BAB 30 : Bangkit Kembali

369 47 0
                                    

Satu part terakhir yang akan membawa kalian ke epilog, Yeayy!
Happy Reading!

Satu part terakhir yang akan membawa kalian ke epilog, Yeayy! Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak ada yang ingin diam diri dalam keterpurukan ini. Mereka harus bangun bersama, memulai semuanya kembali dari awal. Tak ada yang mereka dapatkan dari terus bersedih. Meski duka masih menyelubungi, mereka punya cara tersendiri untuk menyembuhkan luka tersebut. Mereka sudah saling berjanji untuk tetap kuat, maka hal itu harus mereka lalui dengan baik.

Menjalani hari tanpa hadirnya sosok ibu yang senantiasa ada di sampingnya bukanlah hal mudah bagi Icha. Ia berkali-kali merasakan tekanan atas rasa duka tersebut. Namun, Icha tak mungkin lupa dengan teman-temannya yang setia memberinya dukungan. Itulah alasan kenapa Icha bisa menjalani hari dengan senyuman yang terlukis tanpa dusta di wajahnya.

Albrian Rizky, si tampan yang tak pernah alfa sehari pun untuk memberi pelukan hangatnya pada Icha, menyerahkan bahu untuk bersandar, memberikan usapan lembut yang terkadang berhasil membuat Icha terbuai, membubuhkan kecupan sebagai tanda kasih sayang yang tak pernah pudar untuknya.

Sabrina Mayasaka, setia menjadi sahabat yang selalu ada untuk Icha dalam keadaan apapun. Menjadi penyemangat yang akan berdiri di barisan paling depan. Penghibur di kala Sang sahabat bersedih, karena, ya, Sabrina harus memastikan agar Icha tetap tersenyum di setiap harinya.

Kevin, menjadi penyemangat di barisan kedua setelah Sabrina. Si kalem dengan sejuta lelucon yang berhasil membuat ke tiganya tertawa. Meski kadang pertengkaran antara dirinya dan Rizky sering terjadi, semuanya memaklumi tingkah kedua kucing tersebut. Si Oren dan Si Hitam, panggilan keduanya sudah melekat sejak tiga bulan ini.

Ya, sudah sampai di bulan ketiga sejak mereka tinggal bersama di rumah Icha. Kenapa seperti itu? Karena Rizky juga Icha tak mungkin tinggal di rumah Sabrina dan meninggalkan rumah penuh kenangan ini. Meski gadis berpipi chubby itu terus memaksa agar mereka tinggal di rumahnya.

Lalu bagaimana dengan Kevin?

Pemuda itu kini sudah di kenal oleh kedua orang tua Sabrina. Bisa di bilang mereka sudah di restui.

Bagaimana dengan biaya hidup Icha dan Rizky?

Mereka berempat, berinisiatif membuka Restaurant kecil yang sederhana. Menyediakan makanan lokal dengan ciri khas rasa dari Restaurant itu sendiri. Salah satu daya tarik yang ada di sana adalah lukisan-lukisan hasil tangan ajaib Kevin, yang berhasil membuat pelanggan di di Restaurant itu terkesima hingga terkadang ada juga yang membeli lukisan tersebut.

Membuka usaha di usia muda, banyak yang salut pada mereka karena semua tau si pemilik dari Restaurant ini masihlah seorang pelajar SMA. Banyak yang menjadikan mereka sebagai motivasi.

"Akhirnya kita tutup jugaa!" Sabrina berputar-putar lalu berlari ke meja tengah menghampiri ketiga temannya. "Gimana hari ini, Bestie? Kalian cape?"

Icha tertawa, menyandarkan kepalanya ke bahu Rizky. "Cape, tapi seru kayak biasanya."

"Iya, Bener. Apalagi hari ini lebih rame dari kemarin. Banyak anak-anak juga, gemes," timpal Kevin seraya merentangkan tangannya agar Sabrina datang ke rangkulannya.

"Apa harus kita buka tempat khusus buat anak-anak disini?"

"Kayaknya kalau di tambahin taman di samping Restaurant juga lebih indah, deh."

Icha dan Rizky hanya tersenyum mendengarkan percakapan Kevin dan Sabrina.

"Kita kumpulin biaya nya dulu aja, kalau mau tambahin tempat sama lahan baru nanti aja nyusul," kata Icha.

"Iya, kita kumpulin uang buat nikah dulu," ujar Kevin seraya mencubit pipi Sabrina.

"Ck, nanti duluuu. Gue masih pengen pacaran, ga mau nikah."

"Kan pacaran habis nikah bisa," sahut Icha seraya meminum jus buah naga yang barusan ia buat.

"Beda rasanyaa, apalagi Kevin kan orangnya ngegas, apa-apa langsung di gas, takut gue. Kalo pacaran kan aman, kalo dia macem-macem gue bisa lapor Papa."

"Emang saya keliatan kayak cowo yang nafsuan,ya?"

"Iya, muka-muka cowo brengsek, hahahaha!"

Icha dan Rizky tertawa, semakin tertawa lepas saat Kevin memasukan sepotong kue brownies ke dalam mulut Sabrina yang masih tertawa lebar.

"Gini-gini juga kamu suka." Kevin mengecup pipi Sabrina yang mengembung lucu akibat brownies di dalamnya. Mengabaikan wajah kesal gadis itu yang sudah menatapnya tajam.

"Kita aja belum lulus sekolah, jangan mikirin nikah dulu." Icha juga ikut menyuapkan potongan brownies ke mulutnya, lalu memberikannya juga pada Rizky.

"Iya, nikmatin dulu masa pacaran kalian. Kalau aku sama Icha, sih, udah kayak suami istri, jadi ga sibuk mikir nikah. Iya, kan, Sayang?"

"Idihh! Si Oren mulai, nih!" Kata Sabrina.

"Apa? Iri, ya? Karena pacar nya ga bisa seromantis aku?"

"Apaan? Saya bisa romantis, kok. Cuma romantisnya ga di tunjukkin ke kalian," sahut Kevin tak ingin kalah.

"Halah, bilang aja ga bisa!" balas Rizky.

"Sekali-kali berantemnya cakar-cakaran, dong. Kalian kan kucing." Icha memainkan dagu Rizky membuat kedua itu menengadahkan kepalanya seraya menggerakkan telinga kucingnya.

"Aww, Sayang, geli. Tapi enak."

Ketiga orang di sana tertawa melihat wajah pasrah Rizky saat dagunya di gelitiki oleh Icha.

"Saya juga mauu." Kevin menarik tangan Sabrina agar melakukan hal yang sama seperti Icha.

Dan para gadis itu hanya bisa tertawa dengan tingkah manja para kekasih mereka itu. Memang dasar kucing.

Ngomong-ngomong, tentang jati diri mereka sebagai kucing. Apalagi Rizky yang telinganya masih terlihat jelas, Icha berencana untuk mengoperasi telinga Rizky agar kekasihnya itu tak harus bersembunyi di balik topi lagi. Meksipun resikonya mungkin sangat besar, Icha harus bisa berbicara dengan dokter nya agar beliau bisa tutup mulut mengenai Rizky yang sebenarnya manusia kucing.

Semoga saja, semua berjalan dengan lancar sesuai dengan niat awal.

*

Bersambung...

[✔] Kumis Kucing Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang