Alana terkejut saat membukakan pintu, melihat Altair dalam keadaan berantakan. Jam menunjukkan pukul delapan malam, memang sejak tadi, pesan Alana tidak dibalas oleh Altair. Tidak ada kabar, dan sekarang, tiba-tiba, laki-laki itu di depannya.
"Gue mau pisau," kata Altair.
Alana mengerutkan keningnya. "Buat apa? Sini deh, kamu berantakan banget. Habis ngapa sih? Oh, iya. Aku ada sesuatu, hari ini kan ulang tahun—"
"Gue mau pisau, Alana!" Altair memotong ucapan Alana dengan bentakan.
"Al, kamu kok bentak aku?"
Altair yang kelewat jengkel, langsung mendorong Alana agar menjauh. Laki-laki itu, segera ke dapur. Alana mengejarnya.
"Al ...." Alana menutup mulutnya, matanya sudah berkaca-kaca saat melihat Altair satu persatu menyayat tangannya sendiri.
"Apa yang kamu lakuin, Altair!" Alana bergegas mengambil pisau itu, tapi tenaganya tida kuat, lagi pun, dia pendek, tidak sampai, mengambil pisau itu. Darah yang mengalir dari tangan Altair. menetes di pipi gadis itu.
"Jangan larang gue, Na. Gue mau senang-senang dulu."
"Apa yang kamu sebut senang-senang, Al? Kamu janji nggak bakal begini lagi!" Alana menangis di depannya. Namun, Altair sudah kalut. Dia bahkan, tidak merasa sakit, saat tiga sayat sudah menjelekkan lengannya.
"Please, Al. Cerita ada apa? Aku takut, kalau kamu begini." Alana tetap mohon. Sampai, Altair sadar, kegilaannya, membuat Alana takut. Altair, melempar pisau itu. Terduduk, mendekati Alana. Kemudian, menunduk di kedua kaki Alana.
"Gue salah apa Alana? Kenapa di hari ulang tahun gue, hari spesial gue, justru gue ditampar kenyataan oleh dunia. Gue benalu Alana. Gue benalu sebenarnya! Gue cuma anak adopsi, gue nggak punya keluarga, gue nggak punya kebahagiaan Alana!"
Altair memeluk Alana erat. Sampai baju pink Alana berubah merah darah Altair. "Gue nggak mau dilahirin kalau cuma terluka, Alana. Bunuh gue aja. Gue nggak mau hidup! Percuma, gue minta Tuhan untuk hidup, kalau hidup gue aja kacau. Gue hancur, Na!"
Altair benar-benar membuka lukanya lebar-lebar pada Alana. Sejatinya, perempuan itu perasa. Hanya dengan begini saja, Alana ikut menangis. Dia membalas pelukan Altair, menenangkannya. Meski dari lubuk hati Alana sungguh terkejut dengan kebenaran yang Altair katakan.
"Gue mau mati, Na," kata Altair. Suaranya benar-benar serak. Sampai Alana, bilang, "Kamu janji nggak ada tinggalin aku, Al. Jangan begini lagi, aku takut. Meski duniamu menolak, aku tetap di sini. Bersama tangan, pundak, juga kaki untuk diajak menjulurkan, menyandarkan, serta melangkah bareng-bareng. Aku tidak akan pergi Al."
"Gue benci semuanya, Na. Gue benci mama, benci papa. Mereka semua udah nggak peduli sama gue."
Altair melepas pelukannya. Saat itu, wajahnya sudah memucat. Alana ketakutan, bahkan darah di lengan Altair tetap mengalir. "Are you okay, Al? Aku harus panggil Revian."
"Nggak perlu, Na. Gue pengen mati."
Altair merasakan kegelapan setelahnya. Dia benar-benar mati rasa soal luka yang dibuatnya. Justru, sakit itu terasa nyata di hati yang rasanya seperti ditikam belati.
***
Altair meremangkan matanya. Sayup-sayup cahaya mulai terlihat menyorot mata hingga, dia menyipit. Bau asing mulai terciumnya.
"Kak Al." Altair membuka matanya sempurna sekarang. Melihat Kristal sudah di sampingnya.
Dia melirik, dan bernapas berat. Ternyata dirinya di rumah sakit, dengan selang tolol ini. Lukanya saja sudah diperban. Jadi, dia masih hidup?
"Kristal." Panggilan Altair membuat Kristal yang menunduk segera mengangkat wajahnya. Anak itu langsung sumringah.
"Kakak, Kristal khawatir sama Kakak. Kakak jangan sakit."
"Anak Bunda udah sadar." Altair tidak tahu, jika Tina juga berada di ruangannya. Dia langsung menoleh, tidak dengan tatapan hangat yang biasanya ia berikan. Tatapannya dingin.
"Al bukan anak bunda," katanya.
Tina merasakan sesak. Saat tahu jika Altair sudah mengerti semuanya. Sungguh, melihat Altair seperti ini, membuat Tina sedih.
"Bunda juga termasuk orang jahat di antara mereka. Kenapa Bun? Bunda yang Al sayang, ternyata, juga bohongin Al? Sakit Bunda. Hari ini hari spesial Al, tapi dihancurkan seenaknya."
"Maafin Bunda, Altair. Maaf. Bunda nggak bermaksud untuk menghancurkan hidup kamu. Bunda sayang sama kamu."
"Sekarang, orang tua asli Al mana? Al mau ketemu."
Tina menghela napas berat. Dia menatap sayu pada Altair. "Maaf, Al. Dulu, bunda menemukan kamu sudah di depan pintu panti asuhan."
Mendengar penuturan Bundanya, Altair tertawa sumbang. Sudut matanya berair. "Bahkan orang tua kandung Al, nggak mau ngakuin Al. Apa Al itu anak sial ya, Bun? Kenapa juga, Al dilahirin. Al nggak minta dilahirin Bunda!"
"Kamu bukan anak sial ... Al ... bukan. Kamu anak bunda ...."
"Bukan, Al bukan anak siapa-siapa, Al anak sialan. Al nggak pantes idup! Tinggalin Al sendiri."
"Dengerin Bun—"
"Keluar Bunda!"
***
"Kenapa lo ke sini? Seneng liat gue begini?"
Gema berjalan masuk. Kemudian, membawa beberapa lembar foto. "Sorry. Mungkin ini menyakitkan Al, tapi kenyataannya begitu. Gue anak kandung papa sama mama. Tapi, gue, tetep anggap lo sodara meskipun sikap lo pernah nggak baik sama gue."
"Lo seneng kan? Nggak usah sok baik. Gue sadar diri sekarang. Gue benalu di keluarga lo. Lebih baik lo pergi."
"Al, please. Kita bisa menjadi seperti dulu. Lo sama gue nggak seperti orang asing yang tiba-tiba musuhan seperti ini. Lo nggak inget sama ini? Dulu, kita main bola difotoin sama mama. Dan ini, kita belajar renang. Ini, kita stadytour bareng. Lo lupa Al? Kita pernah sedekat dulu sebelum lo musuhin gue."
"Gue udah jahat sama lo Gema. Sama mama lo. Gue bener-bener anak nggak tahu diri. Pantas saja, papa lebih sayang sama lo, ya karena gue hanya anak pungut. Mama lebih sayang sama keluarganya sekarang, ya karena gue hanya anak pungut. Gue bukan siapa-siapa Gem!"
"Papa sama Mama lo sayang sama lo. Mereka hanya sedikit berubah karena sikap lo itu. Please Al. Setidaknya, setelah lo tau kebenarannya, lo nggak merusak lagi suasana. Kalau lo nggak lagi bikin papa marah, gue yakin, papa kembali seperti apa yang lo mau."
"Gue mau sendiri. Sekarang, gue nggak akan lagi ganggu lo dan keluarga lo."
"Lo adik gue Altair! Lo bagian dari keluarga!"
Up!
See you next part 🌛
KAMU SEDANG MEMBACA
Mari Kita Berdamai dengan Luka (TAMAT)
Teen FictionStart : 15 April 2021 Selesai : 11 Juli 2021 Cerita ini hanya tentang luka. Tentang laki-laki, perempuan dan semesta yang saling mendapat luka. Ketiganya berjuang untuk hidup bahagia. Meski pada akhirnya salah satu mereka tetap terluka di jalur baha...