15.30

89.6K 12.7K 4.2K
                                    

Hai, Vren!

Absen jam berapa kamu baca part ini!!

Masih kuat gak puasanya hari ini?

Spam '01.00' dulu sebelum baca!

Jangan lupa Votenya🥺

Jangan lupa Votenya🥺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

LENGKARA menggigil di kursinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

LENGKARA menggigil di kursinya. Ia tertidur sambil menenggelamkan kepala dalam lingkaran lengannya di atas meja. Benar kata Aslan, harusnya ia tidak usah pergi sekolah hari ini. Ia sudah bersin- bersin sejak semalam, tapi tidak menyangka akan demam tinggi pagi ini. Gadis itu sesekali melenguh karena rasa tidak nyaman di persendiannya.

Seseorang yang menaruh tas di sebelah mejanya, membuat Lengkara membuka mata. Ia melihat Prima yang sedang menatapnya dengan tatapan khawatir.

"Kar, lo sakit?" tanya Prima, tapi Lengkara tak menjawab. Mata Lengkara berair karena rasa sakit di kepalanya.

Prima mengusap pelan kepala Lengkara. "Gue ke UKS ambilin lo minyak telon sama obat, ya?" tawar Prima.

Lengkara masih diam sambil mengangguk pelan. Gadis itu kembali menutup matanya setelah ditinggalkan oleh Prima. Air mata mengalir di sela-sela mata gadis itu. Sepertinya ia tidak akan sanggup sampai pelajaran terakhir.

Tidak lama kemudian, ia merasakan sebuah usapan di kepalanya. Gadis itu kembali terbangun, tapi tetap enggan membuka mata. Bau minyak telon tertangkap di penciumannya.

"Prim...."

Usapan di kepala Lengkara menghilang. Kepala gadis itu diangkat dengan lembut, lalu sesuatu yang empuk terselip di bawah kepalanya— menjadi sebuah bantal.

Lengkara akhirnya dapat tertidur kembali dengan lebih nyaman di atas meja itu.
Usapan hangat minyak telon kembali terasa di pelipis dan leher Lengkara.

Pijatan-pijatan kecil membuat sakit di kepala gadis itu terasa lebih ringan dibanding sebelumnya.

"Prim, tangan gue kedinginan," lirih Lengkara masih dengan mata tertutup.

Sentuhan hangat kemudian terasa di tangan gadis itu yang saling bertaut. Lengkara tersenyum tipis.

Tangan Prima kali ini terasa lebih hangat dan lebih besar dibanding biasanya.

01.00Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang