Fiona tersenyum. Anaknya ini memang tak bisa jauh dari kata khawatir. Ellie hanya memiliki mereka. Wajar jika gadis tersebut selalu meminta banyak waktu untuk bersama.

Tama ikut memeluk kedua wanita paling berharga di kehidupannya. Tangan pria itu mengelus punggung Ellie lembut.

"Iya, bawelnya Papa."

"Jangan lupa juga buat telfon Ellie. Ellie gak bisa kalo sehari gak denger suara kalian," cicit Ellie.

*****

Hari sudah menjelang malam. Sebuah markas tua yang masih terawat kini terlihat ramai tak seperti biasanya setelah geng motor mereka diputuskan untuk tidak lagi mengadakan aktifitas sejak enam bulan yang lalu.

Meja kebesaran yang biasanya digunakan untuk berkumpul kini penuh akan berbagai makanan seperti pizza dan burger, serta ditemani beberapa minuman bersoda.

Banyak motor besar yang mengelilingi markas dari luar. Sebagian dari anggota memilih bermain billiard, sebagian lagi memilih bermain play station di ruang khusus istirahat. Mereka menggunakan waktu ini dengan sangat baik. Karena merasa rindu dengan suasana markas.

"Woy, Gel. Lama amat lo datengnya," ujar Ethan ketika melihat temannya baru saja masuk ke ruang berkumpul.

"Biasalah. Namanya juga ketos, palingan sibuk ngurusin sekolah dulu," sahut si kembaran cowok yang baru datang. Ares namanya.

Rigel menatap datar Ares. Cowok itu memilih melepas jaket kulitnya dan menyampirkannya ke punggung kursi.

"Mana Brata?" tanya Rigel setelah melihat semua wajah anggota yang berkumpul. Jika tidak mendapat kabar tentang kebebasan sang ketua, Rigel pasti tidak akan mau datang ke markas di tengah kesibukan yang ia tanggung.

"Bos lo belom dateng. Tadi dia cuma transfer duit doang, anjir. Buat beli makanan kita-kita," jawab Ares memberikan sebotol pepsi ke hadapan sang kembaran.

"Gue kalo jadi tuh anak positif kagak punya duit lagi. Semua akses gue bakal dicabut."

"Lo sama Brata kan beda, Brata anak kesayangan. Jugaan dia make bukan karena dia mau."

"Ya gue juga---"

"Gak usah dibahas," tekan Rigel menatap para temannya tajam. Cowok yang selalu memiliki aura dingin itu meneguk pepsi pemberian Ares.

Semua kicep. Mereka akhirnya memilih berganti topik pembicaraan. Tak lama, dari luar terdengar suara motor yang mereka kenal, karena suara tersebut paling beda dari beberapa motor yang lain.

Mendengar suara itu, Ares tersentak karena mengingat sesuatu. "Wey, wey, wey. Duit kembalian tadi mana?" tanya Ares celingukkan mencari uang kembalian milik Brata. Lebih tepatnya uang sisa dari hasil membeli banyak makanan menggunakan uang yang ditransfer Brata.

"Noh dipegang sama Ethan," tuduh Rudy, anggota paling memiliki tampang jenaka setelah Ares pastinya.

"Apaan nuduh gue?! Jelas-jelas lo yang ngantongin," cetus Ethan tak terima. Enak saja, dirinya tak seperti Rudy, apalagi Ares yang paling suka korupsi uang jajan geng.

Ares menatap Rudy dengan lototan. "Siniin tuh money. Mau gue balikin ke Brata. Dasar tukang korup."

"Bilang aja mau lo ambil, kan?! Gue udah hapal sama kelakuan lo. Sekarang gantian buat gue."

"Setan! Itu jatah gue!" Ares mencak-mencak. Ia tambah kalut saat mendengar suara beberapa anggota dari luar seperti tengah menyapa Brata.

"Cuma sejuta, Bego. Lo bahkan punya duit lebih dari ini. Lo gak kasian sama gue yang melarat?" cerocos Rudy mencoba menghindar saat Ares merogoh saku celana yang ia gunakan. "Gue kentutin tau rasa lo, Res!"

Semua yang melihat hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Bagi mereka ini memang hal biasa.

Rigel menghela nafas. Punya kembaran dengan muka yang sama tapi sifat yang bertolak belakang terkadang membuat Rigel harus sabar. Jika Rigel terkenal dingin, dan keras kepala, maka berbeda dengan Ares yang banyak tingkah dan cerewet.

"Mampus lo, gue laporin ke Brata kalo dia masuk," ancam Ares pada Rudy.

"Bodo amat, Arese-arese. Brata juga kagak bakal perlu ni duit." Rudy menjulurkan lidahnya meledek. Satu tangannya mengipas-ngipasi sepuluh lembar uang bewarna merah ke wajah. Berniat pamer.

Ares hanya memasang wajah sengit. Ia biarkan hari ini Rudy mengambil jatah yang biasanya ia ambil. Tetapi ia tidak akan membiarkan jatah selanjutnya kembali terambil.

"Rigel," panggil salah satu anggota yang tadi di luar markas membuat Rigel dan yang lain menoleh.

"Apa?"

"Brata nunggu lo di privat room," ucap orang tadi dan langsung menyelonong, mengambil potongan pizza di hadapan Ares.

Rigel terdiam sesaat. Bila sudah begini, tandanya ada sesuatu penting yang ingin Brata katakan.

*****

-to be continue-

Jangan lupa tinggalkan jejaknya, ya!🛐

Follow juga IG aku : strawwmilkyyy_en

Yang baca Married for a will pasti tau siapa Rigel dan Ares🦋

BRATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang