"Iya, semoga anak aku betah."

"Aamiin."

"Sebentar, mau kebelakang dulu." Pamit kyai sebelum beranjak berdiri.

"Oh, silakan."

"Ayah..."

"Kenapa, nak?"

Anindya memberengut." Pasti dipondok banyak hafalan ya, aku ngga bisa Ayah.. aku ngga yakin, sulit banget."

"Jangan gitu, Ayah ngga suka kalo kamu bilang sulit sebelum mencoba, berdoalah kepada Allah, dan berprasangka baiklah kepadaNya kalau kamu akan dimudahkan dalam segala urusan, percayalah kalau setelah kesulitan itu ada kebahagiaan, dan setelah air mata mengalir ada senyuman." Ucap Ayah marangkul pundak Anindya, begitu juga Bunda yang mulai ikut dalam pelukannya.

Anindya menganggukkan kepalanya paham. "Iya, Ayah. Doakan Anindya ya Ayah, Bunda."

"Selalu, sayang." Balas Bunda cepat dan tertawa pelan.

"Assalamualaikum." Salam Bu nyai pelan dan sopan.

"Waalaikumsalam." Jawab Ayah, Bunda dan juga Anindya.

"Gimana, jadi masukin anak kamu ke pondok ini?" Tanya Bu nyai ramah setelah duduk.

"Ya iyalah, ini udah boyongan masa tidak jadi..." Jawab Bunda terkekeh kecil.

"Ini Ayah sama Bunda kok ramah banget sama kyai sama Bu Nyai?" Tanya Anindya disela-sela pembicaraan.

Seketika pembicaraan berhenti. "Bunda sama Ayah sahabatnya Kyai sama Bu nyai, nak." Jawab Bunda tersenyum menggelengkan kepalanya.

Bu nyai tersenyum." Iya, nak."

"Oh, jelas."

Niko tersenyum ramah. "nitip anak aku ya, aku langsung pamit aja lagi ada kerjaan soalnya."

"Ayah." Panggil Anindya berkaca-kaca.

"Ayah sama Bunda pulang ya, baik-baik ya disini, jangan nakal, perbaiki diri kamu menjadi lebih baik, jangan sekali-kali bolos kelas, Ayah sayang kamu."

"Bunda pulang dulu ya, sayang. perbaiki diri kamu." Pamit Bunda mengecup kening Anindya.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Salam Bunda dan Ayah Anindya mulai menjauh.

Anindya melihat tubuh orang tuanya yang berjalan menjauh, menahan air matanya yang mau meluncur.

"Ayah.. Bunda..." Lirih Anindya kini ngga bisa lagi menahan air matanya yang udah mengalur, tetes demi tetes air mata udah keluar sendirinya.

"Sabar ya, nak" Ujar umi memeluk Anindya.

"Tapi.. Anindya ngga terbiasa mondok."

"Mulai sekarang di biasain ya, nak. yang awalnya terpaksa jadi terbiasa, yang awalnya sulit bisa menjadi mudah, pada akhirnya semua itu akan membuat kamu terbiasa."

Anindya menganggukkan kepalanya tersenyum. "iya, Bu nyai."

Bu nyai tersenyum. "Panggilnya Umi aja, nak."

"Loh kenapa?"

Bu nyai menggeleng. "Tidak apa, nak."

"Semoga kamu betah." Lanjut Bu nyai.

Anindya menganggukkan kepalanya tersenyum. nyaman sekali rasanya di pelukan Umi, seperti pelukan Bundanya yang bikin nyaman di pelukannya terus.

Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya dari belakang, Anindya pun langsung menoleh kebelakang dan melepaskan pelukannya dari Umi.

"Hai." Sapanya.

"Lo siapa." Tanya Anindya mengernyitkan dahi.

"Aku dipanggil untuk menemani kamu menjelajahi pondok, nggeh mboten, Bu nyai..." Ucap santri putri itu sembari menunduk sopan.

"nggeh, Tafadhol. kamu jelajah pondok ya, nak." Perintah Umi menatap Anak sahabatnya tersenyum tulus.

"Iya, Umi."

"Semangat dong." Ucap santri putri itu menyemangati.

"Ayok."

Mereka pun menjelajahi pondok. tak lupa pergi ke kamar yang akan jadi tempat Anindya beristirahat.

"Dan ini tempat tidur kamu."

"Hm, nama Lo siapa?" Tanya Anindya melirik santri putri yang mengantarkannya berjelajah pondok.

"Nama aku Erlina Fadila, panggil aja Erlin, kalo nama kamu?" Tanya Erlin balik.

"Nama gue Anindya Alisya, panggil aja Anindya." Jawab Anindya perkenalkan diri.

"Semoga bisa jadi teman baik ya." Kata Erlin tersenyum.

"Hm."

"Aku sekamar sama kamu, kasur aku disebelah kamu, kalo kemana-mana kamu bisa suruh aku menemani kamu kalo ngga tahu."

"Hm."

"Assalamualaikum ...."

TBC

Maaf kalo ada typo bertebaran, karena Saia masih penulis amatir.

Assalamualaikum ✋

Dijodohin With Gus | End Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang