○ 32

249K 25.1K 3.4K
                                    

Di sepanjang jalan menuju ke rumah, Ara hanya diam sambil memikirkan perkataan Bu Ratna. Ara akui, nasibnya lebih beruntung dari Bu Ratna. Mertuanya tidak pernah sekalipun menyinggung Ara tentang anak. Sejauh ini, Ara bisa hidup tenang. Namun sekarang, Ara pikir-pikir perkataan Bu Ratna tidak salah.

Kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi ke depannya.

Kalimat itu berputar-putar dalam pikiran Ara. Mungkin hari ini Arkan bisa sabar. Namun, siapa yang akan menjamin kalau kesabaran pria itu bertahan sampai esok hari?

Ara takut. Dia takut, Arkan melakukan hal yang sama seperti suami Bu Ratna. Meskipun Ara tau dan percaya, kalau Arkan tidak akan pernah melakukan hal sebejat itu. Lagi-lagi, siapa yang tau mengenai pikiran Arkan? Saat nafsu tertahan ingin mencuat ke permukaan, saat itulah ia tidak peduli akan melampiaskan kepada siapa saja.

Ara menghembuskan nafasnya pelan. Lagi-lagi ia mengeluhkan kehidupan pernikahan yang tidak sesuai bayangannya.

Ara masuk ke rumahnya, setelah dibukakan gerbang oleh satpam yang berjaga.

"Mas Arkan udah pulang, Pak?"

"Sudah, Mbak. Bapak ada di dalam,"

Ara mengangguk, lalu menggumamkan kata terima kasih. Kakinya melangkah, menapaki halaman rumah yang cukup luas. Matanya menatap Bi Inah yang sedang menyirami tanaman yang ada di pojokan.

"Kok lama?"

Ara mengalihkan tatapannya, kepada pria yang sudah berdiri di depannya, dengan wajah segar.

Ara mengulas senyum tipis, lalu masuk ke dalam pelukan Arkan.

Arkan merasa ada yang tidak beres kepada istrinya itu. Ia hanya mengusap punggung Ara dengan lembut, dan mengecup puncak kepalanya.

"Maaf, Mas," gumam Ara di dalam pelukan Arkan.

"Untuk apa?"

"Semuanya,"

Arkan hanya mengangguk, meskipun dia sendiri tidak tau apa yang dimaksudkan istrinya.

"Aku mau mandi dulu," kata Ara, seraya mengurai pelukan mereka.

Arkan mengangguk, dan berjalan bersama Ara memasuki rumah mereka.

***

Malam ini, Ara tengah berusaha memfokuskan diri untuk belajar, karna besok adalah hari pertamanya penilaian kenaikan kelas.

Sudah dua jam, Ara hanya duduk diam sambil membuka lembaran demi lembaran buku yang ada di depannya. Namun, ia tak tau apa yang ada di dalam serentetan paragraf itu. Tatapannya kosong, dan pikirannya kacau.

Ara sedikit terkejut, saat Arkan merampas bukunya, dan meletakannya di atas meja.

"Cerita," pinta Arkan, sambil menggenggam kedua tangan Ara.

"Cerita apa?"

"Dari pulang jogging, kamu itu kayak orang banyak pikiran, sayang. Kamu ketempelan?"

"Ketempelan apa?"

"Penunggu taman."

Ara mendengus. "Mana ada!"

"Terus kamu kenapa?"

Ara terdiam cukup lama, membuat Arkan menunggunya dengan sabar.

"Sayang?"

Ara menatap kedua bola mata Arkan dengan serius. "Aku ... mau anak."

Arkan memundurkan wajahnya, dan mengamati wajah Ara dengan intens. Arkan yakin, itu adalah istrinya. Lalu, jiwa siapa yang tengah merasuki istrinya?

MY FUTURE HUSBAND [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang