17

42.6K 5.5K 501
                                    

Di ruangan kelas Vanda melamun dengan memegang bibirnya. Tatapannya menjadi kosong walaupun ada guru yang menjelaskan materi didepannya.

"Vanda!" seru Febby dengan mencubit lengannya.

"Hah, apa?" racau Vanda dengan muka bengong.

"Besok bilang sama guru izinin gue kalau ada pemotretan," ucap Febby dengan tersenyum lebar.

"Banyak banget job Lo, apa nggak keganggu belajar?" tanya Vanda dengan mengerutkan keningnya.

"Ye, asal Lo tau gue ini model yang sering banyak job. Jadi masalah pendidikan bisa diurus yang penting cuan ngalir terus," ucap Febby dengan cengengesan.

Vanda mendengus lalu memasang headset. Ia menatap sang guru tapi telinga mendengar musik seolah memahami pembelajaran. Nyatanya lelaki itu hanya membual sang guru.

Selama pembelajaran berlangsung murid-murid ada yang tertidur dan main ponsel. Namun, tidak dipungkiri siapapun pasti pernah berbuat kenakalan sekecil apapun.

"Kerumunan termasuk dalam kelompok sosial. Kalian disini pasti banyak yang menyukai sepak bola pasti akan menonton secara langsung. Contoh lainnya orang yang mengantri membeli makanan."

Tangannya memutar pulpen dengan melamun. Ia terus-menerus melakukan hal itu hingga tidak menyadari bahwa sekarang sudah waktu pulang sekolah.

"Van, ayo pergi! Anjir, Lo dari tadi ngelamun mulu!" seru Febby dengan memutar matanya.

Vanda mengerjapkan matanya lalu menatap kesamping. Ia bergegas membereskan barang-barangnya. Kali ini ia ingin buru-buru pulang ke rumah.

"Van, gue dulu habis ini ada take off ke Swedia," celetuk Febby dengan menatap jam tangannya.

"Iya," sahut Vanda.

"Jangan kangen gue, ya!" seru Febby dengan berjalan meninggalkan kelas.

Vanda menghela nafas panjang kemudian menatap sekeliling jendela kelasnya. Ia tersenyum lebar ketika ruangan kelasnya mempunyai jendela yang langsung menuju lapangan kosong.

Ia segera lompat dengan melihat kearah pintu untuk jaga-jaga. Namun, siapa sangka ada seseorang yang duduk di depan jendela.

Cup

Vanda melotot tajam tatkala bibirnya menyentuh pipi seseorang. Namun, yang lebih sialnya orang itu Reza dengan segala sifat menyebabkannya.

Vanda melotot tajam dengan mengelap bibirnya menggunakan seragamnya. Anta dan Rendra yang melihat itu hanya menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Suka banget kayaknya Lo minta cium, apa tadi nggak cukup?" ledek Reza dengan terkekeh kecil.

"Apaan ... sih?! Tadi ..."

"Apa?" ejek Reza dengan senyuman mengejek.

"Nggak tau lah gue!" geram Vanda dengan memutar matanya.

Anta yang melihat itu hanya menggeleng kepala. Ia menarik kerah baju Vanda begitu juga Reza. Kemudian menyeret kedua tubuh lelaki itu jika dibiarkan tidak akan selesai walaupun 1 abad sudah berlalu.

***

Vanda hanya cemberut dengan menatap jalanan sepi. Ia hanya ingin cepat-cepat tidur dan menghilang dari lelaki itu.

Tiba-tiba ada beberapa orang dengan membawa senjata tajam. Ia menghela nafas gusar sudah diduga pasti tawuran ini membuat ribet. Apalagi mereka tidak membawa alat untuk melindungi dirinya.

"Siap-siap!" perintah Reza dengan muka datar.

Reza mengeluarkan sebuah pistol dari balik jaketnya. Ia yang melihat itu seketika tersedak ludahnya sendiri.

Eternal Love Of Dream [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang