★ D.A - S3 - 25 ☆

10.1K 1.3K 178
                                    

Delon merenggut. Ayahnya itu tidak menjawab pertanyaannya tadi, dan justru dibiarkan menggantung begitu saja. dia kesal, itu tentu. dia bahkan langsung meminta untuk diturunkan. "Ya udah. beliin aja. nanti minta ajarin sama Kara!" ujarnya yang seolah bernegosiasi. "-Sekarang aku mau liat motor aku. kata Ayah udah sampai sini, mana sih, kesayangan aku itu?"

Argon menahan perasaan jengkel dengan mengulum senyum. obat dari kekesalan, mood buruk, beserta kemarahan putranya itu hanya satu, yaitu motor. dia bahkan berani bertaruh jika putranya enggan untuk bungkam jika menyangkut soal motor. maka dari itu, dia mencoba untuk memberikan pilihan. "Motor, atau skateboard, Delon? coba pilih satu!"

Raut wajah Delon secara spontan berubah. ekspresinya terlihat berpikir keras. namun pada akhirnya, jawaban yang dia berikan selalu tidak sinkron dengan apa yang ada di pikiran. "Kalau bisa dua, kenapa harus satu? Ayah mulai pelit sama aku? mentang-mentang aku anak pungut?!"

"Delon!" sungut Argon cepat. raut wajahnya berubah menahan amarah. dari semua kata, sampai kalimat yang dia dengar dari mulut putranya. hanya satu kata itu yang dia benci. dia bahkan sangat benci mendengar putranya menyebut status dirinya seperti itu. "--Kau putra Ayah! dan selamanya akan seperti itu, Delon!"

"Iya! makanya beliin papan roda, Ayaaah.."

"Syaratnya, kau harus mau belajar bahasa Inggris!"

Delon berdecak malas. "Yes, Ayah!" balasnya yang mengundang gelengan kepala Argon. Ayahnya itu bahkan kembali berlutut di depannya. "---Aku udah bisa, kok. harus belajar yang gimana lagi, sih?!"

"More broadly, it's too easy. yes, to learn English, then Dad will buy a skateboard for you, Delon. yes, or not?"

Delon melengos. kakinya mengayun langkah untuk menjauhi Argon. dia bahkan tidak membalas ucapan Ayahnya yang tidak dia mengerti itu. "Gila apa, ya? belum-belum udah diulti!" gerutunya sembari melambaikan tangan kanan ke arah ketiga sahabatnya yang masih duduk di pinggir lapangan. termasuk Kara, dan pengecualian untuk Neo, juga Gala. karena, kedua pemuda itu sudah tidak berada di sana.

"DELON?!" teriak Argon memanggil dari arah belakang. dia bahkan sudah kembali berdiri, dan memutar tubuh untuk melihat punggung kecil putranya yang terlihat semakin kecil dari kejauhan. "Ya, atau tidak?!"

Delon yang hampir tiba di pinggir lapangan. berhenti, dan memutar tubuh untuk menatap sosok Ayah angkatnya yang masih berdiri di tempat semula. "NGGAK MAU. TAPI MAU PAPAN RODA. NANTI MINTA SAMA DADDY AJA!" balasnya berteriak yang kemudian kembali melanjutkan langkah.

Argon menggeleng seraya menyugar rambutnya ke belakang. kedua sudut bibirnya juga tertarik begitu melihat Delon yang kembali menoleh dengan mata memicing. putranya itu berputar, baru kemudian melayangkan ciuman jauh seraya melambai sebelum kembali melanjutkan langkah. "My world!"

💘

"Batagor gue mana, Xe?!"

"Ah, elah. lo tanyain kabar kita dulu kek, baru nanyain yang lain!"

Delon merenggut, rautnya secara terang-terangan menatap Amino yang membalas ucapannya tadi dengan raut sinis. "Ngapain harus tanya segala? gue udah liat lo pada lompat-lompat kek setan, berarti lagi sekarat, 'kan?" lanjutnya bertanya seraya mendudukkan diri di samping Kara.

Amino mendengus. Raksa berdecak. lalu Xenon menggeleng. ketiganya kompak merespon ucapan Delon tadi dengan berbagai tanggapan.

"Minum," tawar Kara sembari mengulurkan segelas susu kepada Delon. dari lima gelas minuman yang dibawa oleh maid, hanya ada dua gelas susu. untuknya, dan untuk anak angkat Kakak sulungnya itu.

Different, D.A || Selesai ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang