Dunia malam menjadi surga bagi kaum kapitalis yang siap menghamburkan uangnya di malam hari setelah seharian bekerja. Para remaja yang penuh dengan rasa penasaran dan juga mereka yang lahir dengan sendok perak, turut serta meramaikan malam.
July menyiapkan kostum untuk pertunjukkannya hari ini. Sebuah bra, rok pendek, dan celana dalam yang semuanya berwarna putih. Sudah sebulan ia bekerja sebagai penari striptis. Setiap kali bekerja, rasa jijik memenuhi dirinya. Rasanya ia ingin merobek setiap kulit di tubuhnya, dan menggantinya dengan yang lain.
Bukan pekerjaan yang membuatnya jijik, tetapi ketidakberdayaannya yang membuatnya membenci dirinya.
"Tidak perlu terburu-buru. Tidak masalah memberi jeda setelah penampilanku." Bingo muncul tiba-tiba di ruang ganti. Ia menepuk kepala July ringan.
Pakaian Bingo lebih terbuka dan heboh. Hanya kaos tipis dan celana dalam biru yang ia pakai sekarang. Kaosnya dipenuhi payet berwarna biru, senada dengan celananya. Ia memakai sabuk tali, berhias bulu angsa, yang juga dicat biru. Rantai tipis panjang, melingkar di sepanjang sabuknya. Memantul ke segala arah tiap kali Bingo bergerak.
"Kau bertambah tinggi lagi. Otot lenganmu juga mulai terbentuk," puji Bingo. Tangannya memijat otot bisep dan trisep July, merasakan kekerasannya.
"Mmm ... Terima kasih," jawab July malu-malu.
"Selanjutnya, coba latih kelenturan tubuhmu." Bingo menepuk-nepuk perut datar July, "akan ku-kenalkan kau ke guru karate-ku," sambungnya.
"Oke."
"Bagaimana perasaanmu sekarang?"
July tertegun mendengar pertanyaan Bingo. Ia tak ingin menjawab. Banyak perasaan kontradiktif yang mengungkung hatinya. Ia malu dan jijik dengan dirinya, tetapi di sisi lain, ia merasa puas ketika mulai menjadi populer dan mendapat bonus berlipat.
"Entahlah."
"Aku berharap, kau segera mengumpulkan banyak uang dan pergi dari sini."
"Tapi, kontraknya ... "
"Ssshh ... Aku juga."
"Hmm?"
"Aku juga akan pergi dari sini. Kumpulkan banyak uang, dan bayar denda kontrak." Bingo mengedipkan sebelah matanya, "aku tampil sekarang."
Beberapa hari ini, July mulai terbiasa mengerjakan pekerjaan ini. Namun, entah mengapa malam ini rasanya berbeda. July merasa sangat enggan untuk datang, firasatnya mengatakan bahwa akan ada hal buruk yang terjadi.
"Yah, tenang saja July, semuanya akan baik-baik saja." July mengucapkan kalimat afirmasi untuk dirinya sendiri.
Ia berusaha mengenyahkan pikiran buruk yang bersarang di otaknya beberapa saat lalu. Saat alarm di ponselnya berbunyi, July bergegas mengganti pakaiannya dengan kostum yang ia pegang.
"Itu Fairy? Ia datang, Fairy datang malam ini," teriakan heboh penonton membanjiri ruangan saat July menampakkan diri.
Ya, nama panggungnya adalah Fairy. Madam Ji yang memberi julukan itu kepadanya.
Sebutan itu terinspirasi dari penonton saat pertama kali July menari bersama Bingo. Mereka tiba-tiba jatuh cinta dengan pendatang baru. Yang sosoknya terlihat rapuh dan wajah bingungnya seperti bayi kecil yang baru lahir ke dunia. Penampilannya yang tanpa dosa ini, membuat penonton semakin jatuh cinta pada dirinya. Kesan mereka terhadap July seperti peri yang tiba-tiba turun ke bumi. Sosok suci yang seharusnya berada di istana langit, harus terjun dan tercebur dalam gelapnya dunia. Tubuh sucinya ternoda lumpur. Kiasan ini justru menambah gairah para penonton.
"Peri kecilku, akhirnya kau hadir malam ini. Sudah dua malam aku merindukanmu."
"Fairy, menarilah dengan lembut dan erotis. Buat aku terbang ke awan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Door
General FictionHarapan, keputusasaan, kegembiraan, kesedihan, kelembutan, kemarahan, semua perasaan ini July rasakan hanya karena satu orang. Satu orang yang memporak-porandakan angan-angan sederhananya. Ini kisah para pekerja keras yang tak mengenal waktu luang...