★ D.A - 17 ☆

12.8K 1.7K 285
                                    

"Brengsek!"

"Ayah!" Delon langsung berhambur memeluk tubuh Argon setelah Ayahnya itu melempar ponsel milik Xenon hingga hancur. "Ayah, tenang dulu!" decaknya saat merasakan pergerakan Argon yang akan melepas pelukannya. Ayahnya itu sedang emosi sekarang, dan dia tidak bisa membiarkan Ayahnya bertindak dengan gegabah.

Kedua tangan Argon kembali terkepal dengan kuat. rekaman Cctv yang berdurasi dua menit itu benar-benar membuat emosinya melambung tinggi. "Lepas, Delon!" pekiknya yang justru membuat pelukan putranya itu semakin erat.

"Nggak, Ayah!" balas Delon dengan semakin erat memeluk tubuh Argon. bahkan, kedua tangannya bertaut agar pelukan Ayahnya itu tidak terlepas.

"DELON!"

Tangan Delon yang tadinya bertaut, kini terlepas dan sontak memukul punggung Argon dengan keras. "Jangan teriak!" geramnya seraya kembali menautkan kedua tangannya yang tadi terlepas. "Apa? Apa yang ingin Ayah lakukan?!" lanjutnya bertanya. meskipun suaranya teredam karena pelukan, tapi dia yakin Ayahnya itu mendengarnya dengan jelas.

Genggaman tangan Argon semakin kuat, dan dengan sekali sentakan, pelukannya dan Delon terlepas. kedua tangannya kini mengguncang tubuh putranya dengan pelan. "Kau tanya apa yang akan Ayah lakukan, Delon? kau pikir Ayah akan diam saja setelah tahu nyawamu terancam, hah?!" hardiknya dengan marah. dengup jantungnya berdetak dengan cepat, bahkan napasnya terdengar tidak beraturan.

Xenon dan Raksa yang berdiri di belakang keduanya, kompak menggeleng. "Sama-sama keras, Xe!" bisik Raksa yang diangguki dengan cepat oleh Xenon.

Kepala Delon mendongak dengan napas memburu. "Aku nggak pa-pa! Kara juga nggak pa-pa, Ayah!"

"Lalu? Ayah harus bertindak setelah kalian meregang nyawa, Delon? begitu yang kau maksud? KATAKAN! KATAKAN, DELON!"

Delon menggeleng cepat dan kembali berhambur memeluk tubuh Argon. "Ayah.. a-----aku, aku nggak mau Ayah kenapa-napa!"

Argon menghela napas panjang, dia regangkan pelukannya bersama Delon sebelum bertumpu dengan kedua lututnya agar tingginya dengan putranya itu sejajar.  "Delon.. dengar Ayah, jika anak panah itu benar-benar mengenaimu, kau tahu apa yang akan terjadi?"

Delon menggeleng. tatapannya berpusat pada Argon, Ayahnya itu mendongak agar air mata yang mengenang di pelupuk matanya tidak turun. dia yakin, Ayahnya itu menahan diri agar tidak menangis di depannya. "A----ayah.."

"Dunia Ayah akan hancur!" balas Argon seraya memalingkan wajahnya ke arah lain. air matanya berjatuhan saat kelopak matanya mengerjap. dia benci, benci mengetahui dirinya yang kini memiliki kelemahan, dan itu tidak lain adalah putranya sendiri.

Delon kembali berhambur memeluk tubuh Argon yang masih dalam posisi bertumpu. telapak tangannya lantas mengusap punggung sang Ayah saat merasakan pelukan Ayahnya semakin mengerat. "A----ayah-----"

"... Dari awal sudah Ayah katakan, semua yang Ayah lakukan demi kebaikanmu sendiri, Delon! kau putra Ayah! putra Ayah, Delon! harus berapa kali Ayah tegaskan agar kau mengerti? dunia orang tua berpusat pada anaknya! tidak ada orang tua yang rela melihat anaknya disakiti!"

"Ayah.."

"Termasuk Ayah, Delon! Ayah tidak akan rela jika kau disakiti!"

Delon menggigit bibirnya dibalik pelukan Argon saat merasakan isakannya akan lolos. dia tidak suka mendengar perkataan Ayahnya yang terlampau manis, karena itu akan membuatnya semakin tidak bisa jauh dari sosok Ayahnya itu.

Delon yang masih memeluk tubuh Argon mengusap air mata yang kembali membasahi kedua pipinya dengan kasar. dia lepas pelukan Ayahnya saat menyadari kehadiran Xenon dan Raksa yang masih berada di sana. "Xe, ponsel lo rusak!" ujarnya dengan menatap kedua sahabatnya yang masih berdiri di tempat semula. "Minta ganti rugi sama Ayah gue, Xe!"

Different, D.A || Selesai ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang