49. Fakta Baru

Mulai dari awal
                                    

Andai saja tadi Meisya yang lebih dulu menghubunginya. Mungkin Alan bisa mengantarkan Meisya pulang dulu. Setelah itu baru mengantarkan Angel ke rumah sakit. Tapi semuanya sudah terlanjur. Tidak ada yang perlu disesali. Percuma.

"Sodara Alan?"

Alan mendongak. Ia mengerjapkan mata menatap sang dokter yang baru saja memanggil namanya.

"Kenapa dok?"

"Bisa ikut saya sebentar?"

Alan mengangguk lalu mengikuti dokter itu untuk masuk ke sebuah ruangan yang hanya ada dirinya dan dokter.

"Silahkan duduk."

Menurut. Alan duduk di hadapan dokter perempuan itu tanpa mengucapkan sepatah katapun. Alan masih bingung. Kenapa dokter itu tiba-tiba memanggilnya ke ruangan ini.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Ada apa dengan Angel?

Apa gadis itu benar-benar mempunyai penyakit serius? Seperti yang Angel takutkan tadi?

"Jadi begini, teman perempuan kamu yang namanya Angel sekarang sedang mengalami shock berat."

"Shock?" Tanya Alan hampir tidak percaya. Apa yang terjadi sampai gadis itu shock?

"Iya,"angguknya. "Tapi tenang saja, karena sekarang dia sedang ditenangkan oleh beberapa perawat."

"Kenapa?" Alan memperbaiki pertanyaannya. "Maksud saya kenapa Angel bisa shock? Apa yang terjadi sama dia?"

Dokter berusia sekitar tiga puluh tahunan itu terlihat menghembuskan napasnya pelan. "Pasien sekarang sedang hamil muda. Usia kandungannya baru dua minggu. Dia shock karena tidak menyangka kalau sedang mengandung seorang anak."

"Kamu tahu masalah ini?"

Alan menggeleng. Bukan hanya kaget saja namun Alan juga sama shock nya dengan Angel.

Angel hamil?

Ah, Alan tidak tahu harus berkomentar seperti apa. Ini bahkan terjadi di luar dugaannya. Sangat jauh dari dugaannya bahkan. Jujur, Alan tidak tahu harus bagaimana dan berbuat apa sekarang.

Cowok itu mengusap wajahnya kasar. "Terus saya harus bagaimana sekarang, dok?"

Dokter itu tersenyum ramah. "Cukup tenangkan dia. Buat dia kuat untuk menghadapi semua ini. Jangan sampai pasien mengalami depresi dan berujung membahayakan janin yang dia kandung."

"Emm...kamu temannya atau pacarnya?" tanya dokter itu penasaran.

"Teman," jawab Alan singkat. "Dia bukan pacar saya, dok."

Dokter di hadapan Alan itu mengangguk, paham. "Kalau begitu jangan terlalu memaksa pasien untuk bercerita mengenai semuanya. Biarkan dia tenang dan akan bercerita semuanya secara perlahan-lahan. Menjaga kondisi mentalnya sangat penting untuk sekarang."

"Kalau kamu bersedia. Kamu bisa memberitahu orang tuanya dengan cara baik-baik. Nanti jika kamu butuh bantuan untuk menjelaskan. Saya akan bantu," tambah dokter itu membuat Alan mengangguk.

ALAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang