52. Pelaku Baru?

801 113 69
                                    

Pernah kah kalian berbohong? Apalagi berbohong kepada orang tua? Tentu pastinya pada pernah berbohong, termasuk ke orang tua. Contohnya, bilangnya mau kerja kelompok padahal aslinya main sama temen. Itu termasuk berbohong bukan? Tenang saja, tidak hanya kalian yang pernah seperti itu, aku juga pernah.

Begitu juga dengan Alin. Dia telah berbohong kepada orang tua dan Abangnya. Alin tetap berangkat sekolah, bersikap seolah-olah semuanya baik-baik saja. Hanya saja yang berbeda adalah dengan isi tas sekolahnya. Yang biasanya berisikan buku-buku pelajaran, kini isinya hanya sebuah baju dan celana ganti.

Sesekali sudut matanya melirik Haikal yang tengah fokus menyetir. Sekitar sepuluh menit lagi mereka akan sampai di sekolah Alin. Alin bingung harus mencari alasan apa agar Haikal menghentikan mobilnya tidak di depan sekolah. Otaknya memikirkan berbagai cara.

Tiba-tiba mobil yang mereka tumpangi berhenti, Alin memandang sekitar. Mereka belum sampai di sekolahnya, tapi kenapa Haikal menghentikan mobilnya?

"Kamu mungkin bisa nyembunyiin semuanya dari Ayah sama Bunda. Tapi engga bisa dari Abang!"

Alin menggigit bibir bawahnya. Kini Abangnya tengah menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa Alin artikan.

"Abang tau semuanya."

"Ta-tau apa?" tanya Alin terbata.

"Apa harus Abang perjelas?"

Alin menundukkan kepalanya. Memainkan ujung roknya dengan gelisah. Alin takut akan amarah Haikal. Perlahan, ia menggelengkan kepalanya.

"Kalo kamu takut untuk bilang ke Ayah sama Bunda. Kenapa engga cerita sama Abang?" tanya Haikal.

"Alin takut Bang Ikal marah ...."

Haikal menghela napas berat. Menyandarkan kepalanya di kursi pengemudi. Memejamkan matanya sebentar, lalu ia usap wajahnya dengan kasar. Dan langsung membawa tubuh adiknya ke pelukannya.

"Abang gak akan marah kalo kamu cerita semuanya secara jujur," ucap Haikal seraya mengusap lembut kepala Alin.

Alin hanya diam saja mendengarkan. Ia nyaman berada dalam pelukan Abangnya.

"Kemarin Abang ke sekolah kamu, untuk menjemput kamu saat pulang sekolah. Tapi, saat sampai di sekolah kamu engga ada. Abang tunggu selama satu jam, tetap engga ada."

"Lalu ada salah satu siswi keluar dari dalam sekolah, dia berjalan sendirian. Abang samperin dia, menanyakan keberadaan kamu. Alin tau dia jawab apa?"

Alin melepaskan pelukan mereka, ia menatap Abangnya lalu menggeleng.

"Dia bilang, kamu sudah pulang sejak pagi karena terkena skorsing selama satu minggu."

Alin sudah bisa menduganya. Pasti Abangnya tau gara-gara siswi itu. Entah apa saja yang dikatakan oleh siswi itu kepada Abangnya.

"Dia juga bilang ... itu bukan salah kamu, kamu hanya dituduh jadi tersangka karena satu-satunya yang berada di sana."

Alin terbelalak. Benarkah siswi tersebut berbicara seperti itu? Berarti masih ada orang yang percaya terhadapnya di sekolah, kalau kecelakaan itu bukanlah salahnya.

"Nama gadis itu siapa, Bang?"

"Kalau engga salah liat dari nametag di bajunya, nama dia Aracelly."

Kedua mata Alin nyaris membulat. "Rambutnya di kuncir kuda? Terus orangnya cuek? Wajahnya galak?" tanya Alin bertubi-tubi.

Haikal tampak berpikir sesaat. "Iya, ciri-cirinya kayak gitu. Kamu kenal?"

Alin tersenyum lebar. Lalu menganggukkan kepalanya dengan semangat.

"Dia ketua kelas di kelas Alin."

Kalian masih ingat Ara? Yang muncul di chapter 38. Surat itu .... saat menyadarkan Alin dan Rima kalau anak-anak kelas semuanya sudah pulang? Kalau lupa, coba baca ulang bagian itu supaya ingat Ara yang mana.

"Wajahnya kayak keliatan galak, tapi dia baik, Lin. Dia mau bantu kamu buat buktiin ke pihak sekolah kalau kamu tidak bersalah," ujar Haikal lagi.

Alin tidak bisa percaya ini. Ara yang terkesan cuek, percaya kalau dirinya tidak bersalah. Bahkan gadis itu akan membantunya menangani masalah kecelakaan jatuhnya Keira di tangga.

"Abang tau korban yang jatuh dari tangga itu siapa."

Senyuman di bibir Alin memudar. Alin seketika terdiam.

"Untuk masalah ini Abang gak marah. Tapi ...."

"Jangan salahkan Abang, kalau Sean mantan kamu berakhir di rumah sakit!"

***

"Lu apa-apaan sih?!"

Dion bertanya dengan nada sewot. Pasalnya, ia sedang enak-enaknya bersantai menunggu para pengunjung kafe datang, tangannya ditarik begitu saja oleh orang yang kini berdiri di hadapannya.

"Jujur sama gua kalo lu yang udah kirim foto itu ke Sean!"

Kening Dion mengernyit. "Maksud lu apa? Gua gak paham."

Vino menampilkan senyum sinisnya. "Gua tau. Lu dalang dibalik semuanya kan?"

"Sumpah! Gua kagak paham apa yang lagi lu bicarain, Vin."

Dion mengacak rambutnya kasar. Ia sungguh tidak mengerti dengan perkataan laki-laki yang menatapnya dengan tatapan nyalang. Seolah-olah kalau dirinya sudah melakukan kesalahan fatal.

"Kemaren saat lu ngasih ponsel lu ke gua. Engga sengaja gua liat salah satu foto di galeri lo."

"Foto apaan?" tanya Dion.

"Foto gua sama Alin saat naik bianglala, yang menyebabkan hubungan Alin sama Sean putus!"

Dion membelalakkan matanya dengan sempurna. Tidak percaya dengan apa yang di katakan oleh Vino.

"Demi apa Alin sama Sean putus lagi?" tanyanya, dengan raut wajah mata melotot, mulut setengah terbuka.

Kini giliran Vino yang dibuat kebingungan. Apa benar pelakunya adalah Dion? Kalau iya, kenapa respon yang di tunjukkan Dion seperti bukan dibuat-buat? Lalu kalau bukan Dion, kenapa foto itu ada di galerinya?

"Sebentar, lu liat foto itu kemaren pas gua suruh nelpon Bang Ikal?" tanya Dion.

"Iya," jawab Vino singkat.

"Semalem gua cek galeri engga ada foto baru, semuanya foto gua. Tapi ...."

"Tapi apa?" tanya Vino penasaran.

"Kemaren ada yang ngirim pesan ke gua tapi ditarik lagi sama dia." Dion menggaruk dagunya.

"Siapa?"

"Andra!"

***

Haii!
Hiraeth Up lagi yeayy!!

Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri bawah, lalu kasih komentarnya juga. Kalau bisa share cerita ini ke teman-teman kalian yaa hehe.

Terima kasih <3

Lope sekebon buat kalian❤

Hiraeth [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang