23

8.4K 1.7K 400
                                    

"Kita udah berapa hari di sini?" tanya Windu tiba-tiba.

Sambil memperhatikan langkah, Maudy sambil menghitung hari hari yang telah ia lewati berada di atas sini. Sejak memasuki gardu, perkiraan ini adalah hari ke delapan. Empat hari dihabiskan dalam perjalanan yang tak pasti ini. Terjebak dan tersesat, meski syukurnya masih bersama-sama.

"Seminggu-an? 4 hari tersesat kira kira..." jawabnya yang dibalas diam beberapa saat. Membuat Maudy melontarkan pertanyaan untuk memastikan sambil menatap punggung Windu, "Kenapa emangnya?"

"Gapapa," tutur pelan. Maudy hendak kembali menatap tanah pijakannya, namun matanya lebih dulu menangkap Windu yang kehilangan keseimbangan. Ia segera menahan rekannya agar tidak terjatuh.

"Ojo meleng toh, Win!" ucap Maudy.

"Maaf maaf..."

"Kamu sakit tah?"

"Enggak, gak fokus aja," tutur Windu sambil melepaskan tangan Maudy di bahunya. Memberi senyum tipis lalu mengeratkan carrier-nya dan melanjutkan langkahnya.

"Ojo mikir macem macem loh!" peringat Maudy yang khawatir rekannya mulai kehilangan fokus. Ia membuang napasnya, membenarkan posisi carrier-nya dan menyusul Windu.

Tapi engkel kakinya tidak bisa di ajak berkompromi, tiba tiba dia juga terhuyung. Beruntung jarak seseorang di belakangnya masih sempat untuk menahan celaka itu. Karena kalau tidak, sudah dipastikan minimal kepala Maudy bocor terbentur batu besar di kirinya.

Pemuda itu lekas membantu Maudy berdiri dengan benar. Maudy masih sedikit shock, ia pun mengatur napasnya yang sempat terhenti.

"Apa? Kenapa? Kaki lo keseleo?" tuturnya terdengar khawatir. Bahkan sampai mensejajarkan tubuhnya dan mengecek kaki Maudy. Bahkan sekarang sampai terjongkok jongkok untuk mengecek pergelangan kaki Maudy.

Maudy menggerakkan kaki kirinya, memutar mutarnya untuk mengecek apa kondisinya tidak baik. Ia menggeleng, "Gapapa gapapa, gak parah kok."

"Tapi keseleo gak?" tanyanya sekali lagi untuk memastikan.

"Enggak...."

"Beneran?"

"Iya..."

"Bisa jalan gak?"

"Iso mas....." ucap Maudy yang tak letih meyakinkan seseorang yang berjongkok di kakinya. Raut wajah Nalen seketika berubah, membuat Maudy tersadar akan satu hal. "Kak maksudnya."

Nalen berdiri dan membuang wajahnya, sedangkan Maudy merapatkan giginya menunggu Nalen apakah sebentar lagi akan mengomeli nya atau tidak. Tapi ternyata hanya menyuruhnya naik ke atas dengan gestur tangannya. Maudy pergi, Nalen masih diam di sana. Sampai tidak sadar Jeno yang jalannya lambat saja sudah berdiri di sampingnya.

"Kenapa? Kok berenti?" tanya pemuda yang baru datang itu.

"Gak gak" jawab Nalen singkat kemudian Jeno ditinggal pergi.

"Woy! Bantuin gue naik!" tutur Jeno. Nalen turun lagi untuk menuntun rekannya menanjak perlahan.

Sedangkan di belakang sana, pemuda bertopi binnie warna maroon sempat terdiam sesaat. Memandangi pemandangan dihadapan nya dengan gelisah. Hingga pemuda jangkung dibarisan paling akhir merangkulnya untuk lekas mengejar langkah teman temannya.



°°°



"Ngapain juga ya gue bawa gitar?" ucap Malik yang dibalas tawa oleh Surya dan Haje.

SerenadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang