Patah hati tidak ada obatnya

8.6K 536 18
                                    

.

"Sudah ketemu mama Naga?"

"Sudah Bu," jawab Kinan. 

"Rencananya hari ini Ibu datang, tapi adik bapakmu operasi besok, untung udah bilang sama mama Naga juga."

"Eum." Kinan bersyukur ibunya tidak datang, jadi dia bisa menginap lebih lama lagi di rumah Nora.

"Nan, Ibu penasaran apa aja barang lamarannya?"

Kinan tidak tahu, mama Naga menyuruhnya datang tapi sampai detik ini ia masih betah di kamar Nora.

"Enggak tahu Bu, aku belum sempat ke sana."

"Loh, gimana sih. Enggak enak sama mama Naga, Nan. Emang Naga tidak marah?"

"Pulang kerja nanti aku singgah." nyatanya satu Minggu wanita itu mengurung diri di kosan Nora, dibantu rekannya ia mendapatkan surat dari dokter.

"Harus, lamarannya besok kamu malah sibuk kerja. Aneh, teman seperti apa kamu!"

Benar teman seperti apa dirinya itu, karena perasaan tertolak mengabaikan Naga yang pasti sedang sibuk menyiapkan lamarannya.

"Oya, Naga mau lamaran. Kamu kapan, kenapa enggak bareng?"

"Segera Bu," sahut Kinan tanpa bersemangat.

"Kirain Naga bakal nikahin kamu, calonmu sama ganteng dengan Naga?"

Kinan kembali menangis, mengingat betapa dekatnya keluarga mereka tidak ada yang tidak diketahui keduanya sudah seperti satu jiwa.

"Belum tahu Bu."

"Lah katanya segera, gimana sih Kinan?"

"Doakan ya Bu, oh ya, yang operasi tante Ulvi?"

"Iya, ini Ibu habis masak mau ke sana dulu. Nanti Ibu telepon lagi ya."

Setelah menjawab salam Kinan mematikan sambungan teleponnya. 

Nanti malam Nora lembur, Kinan akan menghabiskan malam panjang sendirian. Jam dinding baru menunjukkan angka tiga, tidak ada yang akan dilakukan wanita itu selain berbaring. Satu bulan terakhir ini ia memiliki banyak waktu luang, entah sebuah keberuntungan atau malah kesengsaraan.

Ra, apa gue ke apartemennya saja?

Kinan bisa menghindari laki-laki itu, bagaimana dengan tante, apakah terlihat sopan padahal wanita itu sendiri yang menghubungi dan meminta datang?

Kata hati lo gmn, gw cm mnt lo dewasa. Jgn smpe pulang nangis, gw pulang kerja mau TDR bukan dengerin tangisan lo.

Kinan tersenyum, di sini dan saat ini dia hanya punya Nora. Rekannya itu yang memahaminya saat ini. Setiap temannya itu marah Kinan tidak pernah tersinggung, bahkan tidak pernah mengambil hati omelan pedasnya.

Turun dari ranjang, Kinan mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi. Ia datang memenuhi undangan mama Naga, realistis menepikan perasaannya sejenak jika dia dan Naga berteman, tidak aneh dengan kedatangannya selama Kinan bisa mengendalikan perasaannya.

Tidak ada yang spesial, kaos putih dipadukan dengan celana jins rambut dikucir dan sedikit riasan untuk menutupi mimik tak bersemangat. Tas selempang dan sepatu kets, di depan cermin dia terlihat seperti ABG tanpa beban. 
Tidak lama, lututnya kembali lemas, cermin bisa dibohongi tapi hatinya?

Kunci titip bu Dior.

Pesan dari Nora seperti semangat baru jika dia harus segera pergi.

"Pak, ini kok tutup, emangnya bu Kos ke mana?"

Laki-laki yang dipanggil oleh Kinan berbalik. "Biasa, arisan. Kenapa Dek?"

"Oh." gimana kuncinya? "Bapak suaminya?"

Laki-laki itu tersenyum tipis. "Kenapa?"

Sepertinya benar. "Titip kunci kamar Nora, Pak. Saya temannya."

Laki-laki itu menerima tanpa bertanya lagi dan Kinan segera pergi setelah mengucapkan terimakasih.

******

"Kirain enggak datang." mama Naga yang membukakan pintu untuk Kinan.

Kinan hanya menanggapi dengan senyum. 

"Ini belum dibungkus, lihat saja dulu." 

Bakal kain, mukena dan sepasang sepatu yang bukan ukurannya.

"Naga yang beli semua, menurutmu cantik?"

Kinan mengangguk cepat, walaupun tidak tahu detail fashion mata awamnya tahu kualitas barang-barang itu.

"Minggu kemarin kami bertemu, cantik orangnya Nan, keluarganya baik juga. Sepadan lah sama kita."

Amiin.

"Oya kamu sudah makan?"

"Sudah Tante." Kinan tidak menyentuh barang lamaran tersebut.

"Kalau begitu bantuin Tante di dapur yuk."

Kinan menurut, dengan putus asa mengekor di belakang mama Naga.

"Ketiga kali tante Ulvi operasi Nan, kasian ya hidupnya dengan obat terus."

"Iya Tante." Kinan ingin masuk dalam obrolan bertemakan tantenya yang sedang sakit.

"Padahal kalau dulu berobat herbal mungkin sekarang sudah sembuh. Tapi orang berbeda, Tante sudah memberikan saran kalau begini kasihan kan anak-anaknya masih kecil."

Bukan tidak memiliki empati, bakal kain mukena dan sepatu di meja ruang tamu masih menari di benaknya, semua benda itu milik wanita pilihan Naga.

"Ini nasehat dari Tante ya mana tahu nanti kamu enggak enak badan atau apalah, jangan langsung lari ke rumah sakit, coba dulu herbal."

Kinan mengangguk.

"Semua penyakit ada obatnya, mungkin cuma patah hati yang enggak ada obat."

Nyess!

Gue lagi diposisi itu, emang bener satu bulan ini gue belum nemuin obatnya.

Seutas RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang