15. Kontes Berdarah IV

Mulai dari awal
                                    

"Terus bagaimana keadaan seseorang saat dia memiliki keduanya, dan muncul disaat yang bersamaan?"

"Tergantung periode bipolarnya. Jika dia berada di periode terendah dan skizofrenianya kambuh kemungkinan besar usahanya untuk melakukan bunuh diri menjadi tinggi. Dan sebaliknya jika periode moodnya tinggi serta skizofrenia nya kambuh, kemungkinan terburuknya dia akan mudah dihasut untuk bunuh diri, atau—."

"Atau yang lebih parah dihasut untuk membunuh orang lain. Karena semua alih pikirannya akan terambil alih oleh kata bunuh." potong Mahen melanjutkan.

Harvis terdiam saat mendengar lanjutan dari Mahen. Itu berarti—Hiro sedang tidak baik-baik saja. Dirinya langsung berlari menuju ke mana Hiro pergi. Setelah menemukan keberadaan Hiro, dirinya mematung. Dia salah langkah. Namun, semua sudah terlambat saat Hiro berbalik, menatapnya tanpa ekspresi. Di tangan anak itu tergenggam sebuah pisau yang sudah berlumuran darah.

"Abang...kayanya Adek dalam masalah."

Suara sorak soraian menggema di seluruh aula. Pembagian hadiah sudah dilaksanakan, sekarang tinggal melangsungkan acara penutup, yaitu penampilan dari band sekolah yang akan membawakan lagu kemenangan mereka saat lomba antar sekolah. Tirai merah terpasang apik di atas panggung. Kedua MC pun tersenyum membawakan acara yang membuat semua penonton berteriak semakin riuh.

"Jadi apakah kalian siap menantikan pertunjukkan terakhir?" tanya sang Mc

"YA!" teriak penonton menjawab.

"Kalau begitu mari kita sambut penampilan dari RED MOON!"

Tirai merah terbuka, menampilkan empat orang yang menjadi personil band. Suara penonton berteriak semakin keras, bukan teriakan semangat. Namun, teriakan ketakutan.

Bahkan para MC menangis melihatnya. Jarvis serta Eza yang ingin melihat juga dibuat terkejut. Di sana— di atas panggung, seperti namanya RED yang artinya merah. Para personil di banjiri warna merah yang mengalir dari leher serta mulut, seperti vokalis yang dibanjiri warna merah dari area leher hingga seluruh tubuh yang meratakan warna kemeja putihnya menjadi merah.

Sebuah pertunjukan berdarah menjadi sebuah penutup acara. Anak OSIS kalang kabut menenangkan semua muris serta memanggil ambulance dan polisi.

"Gue harus cari Harvis." Eza menyusul Jarvis yang tiba-tiba pergi meninggalkannya.

"Hiro lepasin gue!" Harvis terus memberontak. Hiro menyandera dirinya dan membawanya ke rooftop di mana basecamp mereka berada. Detakan jantung Harvis semakin kencang kala Hiro tiba-tiba tertawa, lalu menangis.

Di samping Harvis ada Juna yang kondisinya sangat parah. Kaki dan tangan anak itu penuh dengan sayatan, kedua tangan dan kaki mereka diikat oleh Hiro sehingga Harvis tak bisa kabur.

"Hiro sadar!" Runtuh sudah pertahanan Juna, dirinya menangis. Rasa sakit di tubuhnya tak sebanding dengan rasa sakit hatinya saat melihat Hiro seperti orang gila yang menggumamkan kata "mereka mati, aku mati."

Hiro berbalik, remaja itu berjalan mendekati keduanya, lalu menjambak rambut Harvis hingga kepala si buntelan coklat mendongak. Ujung mata pisau di arahkan ke leher Harvis membuat remaja itu menahan napasnya.

"Haruskah gue buat ukiran di sini juga kaya Juna? Kayanya bagus." Harvis menggeleng. Ujung mata pisau itu langsung menusuk kulit lehernya. Hiro tertawa senang bak orang gila, sedangkan Harvis sudah menangis, merasakan sakit yang mulai menjalar di lehernya. Belum lagi cairan merah itu mengalir banyak dari luka yang didapat.

404! Not FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang