentak Asa dengan menunjuk Saka berkali-kali.
Senyuman paksa terbit dari birai saka dikala mendengar jawaban dengan nada bentakan dari gadis bernama Asavella. “Andaikata semudah itu, aku enggak akan jatuh cinta pada sama kamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
ASAVELLA [TERBIT] ✓
Teen FictionAku terlalu bahagia mengisi hari-harinya. Sampai aku lupa, bukan aku pengisi hatinya. ••••• Cover by pinterest Start : 8 Januari 2022 Finish: 28 Oktober 2023