23. Dimaafin, Ya?

21 8 15
                                    

"Temenin gue beli bubur yuk," ajak Kayla pada Hana yang tengah duduk di depan meja rias sembari mengoleskan lip balm pada bibirnya. Hana refleks menolehkan kepalanya ke arah gadis yang baru saja berucap.

"Sehat lu? Tiba-tiba banget mau makan bubur?" heran Hana. Biasanya gadis itu hanya makan bubur disaat sakit. Bubur ayam plus teh manis hangat. Itu sudah menjadi paket sekomplit kalau Kayla sakit.

Kayla mengedikkan bahu singkat kemudian beranjak dari duduknya. "Lagi pengen, temenin ya? Tapi maunya yang di dalem pasar."

Hana berjalan menghampiri Kayla kemudian menempelkan punggung tangannya pada dahi Kayla. "Nggak panas, apa jangan jang—LU NGIDAM KAY?"

"Bukan!" Kayla memukul pelan tangan Hana yang menempel pada dahinya.

"Emang apa yang salah sih dengan beli bubur?" lanjutnya diiringi rengutan.

"Ya nggak salah sih, cuman—tumben aja. Gue kira kiamat udah dekat."

Kayla memukul mulut Hana menggunakan remote AC di sampingnya hingga membuat Hana menjerit kesakitan. "BANGSAT! KALAU GIGI GUE RONTOK GANTIIN PAKE GIGI LO!" amuknya sambil menunjuk Kayla.

"Makanya kalau ngomong jangan sembarangan!" balas Kayla tak kalah sengit.

Hana diam, masih merasakan sensasi cenat cenut akibat dipukul remote oleh Kayla. Sementara itu Kayla dengan santainya masuk ke kamar mandi sambil bersenandung.

"Hanaaa minta sabun muka ya! Oke, pake aja. Sip, makasih Hana cantik," ujar Kayla dari dalam kamar mandi. Hana menggeleng prihatin.

"Cantik-cantik wong gendeng," gumam Hana. Sedetik kemudian dia tersadar akan sesuatu. "WOY SABUN MUKA GUE BARU BELI ITU! GANTIIN YANG KEMAREN LO ABISIN!!" teriaknya seraya menggedor-gedor pintu kamar mandi.

Teruntuk tetangga sebelah, maaf ya. Sepertinya telinga kalian harus terbiasa dengan suara melengking Hana dan Kayla yang bersahutan.

***

Milan bukannya malas, tapi menghemat tenaga. Begitu katanya saat bunda menyuruhnya untuk membeli bubur. Sungguh, pelet apa yang diberikan kasur hingga Milan tak kunjung lepas dari benda mati tersebut.

"Ya udah, kalau kamu nggak beli bubur nggak ada sarapan! Bunda nggak mau masak, bunda mau senam di rumah Pak RT," ucap wanita berumur tersebut di ambang pintu kamar. Milan meliriknya sekilas lalu kembali menelungkupkan kepalanya.

"Dasar cah lanang! Susah banget disuruh." Gerutuan itu sampai di telinga Milan walau raga bundanya sudah tak lagi berada disana. Milan tidak peduli, sarapan bisa nanti. Yang penting waktu santainya tidak terbuang sia-sia.

Brak!

"Bang, beli bubur sana. Papa laper." Milan yang baru saja memejamkan mata harus menahan makian dalam hati.

"Papa 'kan ada motor, ngapain nyuruh Abang?" balas Milan sambil menatap lawan bicaranya.

"Lho kamu ini disuruh bukannya nurut malah balik nanya. Sana beli, nanti papa beliin semangka dua biji."

Milan sontak terduduk sambil tersenyum lebar. "Real ya, Pa? No fake-fake?"

Pria yang mewariskan setengah ketampanannya pada Milan itu mengangguk, "Real, tapi beli sendiri ya. Papa kasih mentahannya aja."

Milan berdiri kemudian memeluk tubuh ayahnya. "Thankyou, Pa!"

"Kasian istri kamu nanti, suaminya lebih cinta semangka daripada dia."

More Than Friends?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang