" Mobil, lo gak luka kan? Huweee maafin gue, lo marah ya? Lo gak jawa----mmpppp ". Vano langsung membungkam mulut Elvio yang terus-terusan berbicara dengan mobil mewah milik lelaki itu.

Kedua temannya itu sudah sangat malu sejak tadi dan ditambah malu karena racauan tidak jelas Elvio yang malah meminta maaf ke mobil bukan ke pemilik mobilnya.

" Udah malem, biarin gue antar kalian ". Lelaki itu menatap Elvio, tatapan penuh arti.Yah, bisa dikatakan begitu. Tatapannya memang terlihat datar dan dingin namun tidak seperti biasanya.

Reyvandy Beiden Dwinata, remaja blasteran yang memiliki sifat dingin,dengan tatapan tajam yang selalu mendominasi, tidak ada tatapan bersahabat sehingga yang ditatap akan merasa di intimidasi. Memang masih remaja namun perawakannya seperti orang dewasa, dada bidang, tubuh yang tinggi tegap, rahangnya yang tegas. Terlihat sangat menawan.

Reyvan menatap ketiga remaja yang masih jongkok di depan mobilnya. Salah satu remaja itu yang mabuk membuat sesuatu di dalam dirinya membuncah, entah apa itu dia juga tidak tau.

" Engga ngerepotin kan? ".

Vano membantu Elvio untuk bangun walaupun kesusahan. Gavin pun ikut membantu temannya itu, tangannya ia lingkarkan di pinggang kecil Elvio agar mudah membuatnya berdiri.

" Ga, masuk aja. Gue anter ". Vano dan Gavin mengangguk lalu menuntun tubuh lemas Elvio yang hampir pingsan karena mabuk berat.

Brukk

" Badan doang kecil, kalo mabok beratnya kayak gendong gajah ". Ucap Gavin sambil meregangkan ototnya setelah dia dan Vano menuntun Elvio agar masuk kedalam mobil mewah miih Reyvan.

Sedangkan Elvio sendiri sudah masuk ke alam mimpi dengan tenang. Kepalanya di sandarkan di bahu Vano yang terlihat kelelahan juga.

Reyvan masuk ke dalam mobil miliknya, mendudukan diri di bangku kemudi. Matanya menatap Elvio melalui kaca, wajah Elvio yang tertidur terlihat sangat menggemaskan dengan pipinya yang merah akibat mabuk.

Reyvan melajukan mobilnya membelah jalanan yang sudah sepi karena memang lewat larut malam.

" Alamat kalian? ". Tanya Reyvan tiba-tiba. Vano yang hendak menutup matanya kemudian kembali membuka mata.

" Anterin kami ke komplek xxxx rumah no.12, rumahnya El".

" Ouh tetangga ". Vano mengernyitkan dahinya bingung. Selama Vano dan Gavin main ke rumah Elvio, mereka tidak pernah sekalipun melihat Reyvan di sekitar komplek perumahan elit itu.

" Gue ga pernah liat lo, baru pindah ya? ".

Reyvan hanya mengangguk menanggapi pertanyaan Vano.

Hanya butuh 20 menit untuk sampai di rumah Elvio. Mobil mewah Reyvan memasuki pekarangan rumah Elvio setelah Gavin berteriak kepada satpam agar membuka gerbangnya.Gavin dan Vano lebih dulu keluar dari mobil, mereka hendak membopong Elvio yang tertidur pulas.

" Biar gue aja, kalian pasti cape ".

Mereka mengangguk dan membiarkan Reyvan menggendong Elvio dengan sangat mudah tanpa raut wajah terlihat keberatan. Reyvan berjalan menuju pintu besar rumah mewah itu.

Vano membuka kunci pintunya menggunakan kunci yang sudah di berikan oleh satpam. Orangtua Elvio memang selalu sibuk di luar rumah dan jarang sekali tinggal di rumah. Itulah kenapa Elvio berani mabuk-mabukan.

" Ayo masuk " . Reyvan berjalan lebih dulu masuk ke dalam rumah, masih dengan Elvio di dalam gendongannya.

" Kamarnya di atas, pintu warna biru langit ". Gavin menunjuk ke arah atas lalu menjatuhkan tubuhnya di sofa empuk yang ada di ruang tamu. Tubuhnya benar-benar lelah begitu juga dengan Vano.

Reyvan melenggang pergi menaiki tangga menuju lantai atas dimana kamar Elvio berada. Matanya menelisik setiap sudut rumah Elvio yang bernuansa putih. Matanya melihat sebuah pintu berwarna biru langit, hanya pintu itu saja yang berwarna beda.

Tanpa ragu Reyvan membuka pintu itu dengan satu tangan dan masuk ke dalam kamar. Matanya langsung di suguhkan dengan kamar yang rata-rata bernuansa warna biru, warna kesukaan Elvio.

Reyvan membaringkan tubuh Vio dengan sangat pelan di kasur empuknya. Membuka sepatu Elvio dengan telaten dan menyelimuti badannya sebatas dada. Entah kenapa dia dengan senang hati melakukan itu semua kepada orang yang baru beberapa yang lalu ia kenal.

Mata tajam Reyvan menatap lekat wajah tenang Elvio. Pipi cubby yang memerah,bibir ranum yang sedikit tebal,bulu mata lentik, hidung bengir, dan ada tahi lalat di bawah mata. Terlihat seperti perempuan namun lebih mempesona.

" Cantik ". Gumamnya pelan.

Sadar apa yang di gumamkan, Reyvan menepuk mulutnya pelan. Melangkahkan kakinya meninggalkan kamar Elvio dan turun kebawah.

Reyvan melihat Gavin dan Vano yang sudah tertidur di sofa, tanpa ingin menganggu mereka. Reyvan pergi meninggalkan rumah mewah Elvio dan melajukan mobilnya menuju rumah yang baru beberapa hari ini ia tempati. Tepatnya di sebeleh rumah mewah Elvio.

Rumahnya tak kalah mewah dari rumah Elvio. Halaman depan yang luas di sertai dengan air mancur patung di tengah-tengahnya.

Setelahnya Reyvan masuk ke dalam rumah yang masih sedikit berantakan dan sangat sepi. Ya karena dia baru saja pindah jadi belum semua tertata rapi dan dia akan tinggal sendirian di rumah besar ini.

Reyvan membaringkan tubuhnya di kasur empuk miliknya. Tangan kanan berada di bawah kepala, sedangkan tangan kiri menutupi matanya.

Tiba-tiba saja bayang-bayang Elvio yang sedang mabuk terlintas. Reyvan reflek berdecih dan tanpa sadar terkekeh kecil.

Wajah Elvio yang sedang mabuk terlihat sangat menggemaskan. Apalagi pipi tembam yang memerah membuatnya semakin menggemaskan dimata Reyvan.

" Haruskah? ".

Seringainya perlahan muncul, memikirkan sesuatu tentang Elvio.

Tbc~~

Gue yakin pasti gaje ni cerita wkwk, maklum lah baru permulaan ye. Semoga aja suka:)

BL Lokal | Awalnya Tantangan [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang