Asavella 🍁23

112K 9K 289
                                    

“Sa, tunggu.”

Suara itu terus memanggil. Memastikan sosok yang ia panggil menghentikan rajutan langkah yang tak tahu akan menunjukkan arah mana ia akan melangkah lebih jauh.

“Gue bilang tunggu! Ya tunggu, Sa.” Suara terus melambung pada udara tak peduli orang-orang yang berlalu lalang—terus melihat di mana dua sosok remaja yang saling tarik ulur tangan.

“Gue gamau ketemu siapa-siapa, termasuk lo! Jauhin gue!” peringat Asa.

Brian tetap bersikeras mengekori sosok Asa. Ia berusaha meraih pergelangan gadis itu berulang kali, sialnya gadis itu terus menepis keras.

“Gue bilang jauhin gue, Brian!” Asa mendorong tubuh Brian sekuat mungkin. Bahkan, ia tetap sempoyongan merajut langkah tak tahu arah lagi ia melampiaskan rasa sakit pada benaknya.

“Sa, udah.”

“Udah apa, Bi! Lepasin gue dan jauhin gue! Lo denger nggak! Jauhin gue!”

Briang menggeleng. “Enggak. Sekuat ego lo usir gue, gue masih ada hak berdiri pada titik lok berada,” tolak Brian terus terang.

Pergelangan tangan gadis itu dipegang erat di kala sosok Brian berhasil mengejar—menangkap tangan Asavella untuk ke sekian kali seusai drama kejar-kejaran. Bahkan tak peduli dengan suara Asa yang terus mengusir. Asa sudah berusaha memberontak namun ia kalah. Ia telah kalah lagi. Apa sosok Asavella memang ditakdirkan lemah? Tidak.

Bagaimana kini seorang Brian Claudius menangkap sosok Asavella Skyrainy dengan pipi yang kembali berdarah kering tepat pada jahitan yang robek. Diiringi air mata yang tak pernah sehari tidak membasahi wajah cantiknya.

Tak hanya itu, sekujur tubuhnya basah. Kenapa? Padahal sedari tadi Brian berada di gerbang sekolah—menunggu kepulangan Asavella dari kegiatan belajarnya.

Seusainya, ia memiliki niat akan mengajak gadis itu untuk membeli jeruk mini dan bakso jalanan seraya bersepeda di sore hari. Tapi apa yang ia temui dari gadis di depannya membuat ia menghela napas gusar. Mengurungkan niat yang sudah direncanakan untuk berduaan dengan Asa.

Mereka bertatapan. Bisa di bilang cukup lama. Berharap suara Asavella terbuka untuk Brian. Menceritakan apa yang sudah terjadi kepadanya untuk hari ini. Sayang sekali, justru gadis itu menatap nanar sosok dihadapannya. Ia menggigil sesekali dengan air mata yang terus-menerus terjun.

“Kenapa bisa gini, Sa?” Brian bisa menelisik tubuh Asa bahkan aroma menyengat dari tubuh Asa membuat Brian berpaling wajah sejenak dan kemudian menatap gadis itu kembali. Ia tidak peduli aroma busuk yang menyengat dari tubuh Asa.

“Kenapa, Bi? Bau, ya? Gue udah bilang jauhin gue. Kenapa enggak lo dengerin?” ucap Asa begitu pelan.

“Ke-kenapa semuanya malah menjadi serumit ini?”

“Masih rumit, Bi. Belum hancur.” Asavella menjawab dengan suara serak nan pelan.

“Pulang, yah?” Brian berkata pelan dengan tangan mengurai rambut basah Asavella.

"Jujur. Gue pengen banget pulang dan kembali. Tapi gatau gue harus pulang kemana lagi?"

“Tubuh gue belum siap untuk dicambuk lagi, Bi,” balas Asavella pelan—menatap kosong Brian yang berusaha menepis air matanya. “Gue takut bunyi sabuk itu kembali nyaring ditubuh gue.”

“Enggak ada bunyi sabuk itu, Sa,” tanggap Brian meyakinkan Asa.

“Papah lo, pasti ngerti dan ngetindak lanjuti semua ini.”

“Berandai seperti ucapan lo memang hal yang gue impikan, tapi kembali kenyataan, Bara enggak akan pernah dan enggak bisa seperti yang lo ucapan.”

Asa membuang napas panjang. Membenarkan ranselnya dan kembali berucap.

ASAVELLA [TERBIT] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang