perpustakaan

468 54 0
                                    

        
Rak buku yang menjulang tinggi tersusun apik didalam ruangan besar tempat dua anak adam berdiam diri selama setengah hari ini.

Jung Jeno pangeran kelahiran April menatap jengah saudaranya yang tak henti henti menghela nafas panjang, seolah olah kegiatan yang sedang mereka lakukan adalah sebuah musibah.

" Berhenti melakukan itu, kau mengganggu ku" ujarnya datar, jari jemari pemuda April itu membalikkan lembaran kertas yang telah usai di baca sambil melirik saudaranya yang tak memiliki semangat diwajahnya.

" Biasanya kau yang paling antusias untuk belajar di sini putra mahkota, bahkan kau bisa menginap di perpustakaan ini berhari-hari bersama tumpukan buku-buku konyol ini" sarkas Jeno menaruh kasar buku keatas meja, telah hilang minat bacanya saat itu juga.

"Aku tak tenang sekarang, ayahanda melakukan penjagaan ketat padaku "
Keluh Jaemin, pandangannya tertuju pada prajurit kerajaan yang berada di depan pintu masuk perpustakaan dengan jumlah lumayan banyak.

Jeno ikut memandang kearah para prajurit, pemuda itu mengangguk pelan. Belakangan ini saudaranya itu selalu diikuti dengan penjagaan ketat dari sang ayahanda, entah sebabnya apa tapi jika ditanya pasti demi keamanan si penerus Kerajaan ini. Jeno berdecak tak suka, pasalnya cuma Jaemin yang dikhawatirkan oleh sang ayah.

"Apakah ayahanda tau jikalau aku bertemu dengannya?"  tanya Jaemin  menutup buku yang ia pegang lalu beralih menatap Jeno yang memandangnya tanpa ekspresi. Kedua tangan Jaemin yang tadinya berada diatas kini merosot begitu saja menjuntai kearah bawah dengan helaan nafas gusar.

Jeno yang memilih tak peduli hanya mengedikan bahu, ia beranjak dari duduknya menjelajahi rak buku yang tak jauh dari tempat duduknya.

"Aku iri padamu" celetuk Jaemin tiba tiba.

Kalimat tersebut membuat alis Jeno menukik tajam, mencerna mengapa Jaemin harus iri kepada dirinya yang tak dipedulikan sama sekali oleh siapapun bahkan ayahnya.

"Apa yang kau irikan?" tanya Jeno tanpa berpaling dari rak buku, lelaki April itu ingin mengetahui hal apa yang membuat lawan bicaranya itu iri padanya.

"Kau tak terlalu diawasi dan bebas" jawab Jaemin menatap punggung Jeno yang masih setia membelakangi dirinya, lelaki kelahiran April itu sibuk memilih jenis buku.

Jeno tersenyum remeh setelah mendengar ucapan barusan, rasanya mulut lelaki April itu ingin meludah sekarang juga. Iri karena hal itu? hanya karena itu? omong kosong saja.

"Jika tak mau diawasi dan bebas, serahkan saja tahtamu sebagai penerus kepadaku. Berhenti berlaku seperti seorang yang diinginkan Raja"  tutur Jeno dalam hati berjalan kembali ketempat duduknya semula membawa buku yang diambil secara acak menggenggam buku tersebut dengan keras menyalurkan perasaannya yang tersimpan.

"Aku rindu pergi kehutan" lagi Jaemin berkeluh sambil memangku dagunya dengan kedua tangan, dia melihat keluar jendela  yang jauh jaraknya, menampilkan tempat cahaya matahari masuk kedalam ruangan besar tempatnya berada. Diluar sana berbagai burung terpampang jelas terbang bebas diatas langit menciptakan angan-angan pada diri Jaemin yang juga ingin sebebas itu.

"Rindu ke hutan katamu," Jeno berdecih menatap tak percaya lelaki Leo didepannya, kemudian berucap dengan nada yang ketus "bilang saja kau  rindu ingin bertemu dengan anak dari kalangan bawah itu."

"Aku ingatkan kembali putra mahkota dari kerajaan Jung." kata Jeno menekan akhir kalimatnya yang menyebutkan nama keluarga mereka, intonasi suara pemuda itu berubah menandakan ketidaksukaan,"Bahwasanya kita tak boleh memiliki hubungan dengan rakyat kalangan bawah" lanjut Jeno berbisik ditelinga Jaemin.

Dua anak bermarga Jung itu saling bertatapan cukup lama, kemudian beberapa menit berlalu Jeno bangkit dari tempatnya tanpa bersuara lagi, lelaki April itu merasa tak bisa berlama-lama di satu ruangan dengan sang saudara yang selalu membuat muak.

Jaemin terdiam dan memilih abai sesaat setelah ditinggal Jeno, lidahnya tadi terasa kelu ingin menjawab tuturan kata dari sang saudara yang bermulut tajam itu, selanjutnya cuma helaan nafas saja yang bisa keluar dari Jaemin.

Di tempat lain seseorang datang, membungkuk hormat kepada orang yang dijunjung tinggi kedudukannya di negeri ini, wajah datar itu terlihat sangat tegas juga sikap arogan dapat dilihat hanya sekali pandang dari lelaki yang sedang tengah duduk di singgasana nya.

"Hormat hamba yang mulia Raja, maaf menganggu waktu anda" ucapnya tertunduk sambil menumpukan lutut keatas lantai.

"Berdirilah Park jisung" katanya lantang yang langsung dipatuhi oleh sipemilik nama.

"Jadi apa yang kau dapatkan?" tanya Jung jaehyun selaku Raja di daerah Utara ini. Lelaki berumur itu menatap tajam sosok berjubah besi didepannya dengan tangan yang memegang gelas berisikan air.

" Pangeran Jaemin dan pangeran Jeno beberapa kali menemui rakyat kalangan bawah, dan tepat tiga hari lalu pangeran Jeno juga putra mahkota Jaemin mengantar pulang bocah yang sempat masuk diam diam kedalam kerajaan" jelas jisung menundukkan kepalanya keusai menjawab pertanyaan sang Raja.

"Sempat masuk?" Raja mengangguk pelan, tak terkejut akan kelakuan kedua putranya yang baik hati itu terutama Jaemin. " jika begitu terus awasi, kita akan bertindak jika waktunya" lanjut Jaehyun menegak air yang ada.

"Baiklah yang mulia Raja" jawab prajurit Park patuh.

"Kita lihat sampai mana kalian akan melakukan hal bodoh pangeran" monolog Jaehyun menatap lukisan yang terpajang didinding ruangannya, potret kedua putranya sewaktu kecil diabadikan dalam bentuk lukisan, jari lelaki itu mengetuk ngetuk gelas kaca yang ia pegang dengan pikiran yang melayang.

"Dan untuk si pengkhianat itu?" Lanjut Jaehyun beralih kembali menatap prajurit muda yang mengabdikan dirinya sebagai pembawa berita.

" Hukum cambuk tuanku" jawab jisung tenang.

"Tidak maksud ku yang satunya lagi" ujar Jaehyun mendapati jawaban prajurit muda didepannya bukan mengenai orang yang dimaksud.

"hukuman pancung, tubuhnya dicincang lalu diberikan pada anjing liar didepan rakyat" Tak ada rasa Kelu sama sekali saat ucapan itu keluar dari mulut lelaki bermarga Park itu ketika kalimat tersebut disampaikan.

Raja tersenyum puas mendengar jawaban yang cukup enak didengar bagi telinganya, Jaehyun merasa senang dengan hukuman yang di jalankan pada tahanan yang ia benci, begitulah cara Jung Jaehyun menghilangkan seorang pengkhianat dari daerahnya dan cara mencegah terjadinya pengkhianatan.

Dirasa cukup dengan berita didengarnya, Jaehyun bangkit dari duduknya berjalan menuju jendela menikmati angin yang berhembus dengan senyum lebar bak orang gila, "Baiklah kau bisa pergi sekarang" ucap Jaehyun membiarkan prajurit park pamit undur diri dari ruangannya.

FALLING IN LOVE WITH YOU [JAEMREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang