"Nyaman dengan hubungan lo sekarang?"
Dari kelima rekan kerjanya, hanya Nora yang tahu seperti apa hubungannya dengan Nagara sedangkan yang lain hanya tahu keduanya berpacaran.
"Gue enggak pernah mikir." setiap ingin mengkaji tentang hubungannya dengan Naga, tak pernah selesai. Bisa dikatakan muncul keinginan baik dari hatinya namun terbengkalai karena ia tidak ingin masuk merusak sesuatu yang telah terjalin.
Jangan tanyakan Kinan, sumpah ia tidak ada hubungan seperti apa itu.
"Hampir beberapa tahun, takutnya lo malah terjebak."
Nora memposisikan dirinya sebagai Kinan, karena sama-sama wanita tentu mudah mengerti apa yang dirasakan oleh rekannya itu.
"Sumpah, gue enggak pernah mikir karena tahu bakalan ribet."
Kinan menyeruput Boba milk yang tinggal setengah lagi, menikmati waktu sore tanpa mengotori otak dengan hal berat.
"Melihat lo yang begitu sibuk nurunin BB, gue bakal paham kalau itu pacar lo."
Tidak ada senyum di bibir Kinan, walaupun kalimat Nora tidak benar-benar lolos dari benaknya.
"Gue benci dikasihani saat pamit dan mengatakan maaf."
Gue juga, tapi gue tidak bisa memilih karena suatu saat akan pergi dengan cara seperti itu.
"Cuma saran, coba ajak Naga ngomong baik-baik. Gue yakin dia sayang sama lo."
Kinan tersenyum, Naga memang menyayanginya tapi pria itu tetap akan pergi jika sudah waktunya.
"Kalaupun sempat, obrolan itu akan melenceng akhirnya gue yang diem."
Mereka sudah menjadi rekan kerja, sering menghabiskan waktu bersama hingga mengetahui kekurangan masing-masing karena itu Nora tidak pernah bosan menasehati Kinan.
"Dari lo gue belajar, sering bersama tidak menjanjikan sebuah komitmen."
Kinan tidak mengelak, jauh-jauh hari Naga sudah mengatakan jika kedatangan orang tuanya kali ini adalah untuk membicarakan masa depan pria itu.
"Gue pikir nunggu hasil diet, enggak tahunya karena nyokap Naga lagi di Jakarta."
Dalam satu minggu ini, Nora melihat Kinan bekerja dengan tekun. Bisa dikatakan hampir setiap malam wanita itu lembur sehingga mau tidak mau ia ikut menemaninya.
"Usaha lo keras, sayangnya bukan untuk orang yang tepat."
Kinan tidak marah, keadaan hari ini sudah dipersiapkannya sejak dulu. Bukan orang lain melainkan dirinya sendiri yang harus menata sesuatu yang mungkin akan segera berantakan.
"Belum pisah saja hidup lo udah enggak enak dilihat."
Setiap jam makan siang Kinan sering absen, saat mereka lembur yang dilihat Nora hanya ada segelas kopi sebagai teman.
Kinan terkekeh. "Gue baik-baik aja Ra." Kinan melebarkan senyumnya.
Ada atau tidak ada Naga, ia harus baik-baik saja. Untuk mengejar cita-citanya mood-nya harus selalu baik agar bisa melewati hari-hari berat.
"Gue enggak se-stress yang lo bayangkan."
"Gue enggak lihat dari omongan lo," balas Nora. "Kalau sudah tahu nggak bakalan jadi milik lo, tinggalkan."
Kinan bukan orang seperti itu, tidak apa jika Naga tidak mengetahui apa-apa tentang perasaannya yang penting selama bersamanya pria itu nyaman.
"Makasih udah khawatirin gue." Kinan mengatakan dengan tulus. Memberitahu Nora bukan untuk mengeluh, saat ini hanya rekannya itu yang bisa dipercaya.
Di samping Kinan tepatnya di lantai, Nora melihat ponsel wanita itu bergetar dan menampilkan nama Naga di layar.
"Dari cara lo menghindar sudah kelihatan kalah." Nora tertawa masam saat melihat ekspresi Kinan. "Lo sudah tahu."
Brengsek. Nora mengutuk Naga, pria itu bener-bener ba***at.
Wanita seperti apa yang diinginkan Naga? Kinan terlalu bodoh ketika berpikir dirinya sudah mengenal pria itu dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seutas Rasa
RomanceKinan bukan kekasih Nagara tapi Kinan yang bisa mengerti pria itu. Nagara menganggap Kinan sebagai kebutuhan primernya setelah nasi dan tempat tinggal. Ketika dihadapkan pada keinginan orang tua untuk membawakan calon masing-masing, mereka mulai g...