Bab 50

12.6K 929 41
                                    

Menatap mobil yang membawa Ajeng dengan tatapan menyiratkan banyak hal. Lintang mengepalkan kedua tangannya, rahangnya mengeras. Ia marah pada dirinya sendiri yang dengan bodohnya percaya dengan omongan orang lain.

Dadanya juga terasa sakit mengingat kejadian tadi, saat Ajeng menatapnya dengan tatapan sendu. Pasti gadis itu sangat membencinya sekarang.

“Lintang,”

“Hemmm,”

“Lo percaya sama gue, kan?”

Lintang terdiam sesaat lalu menjawab, “iya, gue percaya.”

“Kalau misalkan besok lo nerima kabar kematian seseorang. Apa lo tetap percaya sama gue?”

Lintang Mengerutkan alisnya bingung, tak mengerti maksud dari ucapan gadis itu, “Maksud lo?”

“Sumpah, bukan gue pelakunya.” Cicit Ajeng.

“Gue akan selalu percaya sama lo.” Kata Lintang, meskipun ia belum mengerti maksud dari gadis itu.

“Makasih.”

Mengingat percakapannya dengan Ajeng waktu itu, membuatnya kembali merutuki dirinya sendiri. Ia mengingkari janjinya sendiri untuk selalu percaya pada gadis itu.

Sialan! Sialan! Sangat pantas jika gadis itu sekarang membencinya.

“Mau sampai kapan lo berdiri di situ?” Tanya Azka sembari berjalan mendekati Lintang. Laki-laki itu tak sendirian, ada Lian  bersamanya.

Tidak ada niatan untuk menjawab pertanyaan temannya itu, Lintang memilih diam.

“Astaga,  gak dijawab!” Decak Azka setelah berdiri disebelah kiri Lintang, sementara Lian sebelah kanan. Keduanya mengapit Lintang.

“Ajeng nggak bakalan di penjara. Paling cuma ditanya-tanya doang. Jadi lo nggak usah khawatir,” Lian ikut membuka suara. Laki-laki itu menepuk bahu temannya pelan.

“Belum tentu juga Ajeng yang ngebunuh tu cewek.” tambahnya.

“Gue setuju sama lo, Yan. Biar kata Ajeng kelihatan aneh, tapi gue yakin bukan dia pelakunya.” Timpal Azka sependapat dengan temannya itu.

Keduanya mengetahui kejadian pembunuhan itu sejak kemarin, melalui media sosial dan berita di tv. Mereka juga melihat kejadian menegangkan yang tadi terjadi dikoridor, melalui kaca jendela dari dalam kelas.

Lintang menghembuskan nafas pelan. Kedua temannya saja percaya jika Ajeng bukan pelakunya. Tapi kenapa dirinya yang dekat dengan gadis itu malah tidak mempercayainya?

“Gue mau bilang kalau, lo itu goblok banget, Lintang,”

Lintang menoleh menatap Azka yang baru saja mengatainya goblok, dengan tatapan tajamnya. Tetapi hal itu tak membuat Azka takut. Laki-laki itu terus melanjutkan kata-katanya.

“Harusnya lo belain dia, Bukan malah ikut nyudutin. Dari tatapan mata tu cewek, gue yakin dia kecewa banget sama lo.”

Deg,...

Mengingat jika Ajeng kecewa padanya, membuat jantungnya bagaikan diremas tangan tak kasat mata. Rasanya sakit. Benar kata Azka, gadis itu pasti sangat kecewa padanya.

Lian menepuk bahu Lintang pelan, “Emang apa yang ngebuat lo ikut nyudutin dia?” tanyanya.

Sebelum menjawab, Lintang  menghembuskan nafas pelan terlebih dulu, “Ajeng tinggal di apartemen gue,...”

Lian dan Azka sontak menoleh menatap Lintang. Apa katanya? Tinggal satu apartemen? Apakah mereka juga tidur di kamar dan kasur yang sama?

Azka ingin membuka suara, tapi tidak jadi karna Lian memberinya kode lewat tatapan mata, diam lo! Azka mendengus tapi tetap menurut.

AJENG (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang