26. Terjebak Hujan

20 5 3
                                    

Gumpalan awan kelabu yang menghiasi langit sejak siang hari akhirnya menjatuhkan titik-titik air yang dikandungnya. Membahasi permukaan bumi, menambah dingin udara sore ini. Di depan tempat les, Kina memeluk tubuhnya seraya menunggu kedatangan sang ibu.

Mata gadis itu memandang heran derasnya air yang kini mulai menggenangi beberapa titik tempat. Apa bagusnya hujan? Jika disuruh memberi penilaian dari skala 1-10, maka Kina akan memberikan nilai 2. Satu karena dia bisa tidur dengan nyenyak, dua karena seseorang yang mengaku bernama Hujan.

"Hujan ...." Ia menggumam.

"Kinara?"

Dengan sedikit terkesiap, Kina menoleh dan mendapati Mikha sudah berdiri menjulang di sebelahnya. Pemuda itu tersenyum seperti biasa. Namun, hati Kina selalu tak bisa untuk baik-baik saja kala melihatnya.

"Nunggu jemputan?"

"Iya. Lo?"

"Nunggu hujan reda. Lupa nggak bawa jas hujan." Pemuda itu meringis dalam hati sebab mamanya pagi tadi sudah mengingatkan agar jangan lupa membawa benda itu, tapi dirinya malah ngeyel. "Duduk dulu, yuk," ajaknya menatap kursi tunggu tak berpenghuni di belakang mereka.

"Boleh." Tadi, Kina juga duduk di situ, tapi karena terlalu lama bokongnya jadi pegal.

"Mau kopi nggak?"

Kina menengadahkan kepala. Mikha yang mengajak duduk, tapi Mikha sendiri yang justru masih betah berdiri.

"Gue haus. Siapa tahu lo mau juga." Lagi, cowok itu berkata saat tak jua mendapatkan respons.

"Iya, boleh, tapi jangan kopi."

"Terus mau apa?"

Mau jadi pacar lo aja, gimana?

Dahi Mikha mengernyit saat gadis di depannya justru senyam-senyum tidak jelas. Ia menggaruk kulit kepalanya yang tak gatal. Tolonglah, tempat ini sepi. Hanya ada mereka dan seorang resepsionis yang jaraknya cukup jauh dari keduanya. Akan sangat seram bukan jika Kina mendadak kesurupan.

"Kinara?"

Dan, saat cewek itu menyadari otaknya baru saja berkelana, matanya sontak membelalak. "Cokelat panas. Kalau nggak ada, baru deh kopi."

"Oke."

Mikha dengan cepat menghilang dari pandangan Kina. Sepertinya cowok itu benar-benar haus atau mungkin kedinginan. Kina menarik napas panjang, lalu mengambil ponselnya yang ada di tas.

Masih belum ada kabar dari ibunya setelah sepuluh menit yang lalu memberitahu kalau sedang terjebak macet. Kina memutuskan bermain game sampai akhirnya Mikha kembali dengan dua cup minuman di tangan.

"Hujannya kayaknya bakalan awet."

"Iya, bikin jalanan jadi tambah macet aja, makanya heran kenapa banyak orang suka hujan." Kina mengeluarkan uneg-unegnya.

Tatapan heran Mikha berlabuh ke gadis di sampingnya. Ternyata bisa kesal juga temannya ini. Mikha terkekeh amat pelan hingga Kina bahkan tak menyadarinya.

"Gue nggak suka hujan."

Mikha yang baru menyeruput kopinya, jadi menengok lagi. "Kenapa?"

"Nggak suka aja. Nggak semua harus ada alasannya, kan?"

Cowok itu mengangguk-anggukkan kepala. Lalu, setelahnya hening. Ketika minumannya tinggal sepertiga, ia bangkit berdiri. "Udah mulai reda. Lo mau balik kapan?"

"Belum tahu." Kembali Kina mengecek ponselnya. Ada pesan dari ibunya tiga menit yang lalu.

"Kin, Ibu kayaknya masih lama. Ada kecelakaan di dekat lampu merah."

Hating Rain, Loving You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang