Karena Adis tak suka tidur dalam suasana yang gelap sedangkan aku tak bisa tidur jika lampu menyala. Jalan tengahnya pintu kamar kami biarkan terbuka jadi masih ada cahaya untuk Adis dan tak terlalu silau. Aku sudah hampir terlelap, namun bisikan lirih mencegahku.
"Mas, amben-nya berisik ya?"
"Iya ... Gak apa-apa." Aku yang sudah letih pun bicara tanpa berniat membuka mata. Lelah!
Memang sedikit saja kami bergerak, suara 'krit-krit' langsung bernyanyi. Apalagi suasana di rumah ini benar-benar senyap.
"Mas?"
"Hm."
"Udah tidur?"
"Belum, kenapa?"
"Kerjaan Mas di sini apa?"
"Belum tahu tapi sewaktu tanda tangan kontrak katanya jadi pengawas gitu."
"Pengawas tebu?"
"Belum tahu."
"Mas ngantuk ya?" Suaranya semakin lirih dan menjauh.
"Iya."
"Mas ...." Bisiknya lagi.
"Apa Dis?"
"... Mas?" Semakin lirih.
"Iya?"
"... Mas ...." Semakin menjauh.
"Iya!"
"MAS ANDRA!"
Dia berteriak sekencang mungkin tepat di depan wajahku. Terang saja aku tersentak dan hendak menegur Adis, namun detik itu juga aku mengurungkannya. Dia sudah mendengkur. Lalu siapa yang mengajakku bicara?
Aku melihat ke arah pintu yang terbuka. Semakin lama suasana jadi tak nyaman, seolah ada yang mengintipku dari sana. Aku segera menutupnya dan kembali berbaring. Tak lama kantukku datang.
Sedetik lagi aku terlelap namun lagi-lagi aku terjaga karena derap langkah kaki seseorang. Dahiku mengernyit dan memperhatikan dari bawah pintu, bayangan seseorang hilir mudik sepanjang lorong. Maling?
Aku bangun setenang mungkin tapi memang dasar ranjang tua, suara berdenyit membuat bayangan itu berhenti tepat di depan pintu. Sepertinya ia menyadari bahwa aku sudah terbangun. Sambil berjingkat-jingat aku mendekat, bayangan itu masih berdiri di sana.
Baru saja beberapa jam di rumah ini, masa sudah di satroni maling? Aku 'kan belum gajian.
Dia masih berdiri di depan pintu, secepat kilat aku membukanya dan kosong! Benar-benar tak ada siapapun. Padahal aku yakin sekali dia masih berdiri di sana. Lalu siapa? Kampretlah! Aku yang kesal kembali menutup pintu dan tertidur hingga pagi menejelang.
"Adis, Mamas berangkat ya?"
"Ho'oh, Mamas mengko balek'e jam piro?" Adis mencium punggung tanganku. Aku terdiam cukup lama, mencoba memahami ucapan Adis. Oh!
"Belum tahu, Adis di rumah saja ya? Nonton TV atau putar lagu Ratih Purwasih, Mamas sudah siapin tinggal pencet, bisa kan?"
"Iyo iso lah, ndak usah khawatir. Mamas ati-ati ngeh, Alon-alon asal kelakon."
Aku mengangguk dan mencium keningnya mirip adegan sinetron. Wanita berdaster itu berdiri di depan pintu, melepasku yang berangkat kerja. Sebenarnya aku sedikit cemas menduga, kira-kira Adis berani tidak ya? Apalagi semalam ... Ah sudah! gak usah mikir aneh-aneh, aku hanya lelah.
Aku berjalan mantap ke pinggir jalan, Mas Bambang sudah datang menjemputku dengan mobil semalam. "Monggo Pak." Pria Jawa yang sedikit lebih tua dariku itu sudah siap di balik kemudinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TEBU MANTEN (SELESAI)
HorrorODOC WINNER SUJU XIII 2023 Warning : Gore and Explicit Content Tahun 1996, PT. Segoro Legi (PT.SL) sebuah perusahaan di pedalaman Lampung tempat Andra mengadu nasib demi istri tercintanya yang kadang ngeyel dan menyebalkan. Gaji dan tunjangan yang b...