Keep enjoy!
Budayakan vote sebelum baca:v
***
"Hebat Fad. Kakek bangga sama kamu. Jadi rencananya kamu mau nerima jalur undangan itu? Mau kemana?"
Rumahku dipenuhi oleh keluarga dari ayah dan mama. Tapi kebanyakan yang dari mama. Acara syukuran yang direncanakan akhirnya sudah terlaksana. Malam ini, semuanya akan menginap di rumahku. Aku pun mengundang Alief ke rumah. Alief akan menginap di kamarku.
Kak Fadly sedang mengobrol dengan kakek dan keluarga yang lainnya. Layaknya proses wawancara, Kak Fadly lah yang jadi narasumbernya.
"Fadly masih bingung, kek. Singapura dan Australia terlalu jauh. Pengennya sih yang deket-deket aja."
"Tidak! Tidak boleh. Kamu cucu kesayangan kakek. Kamu harus jadi seperti ayahmu. Menjadi dokter. Ambil saja perguruan tinggi di Singapura."
"Hmm. Makasih kek sarannya. Nanti Fadly pikirkan."
"Kamu, memang mau jadi dokter kan?"
"Iya, semoga saja."
Semua makanan di rumahku belum sepenuhnya habis. Rencananya sih mau dibagikan. Ke tetangga mungkin. Biarlah, aku sendiri kekenyangan dari tadi makan.
Membicarakan tentang papa, aku jadi teringat ketika aku sakit dulu. Aku tidak perlu ke rumah sakit. Papa selalu memberikan pertolongan pertama padaku. Jadi, proses untuk sembuh selalu cepat. Hebat sekali papaku itu. Mama pernah bercerita padaku. Sewaktu muda papa adalah seorang gitaris dari band-nya yang ia bentuk. Suara papa pun tidak kalah bagusnya. Tapi sewaktu keluar SMA, kakek memaksa papa untuk melanjutkan studi di ilmu kedokteran.
Sekarang, keahlian papa diturunkan kepada kakakku. Namun kak fadly tidak begitu ahli dalam bermain gitar. Kak fadly hanya sebatas 'bisa'. Dia tidak terlalu suka ilmu musik. Beda denganku, musik dan bola adalah hal yang sangat aku sukai. Tapi aku masih bingung dengan cita-citaku. Sewaktu kecil aku bercita-cita menjadi arsitek. Hmm.
Tak terasa ini sudah larut malam. Sebagian dari keluargaku sudah tidur. Hanya beberapa yang masih terbangun. Termasuk aku. Aku dan Alief sedari tadi bermain playstation 3. Sangat mengasyikan.
Ponselku tiba-tiba berbunyi tanda panggilan masuk. Kulihat layarnya, 'Natasya'
WUUUHHH!
Cepat-cepat aku angkat telponnya. Meninggalkan Alief yang kaget karena aku melempar stik PS-ku. Haha.
"Halo Nat?"
"Hai Gung."
"Hai. Ada apa?"
"Gapapa. Aku hanya tau sesuatu."
"Hmm.. Sesuatu apa maksudmu?"
"Kamu pasti sedang bersama Alief di kamarmu. Benar?"
"Hmm, iya... Kenapa kamu bisa tau?" aku tersontak kaget.
"Dan, pas tadi aku nelpon, kamu cepat-cepat mengangkatnya kan?"
"Eh.. Eh... Kok kamu tau?"
"Ahhhahahahaaha."
"Nat! Kok bisa tau?"
"Makanya! Jendelanya ditutup dong!"
"HAH? APA MAKSUDMU?"
"Coba kamu lihat ke jendela sekarang."
Apa katanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHERS: The Same Girl
Teen Fiction-Story Completed- (prev tittle; Aku atau Kakakku?) Bagaimana rasanya ketika kita harus menerima kenyataan kalau cinta pertama kita, adalah cinta pertama kakak kandung kita juga? Miris sekali bukan? Kehidupan cinta masa abu-abu yang seharusnya meny...