part : 34

25.8K 1.4K 22
                                    

Malu itu ketika setiap hari beristirahat, tapi sholat sering telat, dan minta hajat maunya dikabulkan secepat kilat.

-Happy reading-


Pagi menjelang siang, Anindya sedang memakai jilbabnya bersiap untuk sekolah. setelah begitu terkejut dengan ulah Tahfiz tadi subuh kini membuat Anindya ngomel-ngomel ngga jelas sambil membenahi jilbabnya yang agak miring.

Anindya berada dalam kamar sendirian, entah kemana sang suami meninggalkannya.

Seperti biasa, Anindya kembali sekolah dengan jam yang sudah ditetapkan. Dengan baju dan jilbab yang udah rapi sempurna dan tas yang pas disampirkan dipundaknya.

Setelah dirasa udah sempurna dan puas dengan dandanannya, Anindya berjalan menuju ke bawah untuk mencari suaminya itu.

Tibanya diruang keluarga, Anindya melihat Tahfiz yang sedang membaca kitab entah apa namanya kitab itu, dengan segera Anindya menemui sang suami.

Merasa diperhatikan, Tahfiz menoleh tersenyum menghadap Anindya yang berjalan mengarahnya. "Mau berangkat?"

Anindya menganggukkan kepalanya masih marah. "Minta uang." Pinta Anindya menyodorkan tangan kanannya malu-malu.

Tahfiz tersenyum kembali. "Nih, hemat kalau punya uang." Ucap Tahfiz sembari menyerahkan uang senilai 50 ribu itu.

"Hm, berangkat dulu." Pamit Anindya berangkat dan mengulurkan tangannya untuk salim.

"Sebentar, kamu duduk dulu." Perintah Tahfiz sembari menaruh kitab yang dibawanya di meja.

"Kenapa?" Tanya Anindya seteleh duduk.

"Dosa hukumnya seorang istri mendiamkan suami, sampai kapan kamu seperti ini? Malaikat Atid udah kelelahan mencatat amal burukmu."

Anindya membelakkan matanya. "Kejam banget sih ngomongnya."

"Itu kenyataannya Anindya."

Ya gini nih kalo nikah sama seorang Gus, pasti akan diceramahi sampai akar-akarnya.

"Selesain masalah kita dulu yang tadi malem." Ujar Tahfiz menghampiri Anindya dan duduk disebelahnya.

Anindya memalingkan wajahnya. "Udah selesai kok."

"Ngga, buktinya kamu masih marah sama saya."

Tahfiz menghela napasnya. "Sebenarnya Rasya itu adik saya, adik kandung saya yang selama ini dia kuliah di universitas Turki, dan kamu ngga tau itu, dan sekarang dia melanjutkan kuliahnya disini."

Anindya langsung menghadapkan wajahnya kembali menatap Tahfiz dengan wajah cengonya. "Di-dia Adik pak ustadz?" Tanya Anindya memastikan.

Tahfiz menganggukkan kepalanya. "Iya, Rasya itu Adik saya. dan kamu sudah salah paham dengan saya waktu tadi malam."

Rasanya mau menghilang saja, Anindya sangat malu Sekarang, sudah menuduh yang ngga-ngga tentang suaminya ini.

"Sudah nggak marah lagi kan?" Tanya Tahfiz menyentuh dagu Anindya karena ia menundukkan kepalanya saking malunya.

Anindya memanyunkan bibirnya. "Maaf."

Kini Tahfiz bisa bernapas dengan tenang. "Iya, saya maafin kamu, dan saya minta maaf kalo saya punya salah sama kamu."

Dan hanya ditanggapi dengan Anggukan Anindya yang masih aja memanyunkan bibirnya. Membuat Tahfiz jadi gemas aja.

"Jadi kemarin kamu cemburu ya?" Tanya Tahfiz menggoda.

"Nggak."

"Terus apa dong?" Tanyanya lagi.

"Salah paham aja." Balas Anindya mengangkat kepalanya menghadap Tahfiz.

"Masa?"

"Iya."

"Masa sih." Ragu Tahfiz tersenyum menggodanya.

"Iya, dibilangin juga." Anindya menyenggol lengan Tahfiz pelan karena tidak mempercayai nya.

"Saya ngga percaya."

"Ya emang ngga usah percaya, musyrik kalau percaya."

Tahfiz terkekeh geli. "Bisa aja, tapi tadi malam kamu keliatan marah banget loh, apa kamu udah cinta sama saya? "

Anindya terkejud dengan pertanyaan terakhir suaminya, menjebak sekali rupanya pertanyaan ini, jadi Anindya hanya diam saja ditempat bingung mau jawab apa.

"Ngga mau jawab."

Tahfiz terkekeh gemas dengan Anindya yang selalu bisa membuatnya tersenyum jika berada didekatnya. Lega sekali rasanya jika masalah udah selesai, seteleh itu pun Tahfiz mencium kening Anindya agak lama, tak memperhatikan disekitarnya jika ada orang.

"Assalamu— aduh! Mata gue ternodai...." Teriak Jihan yang masih polos melihat adegan roman menggunakan kedua matanya. Ya iyalah! Masa dengkulnya, mana ada.

"Untung aja ada mereka, kalau ngga? Aduh! Bisa lama nih." Batin Anindya.

"Anindya mau sekolah dulu, wassalamu'alaikum." Pergi Anindya seteleh menyalimi punggung tangan suaminya.

"Waalaikumsalam."

________________________

Selamat dah Anindya:)

Jangan lupa vote and komen sebelum meninggalkan part ini yahh!!

Dijodohin With Gus | End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang