Sejarah ke enam - Adegan

724 79 7
                                    

Anak-anak osis sekarang sudah mulai bubar karena jam pelajaran kedua akan segera dimulai setelah para guru menyelesaikan rapat di pelajaran pertama. Mereka satu per satu bubar untuk segera masuk ke dalam ruangan kelas masing-masing. Namun, ketika Garen baru saja menutup pintu ruangan osis, tiba-tiba sekretaris datang menghampirinya dengan berlarian sampai-sampai napasnya tersengal saat tiba di depan laki-laki itu.

“Ren, aku baru ingat, kalau anak-anak nggak ada yang bisa datang ke seminar hari ini. Gimana kita berdua aja?” kata Tiara dengan menunjukan wajah harapan.

“Kenapa nggak tadi pas rapat kamu bahas itu? Bisa nggak, kalau hal penting kayak gini, jangan dianggap remeh? Kamu dari dulu, nggak pernah benar jadi sekretaris,” ujar Garen.

Tiara selalu menunjukan tingkahnya yang manja dengan memegang lengan baju seragam laki-laki itu serta mengekpresikan wajah prihatin ketika kena marah. “Ih, jangan gitu … aku takut.”

Saat itu juga, Garen menepis pelan tangan Tiara agar terlepas dari genggaman seragam. “Aku tunggu kamu di depan gerbang sekolah.”

Senyuman Tiara langsung terukir. “Oke, kali ini aku boleh ikut kamu, kan? Dari dulu kita nggak pernah satu motor, selalu pisah motor. Lagian hari ini aku nggak bawa motor. Sebentar, aku mengambil surat undangan tamu dulu.”

Gadis itu penuh dengan antusias, karena ini adalah kesempatan dirinya untuk lebih dekat dengan Garen dan bisa membuat Syara cemburu atas tindakannya sekarang. Sekaligus balas dendam karena laki-laki itu selalu memihak kepada Syara yang jelas-jelas mereka hanyalah sebatas teman dan bukan siapa-siapa. Ia ingin membuat Garen lebih atensi kepadanya.

Ketika Tiara melangkah dengan gembira, tiba-tiba Garen mengangkat bicara sehingga membuat gadis itu langsung berhenti. “Pinjam motor sama teman kamu, Ra. Saya nggak bisa mengajak kamu naik motor saya. Kalau kamu nggak usaha minjam motor, saya bisa datang sendiri.”

“Ihh!” Wajah Tiara langsung kesal. “Iya, iya. Aku pinjam motor teman.” Ia pun meranjak pergi untuk menuju ke kelasnya dengan begitu jengkel. “Baru aja senang bisa barengan sama Garen, eh, dianya malah menolak aku terus! Kapan coba, aku lebih dekat sama dia? Batu banget itu orang!”

Kini, suasana gedung tentunya banyak tamu berdatangan dari kalangan anak-anak sekolah untuk menghadiri seminar tentang penyuluhan HIV/AIDS. Sesuai dengan kesepakatan, ternyata memang hanya dihadirkan 2 murid saja setiap sekolahnya untuk menjadi tamu. Beberapa pembawa materi adalah orang-orang penting yang diundang, dari dokter spesialis, pengusaha ataupun menteri pendidikan. Semua mendengarkan dengan serius, walaupun sesekali ada candaan dan permainan yang diadakan, karena secara tidak langsung, ada sebagian anak menahan ngantuk.

“Kapan selesainya ini, Ren? Aku capai.”

Tiara mengeluh sejak tadi, tetapi laki-laki itu sama sekali tidak merespon. Namun, satu adegan ini yang membuat Garen langsung bertindak setelah Tiara dengan sengaja menyenderkan kepalanya di bahu sehingga laki-laki itu segera menyingkirkannya untuk mendorong kepala gadis tersebut dengan pelan sambil memberikan tatapan yang begitu datar.

“Ini yang aku malas sama kamu, Ra. Ini ketiga kalinya kamu mengeluh minta pulang setiap kali datang seminar. Jangan bertingkah kayak Syara, kamu nggak bisa seperti dia,” jawab Garen dengan suara tegas namun pelan.

Dada Tiara langsung terasa sesak, ia sangat kesal dengan sikap laki-laki itu karena terus-menerus menolak. Akan tetapi, meskipun Garen memikirkan Syara sekarang, namun dirinya merasa puas karena berhasil duduk bersampingan dengan Garen untuk kesekian kalinya. Mungkin saja, seiring berjalannya waktu dan selalu bersama seperti sekarang, ia bisa luluh nantinya.

Acara seminar itu masih berlangsung hingga menghabiskan waktu 2 jam. Sampai di mana, semuanya telah berakhir, semua tamu satu per satu keluar dari gedung tersebut dengan membawa beberapa makanan ringan dan berat yang diletakan di dalam tote bag sebagai hadiah dari panitia karena sudah berpartisipasi dalam mengikuti seminar tadi.

Lembaran SejarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang