"Hati-hati, ya, sayang."
Tubuh Aksara masih membeku di sana, berdiri di halaman rumahnya, tengah menyaksikan bagaimana Mika berbicara pada anak yang lebih muda darinya.
Mika tersenyum manis, dan hangat. Belum pernah Aksara menyaksikan senyuman Mika yang seperti sekarang.
Ada sebagian sesak yang kini Aksara tahan mati-matian. Selama bertahun-tahun ia tinggal dengan wanita itu, belum pernah Mika tersenyum untuknya.
Langkah kaki Aksara kemudian secara perlahan mendekat ke sana. Membuat ketiga orang berbeda usia di sana sontak bungkam dan melirik Aksara bergantian.
Mika hanya melirik Aksara sekilas, sebelum mengalihkan kembali pandangannya pada remaja lelaki di depannya ini.
"Fatar boleh main ke sini lagi, 'kan, Tante?" tanya remaja itu. Mungkin, anak laki-laki itu masih duduk di bangku SMP.
Mika lagi-lagi tersenyum hangat. "Boleh dong. Fatar mau main ke sini setiap hari juga boleh." Kemudian Mika mengusak rambut anak itu.
"Hai! Kamu pasti anak Om ini, ya?" Tiba-tiba Aksara berceletuk. Ia bertanya pada remaja yang tak jauh lebih tinggi darinya ini.
Remaja itu—Fatar—menatap Aksara tak suka. "Kamu siapa sih? Datang-datang sok akrab gitu."
"Kenalin, aku Aksara!" Aksara mengulurkan tangan. Namun remaja di depannya ini justru mengalihkan pandangan. Kini remaja itu menatap Mika.
Ditatap demikian, Mika mendengkus keras. Ia kemudian melirik Aksara tajam. "Jangan ganggu Fatar, dia nggak suka sama kamu. Udah sana, masuk!"
Senyum Aksara tak luntur. Ia hanya mengambil kembali uluran tangannya, namun masih tetap menatap Fatar.
"Ini anak Om, ya?" Bukannya menuruti perintah Mika, Aksara justru bertanya pada laki-laki yang berdiri di sebelah ibunya.
Laki-laki itu mengangguk. Ia tidak banyak mengeluarkan ekpresi di wajahnya. Sehingga Aksara sendiri sulit menebak apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh laki-laki itu
"Iya," jawab lelaki itu.
"Wah! Kalau suatu hari, Ibu sama Om nikah, pasti aku jadi Kakak. Fatar, kita bakal jadi saudara." pekik Aksara dengan heboh. Ia bahkan berucap se-senang itu pada Fatar yang tak mempedulikannya sejak tadi.
"Jangan mimpi kamu, Aksara." suara Mika menyahut.
"Haha! Kasian deh. Kamu nggak disayang sama Tante Mika. Karena Tante Mika cuma sayang sama aku. Iya, 'kan, Tante?" Tau-tau, Fatar menyahut. Ia bahkan membuat wajah mengejek untuk Aksara.
Aksara menelan saliva kasar. Ia tertawa canggung dengan sesekali menggaruk tengkuknya.
"Iya, sayang. Tante Mika cuma sayang sama Fatar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Swastamita (re-publish)
Teen Fiction|Spin-Off dari Book GATA| Kala swastamita di ufuk barat hampir habis, Alvarendra menemukan kembali sosok itu dalam bayangan baskara. Sosoknya berdiri di antara orang-orang bertubuh tinggi yang saat itu sedang mengantre sesuatu di sebuah toko. Alvar...