○ 34

241K 24.1K 1.3K
                                    

"Sayang, bangun." Arkan mengusap surai hitam milik Ara yang acak-acakan.

"Emmm," gumam Ara dengan mata terpejam.

"Aku mau berangkat kerja," pamit Arkan.

"Iya, hati-hati."

Arkan mengulas senyum tipisnya, lalu mencium kening Ara. Arkan sangat paham kalau istrinya masih lelah karna pembuatan adonan anak mereka semalam.

Hari ini adalah Hari Senin. Hari dimulainya libur semesteran yang cukup panjang untuk semua pelajar. Dan Ara lebih memilih tidur, daripada menyambut sinar mentari yang cerah seperti hati para jomblo, saat malam minggu hujan.

Beberapa jam kemudian, Ara bangun dengan tubuh yang remuk redam. Sepertinya hari ini dia butuh tukang pijat, demi memulihkan otot-ototnya yang kaku. Ara beranjak menuju kamar mandi untuk bersih-bersih. Setelahnya, ia mengenakan daster ala ibu rumah tangga, dan berjalan menuju meja makan.

"Ini jam berapa, Bi?" Tanya Ara pada Bi Inah yang sedang menonton televisi di ruang keluarga.

"Jam sebelas siang, Non," jawab Bi Inah, seraya menghampiri Ara di meja makan.

"Jam sebelas?" Ucap Ara sedikit terkejut. Pasalnya, Ara tak pernah sekebo ini untuk bangun pagi. Paling siang juga sekitar jam 9 pagi.

"Iya. Saya gak bangunin, karna Den Arkan bilangnya gak usah."

Ara mengangguk mengerti. "Mas Arkan ke kantor, kan?"

"Iya, Non," balas Bi Inah dengan menyerahkan segelas susu cokelat untuk Ara.

"Tolong siapin makan siang buat Mas Arkan ya, Bi. Aku mau ke kantornya. Sekalian bilangin ke Pak Imam, buat nganterin aku," kata Ara.

"Iya, Non." Bi Inah pun pergi untuk menyiapkan makan siang Arkan.

Setelah makan, Ara kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian. Lalu, dia turun untuk mengambil makan siang Arkan, dan berpamitan kepada Bi Inah.

"Pak Imam," panggil Ara pada Pak Imam yang sedang bermain catur bersama Pak Dul—satpam rumahnya.

"Sudah, Non? Mari," kata Pak Imam sambil membukakan pintu mobil untuk Ara.

"Hati-hati, Non," pesan Pak Dul, yang diangguki Ara.

Setelah 6 bulan Ara menikah dengan Arkan, ini adalah pertama kalinya ia menyusul Arkan di kantor. Teman-temannya Arkan saja, Ara hanya mengetahui beberapa saja. Itu pun karna mereka hadir di acara akadnya dulu.

Tak terasa, mobil yang Ara tumpangi sudah berbelok ke arah gedung yang begitu besar juga tinggi. Pak Imam menghentikan mobilnya tepat di depan pintu lobby.

"Terima kasih, Pak. Bapak bisa pulang duluan," katanya pada Pak Imam.

"Baik, Non."

Ara berjalan memasuki pintu lobby yang terbuka lebar. Ia berjalan menuju reception untuk menanyakan ruangan Arkan.

"Permisi,"

Seorang perempuan yang berdiri di belakang meja reception pun mendongakan kepalanya. Ia menatap Ara dengan tajam. "Mau apa?"

Ara tidak kaget mendapatkan balasan yang terdengar sangat tidak bersahabat itu. Melihat tampilan perempuan di depannya ini, Ara jadi yakin, dia adalah salah satu spesies cabe-cabean di kantor suaminya.

"Saya ingin bertanya ruangan Pak Arkan ada dimana ya?" Tanya Ara dengan senyum manisnya.

"Buat apa kamu ketemu Pak Arkan? Kamu siapa? Udah buat janji belum? Mendingan kamu pulang, karna Pak Arkan gak ada waktu buat gadis gak jelas kayak kamu itu!"

MY FUTURE HUSBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang