Seorang gadis menghentak-hentakan kakinya kesal. Sesekali matanya melirik ke kanan dan ke kiri. Namun matanya tidak melihat tanda-tanda taxi ataupun angkutan umum lewat.
Alin mendesah pelan. Saat istirahat tadi Haikal tiba-tiba mengabarinya kalau Abangnya itu tidak bisa menjemputnya pulang sekolah. Ingin memesan ojek online tapi hapenya mati, karena kehabisan daya baterai.
"Bang Ikal gak nyuruh orang buat jemput Alin gitu? Kalo kek gini caranya bisa-bisa Alin pulang jalan kaki," gerutu Alin kesal.
Alin mengembungkan pipinya, menghela napas sembari sesekali melirik ke kanan dan ke kiri.
"Kalo aja masih sama Sean, Alin bisa minta dia buat jemput ke sekolah."
Tersadar dengan apa yang baru saja dikatakan oleh mulutnya, Alin langsung memukul pelan bibirnya.
"Gak boleh inget-inget Sean lagi! Alin harus move on!" ujar Alin.
"Kalo gue gimana?"
"ASTAGFIRULLAH!"
Karena terkejut dengan suara barusan sehingga membuat Alin kehilangan keseimbangannya. Kalau saja tubuhnya tidak ditahan oleh orang itu, bisa dipastikan dirinya sudah terjatuh terlentang di jalan.
Alin mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali. Tidak percaya dengan objek di depannya.
"Natapnya biasa aja kali. Naksir ya?"
Alin langsung menegakkan tubuhnya. Merapikan baju seragamnya yang sedikit berantakan. Sial, kenapa ia harus salah tingkah?
"Lo salting? Kenapa? Atau ... gara-gara semalem gue cium pipi lo?
Kalian bisa menebak dia siapa? Ya, benar. Orang yang baru saja mengagetkan Alin adalah Vino Mahendra. Laki-laki sableng yang selalu membuat dirinya merasa kesal.
Tiba-tiba pipinya memanas kala mengingat kejadian semalam saat Vino mengecup pipinya sekilas.
"Vino ngapain sih ke sini?" tanya Alin sedikit nyolot agar laki-laki itu tidak menyadari bahwa dirinya tengah blushing.
"Jemput masa depan."
"Dih? Ogah!" kata Alin seraya mengedikkan bahunya.
"Dih? Emangnya gue bilang kalo masa depan gue, lo? Keliatan banget pengen jadi masa depan gue."
Alin melotot saat menyadarinya. Sedangkan Vino tengah tersenyum geli seraya menaik turunkan alis sebelah kirinya.
"Udah, ah. Alin mau pulang!" rengek Alin. Padahal jelas-jelas dia sedang mengalihkan topik pembicaraan.
"HAHAHA ... lucu banget sih anak orang," tutur Vino menguyel-nguyel pipi Alin yang sedikit cabi.
Bibir Alin monyong lima senti. Dikira pipinya squishy apa? Seenak jidak di uyel-uyel kek gitu.
"Bibir lo jangan di monyong-monyongin kayak gitu. Jelek, kayak bebek," hina Vino secara terang-terangan.
Alin mengatupkan bibirnya, menggigit bibir bagian dalamnya agar tidak kelepasan tersenyum. Ia tengah kesal terhadap Vino, bisa-bisanya dia di samakan dengan bebek. Enak aja! Harusnya dia tuh di samakan minimal sama Dasha Taran.
"Jangan ngambek," pinta Vino mulai merasa bersalah walau hanya sedikit.
"Lima permen kapas! Alin engga akan ngambek lagi!"
Vino memutar bola matanya malas.
"Ujung-ujungnya malak, kan."
Alin melipat kedua tangannya di depan dada. Mengangkat dagunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiraeth [END]
Teen FictionIni tentang aku, kamu, dia, dan kisah masa lalu yang terulang kembali. Start : 05 Desember 2020 Finish : 09 Agustus 2021 ©Cover: Pinterest