★ D.A - S3 - 17 ☆

9.2K 1.4K 358
                                    

"Bang, ini jalan menuju akhirat apa gimana, sih? dari tadi luruuus terus!"

Mendengar bisikan kecil Delon di samping telinganya, sontak membuat Minor menoleh. bibirnya mengulas senyum tipis. jalan menuju Mansion mereka memang lumayan sepi, setelah jalan besar terlewati cukup jauh. jalan yang mereka tempuh tidak ada yang berbelok. "Sebentar lagi sampai, kok!" balasnya ikut berbisik. di mobil ini juga ada Ayahnya, Tea, dan seorang supir.

Tatapan Delon kembali menoleh ke jalanan. sepanjang jalan tidak ada yang bisa memanjakan mata selain pepohonan besar yang tumbuh di pinggir jalan. sejak mobil meninggalkan area Mansion keluarga Flourine, sejak itu pula dia mulai menghitung waktu untuk tiba di Mansion keluarga Galagher. mereka belum sampai, namun hitungannya hampir masuk dua jam. "Ini kalau gue kabur, keburu mati baru bisa lolos!" 

"Cuk! Cuk! Cuk!" Umpat Delon pelan begitu perasaan menyesal untuk ikut bersama mereka, meluap hingga level tertinggi. kegusaran melandanya saat ini. kedua telapak tangannya juga bertaut di atas paha, berulangkali juga dia meyakinkan diri agar tetap tenang. dia anak baik, Tuhan pasti melindunginya di manapun.. Puji Tuhan, ucapnya dalam hati begitu mobil yang mereka tumpangi melewati Mansion besar yang dia kenali. Mansion itu milik keluarga Xillium, mereka pernah berkunjung ke sana sekali, bersama si pemilik tentunya, Xenon. namun masalahnya, Mansion itu tidak ada yang huni karena letaknya cukup jauh. meskipun begitu, pengawal tetap berjaga di sana.

"Deka----ah, Delon?"

Delon tersentak begitu suara Tea tiba-tiba terdengar. dia yang sejak tadi diam, tidak sadar saat mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti. di hadapannya saat ini, Mansion megah dengan di kelilingi tembok pembatas yang begitu tinggi terlihat begitu agung. ada juga kolam renang yang terletak di taman depan bagian kanan. lalu di samping kiri, ada lapangan basket. "Ini kalau gue beneran ledakkin, perlu ganti rugi nggak, sih?"

"Kamu ngomong sesuatu, Delon?"

Delon menggeleng saat kali kedua mendengar suara Tea. suara pemuda itu amat lembut terdengar, berbanding terbalik dengan penampilannya yang cukup cool, sekaligus berwibawa. dia juga baru menyadari jika wajah Kakak beradik itu begitu mirip, kemiripannya dengan Minor bisa dikatakan luar biasa. keduanya merupakan contoh Adik Kakak yang mewarisi gen terbaik. "Nggak, kok," ucapnya lalu melangkah masuk. "-Bang, kalau gue izin ledakkin ni rumah, apa dibolehin?" lanjutnya bertanya yang kemudian berhenti melangkah begitu Dein, Tea, serta Minor ikut menghentikan langkah.

Delon mengerucutkan bibir. bahunya terangkat acuh saat melihat tatapan ketiganya yang menatapnya penuh tanya. tanpa menjawab, kakinya kembali melangkah setelah memasang kacamata hitam yang sejak tadi menggantung di kerah kemeja putih yang dia pakai. sejak pagi dia belum mengganti pakaian, setelan jas navy masih melekat di tubuhnya sejak siang sampai sore. lalu sekarang, hanya kemeja putihnya saja. kacamata hitam ini juga diberikan oleh Kara, tadi. "Harusnya tadi gue bawa pistol aja, biar lebih meyakinkan kalau gue ketua mafia. udah keren gini, kurang lengkap, deh, kalau nggak bawa senjata!" gumamnya seraya menurunkan kacamata hingga cuping hidung untuk mengamati dua pengawal yang berjaga di depan pintu masuk.

"Buka!"

Satu kata perintah yang terucap dari mulut Dein, langsung membuat kedua pengawal itu membuka pintu lebar-lebar. Delon menoleh ke belakang dengan kacamata yang masih tetap bertengger di cuping hidung. "Om Dein yang baik hati.. tolong, ya, makan malam, Om yang masakin---" ujarnya memberi perintah. baru kemudian kembali melangkah ke belakang untuk menyeret Minor agar menemaninya masuk. dia tidak tahu, di mana harus beristirahat untuk dua hari ke depan. sementara koper kecil miliknya, kini dibawa oleh Tea. dia tidak tahu apa isi dari koper kecil yang dia bawa, karena yang menyiapkan itu semua adalah ketiga sahabatnya.

Tea yang masih berdiri di samping Dein, menoleh menatap Ayahnya yang masih melihat kepergian Delon dan Minor. tatapan Ayahnya itu terlihat biasa-biasa saja, tidak terlihat kesal sama sekali. "Dad, aku beritahu Opa?"

Different, D.A || Selesai ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang