Part 16

30.2K 2.5K 300
                                    

Mata terpejam dengan bibir terus mengucap kata syukur tak henti-hentinya dia panjatkan. Air mata kebahagiaan mengalir menemani perasaan lega dan bahagia di hatinya. Tak berselang lama, tubuhnya ambruk di atas lantai kamar mandi dan memeluk kakinya sendiri. Air mata yang awalnya hanya ada beberapa tetes kini sudah mengalir dengan deras.

"Tuhan tak pernah tidur, dan Tuhan selalu mendengar do'a-do'a yang kau panjatkan selama ini."

~~~

Usapan lembut di rambut bocah cantik yang kini sedang tertidur sangat lelap di pangkuan ibunya membuat beberapa orang yang ada di dalam mobil tersenyum manis. Terlihat saling menyayangi dan mencintai, belum pernah mereka melihat kedekatan antara ibu sambung dan anak tiri sebegitu dekat seperti Azzura dan Melisya.

"Non, tiga kilo lagi ada pasar besar. Nona mau mampir dulu?" tanya Lesi yang duduk di bangku depan bersama Fiko. 

Setelah keberangkatan Gavril tiga hari yang lalu dengan sedikit acara mellow karena kedatangan kakaknya. Kini, Azzura sudah bisa tersenyum dan tertawa lagi seperti biasa. Semua itu karena pengertian dari Gavril dengan segala perhatian dan ucapan manisnya membuat Azzura cepat luluh. 

"Enggak, kepalaku pusing banget pengen cepet sampai." Sahut Azzura pelan, dia memejamkan kedua matanya. Menyusul Melisya masuk kealam mimpi. 

Fiko yang melihat Azzura memejamkan matanya berdeham pelan, "Les, nanti Mas boleh ketemu sama orang tua kamu?" tanya Fiko pelan. 

Lesi yang sedang memperhatikan pepohonan dan kebun teh di samping jalan raya segera menoleh. Dia menatap Fiko dengan tatapan mata yang sangat tak biasa. Bukankah rencana awalnya Azzura menyusul Gavril dan Lesi pulang untuk menjenguk orang tuanya, kebetulan tempat Gavril tak jauh dari desa tempat tinggal orang tuanya. Hanya Lesi yang pulang karena Fiko harus mengawal Azzura.

"Mas Fiko kan harus jagain Non Zura," balas Lesi berbisik. 

"Aku udah gede bisa jaga diri sendiri, kalau Fiko mau kenalan sama orang tua kamu juga tak apa, Les. Lagian masih ada Jeno dan pengawal yang lain." Potong Azzura saat Fiko hendak menjawab. 

Glek, Fiko dan Lesi saling pandang sejenak sebelum kembali fokus pada jalan raya. Mereka mengira kalau Azzura tertidur dengan posisi duduk bersandar sangat nyaman. Tangannya juga sudah tak mengusap kepala Melisya, jadi kemungkinan Azzura tidur sangatlah besar.

"Masih sekitar satu jam, Non. Kalau Non Zura mau tidur dulu."

"Kamu mau ngapain sama Fiko? Kayaknya semangat banget nyuruh tidurnya." Goda Azzura dengan kekehan pelan. 

"Maaf, Non." gumam Lesi pelan. Azzura hanya mengangguk dan membuka layar ponselnya untuk melihat apakah suaminya menghubunginya atau tidak. 

Satu jam lebih perjalanan berlalu, dan kini tiga mobil memasuki sebuah gang besar namuan dengan akses jalan masih berbatu kerikil. Paling depan mobil pejero sport berwarna hitam dengan isi empat pengawal, salah satunya ada Jeno. Sedangkan yang belakang Hrv hitam juga milik Bachtiar dan kawan-kawannya. 

Pemandangan desa yang sangat indah dengan gunung besar terlihat menaungi tempat tersebut membuat Azzura tersenyum lebar. Dia membuka kaca mobilnya dan mengeluarkan tangannya untuk menikmati semilir angin di kaki gunung.

"Ra, berhenti di perempatan depan." Teriak Vernandi yang sedang mengemudi di belakang mobilnya. Azzura menoleh dan mengangguk pelan.

"Fik, berhenti di perempatan depan. Gak tahu Om Nandi mau ngapain." 

"Baik, Non." 

Ketiga mobil dengan warna yang sama yaitu hitam berhenti di perempatan yang di maksud Vernandi, entah apa rencana lelaki itu sampai meminta untuk berhenti. Azzura segera turun dari mobil dengan berhati-hati. Walaupun dia memakai sepatu sneakers tapi tetap saja harus memperhatikan langkah kakinya. Batu kerikil di sana lumayan tajam, kalau tak hati-hati dia akan jatuh dan bahaya. Kulit yang selalu dia rawat untuk memanjakan suaminya bisa lecet dan terluka. 

Hallo, Mas Suami. (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang