Setelah tiba di bangkunya, Ajeng memperhatikan kursi dan mejanya yang sudah terlihat sangat kotor. Penuh sampah, coretan, gambar kuntilanak dan beberapa permen karet yang Pasti sengaja ditempelkan di kursinya.

Menghela nafas untuk yang kedua kalinya. Ajeng lalu membalikkan badannya dan berjalan keluar dari kelas. Lebih baik ke toilet untuk membersihkan tubuhnya dari pada berdiam diri di dalam kelas. Semua orang di ruangan itu bersorak senang setelah melihatnya berjalan meninggalkan kelas.

Kenapa Ajeng diam saja dan tidak melawan atau melaporkan pada pihak sekolah saat ia dibully?

Sebenarnya, Ajeng bisa saja melawan dan melaporkannya, tapi semuanya akan percuma saja. Ajeng pernah sekali melaporkan kepada guru BK tentang bullyan murid lain padanya. Namun, guru BK itu tidak pernah menanggapi dan menganggap bullyan itu hal biasa saja.

Ajeng masih sangat mengingat perkataan guru BK itu padanya.

“Kamu di bully?”

“Iya, pak. Banyak yang membully saya di sekolah ini.”

“Di bully saat masih sekolah itu hal yang wajar, Ajeng pramesti.”

“Wajar?”

“Iya wajar. Namanya juga anak sekolah. Mungkin mereka hanya bercanda saja.”

“Seorang murid dibully, di pukul, hampir setiap hari, Dan bapak berkata itu hanya bercanda? Mereka melukai fisik dan mental saya, pak!”

“Halah, Itu hal yang biasa di lingkungan sekolah. Kamu saja yang menganggapnya berlebihan. Mending kamu keluar dari ruangan saya!”

“Tapi, pak,...”

“Saya bilang, keluar! Dan jangan melapor lagi pada saya. Mereka itu tidak membully kamu, mereka hanya bercanda saja. Kamu saja yang berlebihan menanggapinya.”

“Lagi pula, kamu memang pantas di bully.”

Itu lah sebagian perkataan yang di ucapkan guru BK itu padanya. Pantas kah seorang guru BK berkata seperti itu?

Ajeng berjanji, suatu saat nanti ia tidak akan segan-segan untuk membalas guru BK itu.

AJENG

Ajeng membuka pintu toilet dan melangkah masuk ke dalam. Baru beberapa langkah berjalan, ia tiba-tiba menghentikan langkahnya karna melihat dua perempuan berdiri sekitar dua meter di depannya. Salah satunya- Kylana, murid paling sering membully-nya di sekolah.

“Wow, ada si penyihir!” Seru Kyla dengan seringai di bibirnya.

Ajeng menundukkan kepalanya, menatap ujung sepatunya. Sepertinya ia akan mendapat bullyan lagi untuk yang kedua kalinya pagi ini.

Kyla dan Rani- temannya, berjalan mendekati Ajeng, keduanya berdiri tepat di depan Ajeng yang masih menunduk.

“Kok lo nunduk sih? Takut ya sama gue?”

Ajeng semakin menundukkan kepalanyaa mendengar suara Kyla. Ia menunduk bukan karna takut, hanya saja ia malas untuk melihat wajah orang yang selalu membullynya itu.

Karna Ajeng tak meresponnya, perempuan itu menjadi kesal sendiri, “Sialan! Harusnya lo jawab kalau gue bicara atau nanya!” Sentak Kyla di depan wajah Ajeng.

AJENG (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang