Pemuda berambut gondrong itu tersentak dan membuka matanya. Mendapati bahwa tadi hanyalah mimpi belaka. Ia melirik ke kanan dan kiri, tetapi kosong tak ada seorang pun bersamanya.
Ia mengambil napasnya dalam dalam, menelan salivanya karena tenggorokannya begitu kering. Beruntungnya, tak lama setelah ia membatin ingin sekali minum segelas air, seseorang berkain hijau zamrud membentang di kedua pundaknya masuk kedalam ruangan.
"Bu...." lirih Hasa. Hafal betul ia dengan seseorang yang mengenakan kain zambrud dikedua pundaknya. Wanita itu terkejut dan dengan cekatan memencet bel di tepi kasur rumah sakit agar perawat tau bahwa anaknya telah siuman.
"Sa...kamu kemana aja? Ibu khawatir," lirih wanita itu sambil memeluk haru putranya. Garis tipis di bibir Hasa terbentuk, ia tersenyum sambil membalas pelukan sang ibunda dengan sebelah tangannya yang menganggur.
"Aku udah pulang, bu. Aku baik baik aja sekarang," jawabnya,
"Tapi aku haus, mau minum," bisik pemuda bernama lengkap Hasa Jayandaru.Sang ibu lekas melepaskan pelukannya dan mengambilkan air di teko sambil mengelap air matanya. Meski sudah dari kemarin kemarin menangis, sampai detik ini air matanya tak jua mengering. Ia begitu bahagia anaknya bisa ditemukan dengan keadaan selamat.
"Ya Allah nak, ibu gak bisa ngomong apa apa." ujarnya setelah memberikan segelas air yang segar. Sambil menghapus jejak air matanya lagi dengan punggung tangan yang pucat dan dingin.
Tak lama kemudian, perawat dan dokter datang untuk mengecek keadaannya. Mulai dari detak jantung, napas, mata hingga memastikan darah pasien tidak naik ke selang infus. Tidak memakan waktu lama untuk Haje diperiksa, karena syukurnya ia juga tidak memiliki banyak luka di tubuhnya.
Usai menyampaikan kabar baik pagi ini, dokter dan perawat lekas keluar dari ruang inap setelah menyampaikan sepatah dua kata untuk Haje agar mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.
Namun, tepat setelah dokter dan perawat itu menghilang dari balik tembok, Haje malah membuka percakapan serius dengan ibunya."Temen temenku gimana keadaannya, bu? Udah ditemuin semua?"
"Sa, baru aja dokternya bilang jangan mikir berat berat. Udah istirahat aja, itu udah diurus petugasnya kok," omel sang ibu sambil menarik selimut ke atas agar tubuh sang putra terselimuti.
"Gak tenang, bu. Aku kan ketuanya."
"Baik, InsyaAllah baik," ujar ibunya lalu beranjak kearah jendela untuk membuka tirainya lebar lebar. Menyalakan televisi bermaksud mengalihkan perhatian anaknya.
"Bu, Jeno sama Surya yang dari Bandung, masih ada di atas. Petugas udah tau belum?"
"Udah Sa...temenmu yang lain udah pada bilang. Kamu gak inget karena kamu pingsan disana."
"Kalau Karina? Orang tuanya ada? Udah dibawa turun?"
Sang ibu berkacak pinggang, tapi hanya diam dan menatap wajah khawatir anaknya.
"Yiren juga gimana, bu? Dia lagi hamil."
"Sa," ujar sang ibu untuk menghentikannya tetapi tidak mempan.
Haje berpikir keras untuk mengingat kondisi teman temannya, terutama yang terluka. Ia merasa bahwa ada seseorang yang terlewatkan padahal begitu penting untuk ditanyakan.
"Windu? Ada lagi ada lagi...." Ia berjuang sangat keras untuk mengingat. Otak yang tumpul masih terus di asah bahkan sampai ia memejamkan mata dan mengerutkan keningnya.
"Hasa." Lagi, ibunya sudah berkacak pinggang dan berwajah tak enak. Tapi Haje tidak berhenti bicara.
"Temenku yang jatuh ke jurang udah ditemuin belum? Jia namanya, bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenade
Fanfiction"Ini udah mustahil gak sih?" collaboration with dreamizluv cover by happyytal