“Iihh!!” Syara berusaha melepas tangan Garen dari bajunya, tetapi tangan laki-laki itu justru semakin erat. “Padahal sudah bagus, kita pisah sekolah pas SMK. Kamu malah pindah di sini. Kalau nggak bisa dimiliki, minimal jangan memberi harapan,” ucapnya secara blak-blakan.
“Berarti kita ditakdirkan untuk sering barengan, Sya. Biar kamu menjadi orang yang lebih baik, kalau sudah dicampur tangan sama aku. Lagian aku pindah juga karena tugasku di sekolah dulu sudah selesai. Ayah, bunda dan bang Haikal juga meminta aku buat sekolah di sini, biar bisa menjaga kamu, apalagi kamu dari dulu selalu keras kepala, disuruh menjadi orang yang bersih, malah makin menjadi-jadi pas SMK,” ucap Garen yang tiba-tiba menegaskan suaranya.
Napas gadis itu terdengar berat. “Lepasin nggak?”
“Kalau mau lepas, ikut aku dulu.” Laki-laki itu langsung menarik paksa Syara dari belakang dengan tangan yang masih melekat erat pada kerah seragam. “Baju sama rok kamu harus disetrika dulu, basahi rambut, pakai sampo sekolah. Sementara, pakai baju voli dulu. Kalau sudah selesai setrika, tunjukan ke aku.” Ia membawanya ke ruangan ganti baju para siswi yang sudah ada kamar mandi dan toilet di sana.
Sedangkan Syara sendiri berusaha memberontak agar bisa terlepas dari penarikan Garen. “Ih, kamu bikin ribet aja, aku lapar tahu nggak, nggak sempat sarapan tadi.”
“Bodo amat, siapa suruh menghindar.” Setelah tiba di depan ruangan persalinan baju, ia pun langsung memasukan Syara dengan paksa. “Aku tunggu di luar,” katanya.
“Iyalah, ngapain juga ikut masuk, nikah aja belum,” sahutnya dengan menutup pintu hingga kencang sembari menunjukan wajah kesal kepada laki-laki itu.
Syara langsung menghentakkan kakinya berkali-kali karena jengkel terhadap Garen. “Ihh … percuma aja tadi, berangkat pagi-pagi, kalau ujung-ujungnya juga mengikuti apa kata dia!! Pacar bukan, suami bukan, sok-sok memerintah aku!”
Ia mengomel sembari mengganti seragamnya menggunakan baju anak voli. Kemudian, menyetrika dengan tenaga yang kesal. “Dih, aku juga bisa kali bersih-bersih, cuma males aja. Seolah-olah aku ini hidup di militer, diperintah mulu, tapi … aku sayang. Sudah kepala pusing, ditambah lagi nggak makan, ini lagi, capai rasanya.”
Selama bertahun-tahun hidup bersama Garen dalam satu rumah, walaupun sekarang sudah berpisah tempat tinggal, tetapi sifat Garen yang tegas dan keras itu berasal dari ayah Syara. Pria itu mendidik anak laki-lakinya begitu keras, sehingga menjadi orang yang tegas sampai sekarang. Tetapi, tidak dengan anak gadis. Ia memperlakukan dengan sangat lembut, tak pernah membentak, tak pernah marah, hanya nasihat yang dikasihkannya, meskipun itu kesalahan besar.
Setelah selesai dan menurut Syara sudah rapi, ia pun kembali keluar untuk menunjukan kepada laki-laki itu dari hasil setrikaannya. “Gini? Apa lagi yang kurang?”
Garen memperhatikan secara detail seragam sekolah tersebut dengan mata yang tak luput dari kusutan kain yang terlihat. “Oke, tumben rapi. Cepetan pakai sana, sebentar lagi bel upacara.”
“Giliran rapi, dikatain tumben. Seharusnya memuji,” katanya sembari masuk ke dalam ruangan lagi dengan menutup pintu hingga kencang membuat Garen mengelus dadanya berkali-kali.
Rambut Syara sudah berkeramas dan dikeringkan sebelum memakai seragam sekolah. Setelah memastikan semuanya rapi, ia pun keluar dari ruangan itu dalam penampilan yang berbeda dari sebelumnya. Karena wajah cantik Syara nampak terlihat jelas, rambut panjangnya kini berkibar dan poni melekat di sana membuat Garen langsung terpana tanpa berkedip hingga beberapa detik.
“Kenapa? Aku cantik, kan?”
“Kamu ‘kan memang selalu cantik, cuma kurang bersih aja.” Ucapan Garen membuat gadis itu langsung memasang wajah jengkel. Ia pun memberikan kepada Syara, satu kantong keresek yang berukuran besar. “Ini, makan. Kamu tadi bilang lapar, kan? Sudah aku belikan. Jangan ngomel terus, kamu kira aku nggak dengar, kalau kamu ngomongin aku di dalam tadi?” katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lembaran Sejarah
Novela Juvenil"Adil ka talino Bacuramin ka basengat ka jubata. Arus, arus, arus." -Dayak *___* Kita kembali mengenang cerita tahun 2018. Setiap takdir punya alasan, kenapa hidup lebih mendapatkan penderitaan dari pada kebahagiaan? Hal itu terjadi karena terlalu b...
Sejarah ke tiga - Perintah
Mulai dari awal