part 43

5.9K 608 67
                                    

Prankkkkkkkk!!!!

"Kaget bego!!" umpat wanita yang terkejut saat vas bunga di meja dekat ia duduk di banting begitu saja oleh lelaki yang biasanya terlihat tampan, tapi kini terlihat sangat berantakan.

"Ya maaf! Sakit hati banget gue! Udah ati gue sakit, badan gue juga sakit, Asu!"

"Ya lu sih, bego. Emosi ya emosi aja, bacot lu juga lu jaga. Kalo gue ada diposisi bokap lu, gue juga bakal ngelakuin hal yang sama, or something else worse than that, maybe."

Ujarnya santai sembari menyesap minuman soda kalengan yang ada di apartment lantai sepuluh miliknya.

"Bacot lu."

Penolakan itu tak ia ambil pusing. Ia malah menghendikan bahu. Memang terlalu kepala batu manusia di hadapannya itu, menghabiskan tenaga saja jika berdebat dengannya.

"Semua usaha udah gue lakuin. Dari yang pelan, maksa, bahkan ngancem juga udah gue lakuin. Tapi, gue masih ga bisa dapetin hati dia." keluhnya.

Wanita yang sedari tadi hanya duduk diam, kini bangkit, berdiri tepat di samping lelaki yang sekarang memandang kota jakarta lewat jendela kaca. Sejujurnya ia merasa lelah, tiap saat di sambati oleh lelaki itu. Masalahnya sendiri saja ia ga cukup sanggup untuk menyelesaikan, si manusia sableng ini, malah menambahi beban pikiran baru untuknya.

Tirai kelabu sudah ia buka sejak pukul lima pagi tadi. Memberinya suasana tenang, dengan matahari yang timbul perlahan. Kini lautan awan yang lebih mirip dengan permen kapas alias arum manis, sedang berkumpul hari ini. Terik cenderung menyengat pasti dirasakan orang orang yang sedang beraktivitas dibawah sana.

Wanita cantik itu perlahan menghela nafas panjang sedikit kasar. Rona yang tak berekspresi apa apa, kini mulai menampakkan senyum. Senyum sebagai penguat diri sendiri untuk bisa mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Ia lelah. Berharap pada sesuatu yang jelas jelas sulit untuk bisa ia raih. Sekalipun usaha keras sudah ia lakukan.

"Lu tau? Gue mulai capek ngejar Shani, Nik." dua kalimat pembuka itu membuat Niko memalingkan wajahnya tepat menghadap Wanita yang satu tahun lebih muda darinya itu.

"Lu, nyerah?"

Tangannya yang masih menggenggam minuman soda kalengan, ia ulurkan pada lelaki sebelahnya. Berniat memadamkan sedikit amarah yang terasa masih membara hebat. Minuman bersoda itu tentu saja disambut baik. Senyum wanita itu semakin mengembang. Tatapannya semakin lurus ke depan. Tak ingin cepat cepat menjawab, ia justru melipat tangannya didepan dada.

"Gue rasa, Shani udah nemuin pelabuhannya, Nik. Hati dia udah nemu muaranya. Dan semua itu ada di Gracia. Itu tujuan utamanya."

Jika saja boleh jujur, rasanya sesak kala ia harus sadar diri jika selama ini yang Shani cari bukanlah dirinya. Banyak hal yang kerap tak sengaja ia temui antara Shani dan Gracia. Tak tau saja mereka berdua, kalau setiap kali jam pergantian jaga, ia selalu menyempatkan diri untuk mengintip lobby luar rumah sakit dari kantor papanya berada. Kepalanya menggeleng. Berusaha menepis rasa sakit dan sesak yang ingin kembali menyerangnya.

Betapa ia melihat Shani menjadi sosok yang sangat berbeda saat bersama Gracia. Tak ada lagi aura dingin yang membuat hati setiap orang yang berada di sekitarnya akan menggigil kedinginan. Justru hangat yang bisa ia tangkap dalam setiap kebersamaan Shani dengan Gracia. Perlakuan perlakuan manis yang kerap kali Shani lakukan, mengisyaratkan bahwa Gracia adalah Ratunya. Miliknya. Ia yakin, Shani hanya berlaku demikian pada Gracia. Jikapun ada orang lain, paling hanya pada mamanya saja.

"Dia itu, semakin gue deketin, semakin gue ga bisa raih dia. Tembok yang dia bikin buat jaga hati Gracia terlalu kokoh buat gue terjang. Gue ga sekuat itu buat bisa ngancurinnya, Nik."

MEDICAL LOVE 💉 (final) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang