•
•
•
Jakarta, Februari 2015
Di sebuah ruangan—lebih tepatnya di gedung lain yang tak terpakai di belakang sekolah. Harvis Adiwangsa—seorang siswa berambut coklat terang tengah duduk sembari menyanggah kepalanya di atas meja.
Helaan napas keluar dari mulut Harvis. Siswa itu begitu jenuh melihat kelakuan Naresh Sandyankala dan Zaiteza Amerta yang seperti drama emak tiri marahin anak tirinya. Naresh yang tidak hentinya mengomel dan Eza yang hanya menundukkan kepalanya. Bukannya kasihan, Harvis jadi pengen nepuk wajah Eza.
"Udah dong Na, lo gak kasian sama Eza yang mukanya udah melas kaya pengen di tabok?" tanya Cleo Kaliandra yang baru saja masuk bareng Jarvis. Namun, siswa itu malah ditatap sinis dan kemusuhan.
Jarvis sendiri memilih duduk di samping sang kembaran. Tangan kirinya terangkat mengusap kepala Harvis dan tangan kanannya meletakkan sekotak susu coklat serta sebuah bekal di atas meja.
"Lo belum makan siang, kan? Bandel banget, sih. Nanti dimarah Bunda nangis." Harvis yang awalnya riang, kini merengut mendengar omelan dari Jarvis.
"Ya kalo gitu, Abang jangan aduin Adek ke Bunda," balasnya kesal.
Jarvis tertawa, lalu beralih menatap Naresh yang masih berdiri di depan Eza yang duduk di lantai sembari menundukkan kepala.
"Yang ganggu gue, ikhlas lahir batin gue santet tujuh turunan, tujuh tanjakan, tujuh tikungan. Kalau perlu sampe belokan juga." Jarvis yang hendak menghampiri Naresh kembali duduk di sebelah Harvis yang asik makan bekalnya. Kembarannya menahan tawa.
Sebenarnya cerita ini di mulai karena Eza yang tidak sengaja menginjak kaki Naresh yang sedang bisulan. Eza beneran tidak sengaja, dia tersandung kakinya sendiri. Dan berakhirlah bisulnya Naresh pecah.
Masalah sepele, bukan?
"ASTAGFIRULLAH EZA! KAKINYA NANA NGAPA LO POTONG?!" Teriakan dari atas pintu membuat Reyhan yang sedari tadi asik makan bakso langsung tersedak.
Si kembar yang kebetulan sedang duduk tak jauh dari Reyhan langsung membantu. Jarvis menekan dada Reyhan agar bakso bulat yang ditelan Reyhan bisa keluar. Soalnya napas Reyhan udah ngik-ngik kaya sakaratul maut.
"Harvis, air, Dek air," pinta Jarvis pada kembarannya.
Harvis langsung berlari ke arah dispenser di ujung ruangan. Membacakan shalawat nabi di air itu, lalu menyodorkannya di depan Reyhan.
"Man rabbuka!" kata Harvis sambil nyipratin air ke muka Reyhan. Dalam hatinya, Reyhan udah pasrah kalau dia meninggal sekarang. Si kembar sialan ini kalau satunya bego, yang satunya juga pasti ikutan bego.
Mahen melongo melihat teman-temannya. Tidak ada yang benar semua. Kemudian, dia melihat pada Cleo yang hanya bisa menyanggah kepalanya di atas meja dan menatapi mereka semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
404! Not Found
Mystery / ThrillerJarvis : "Dek dipanggil Bunda, tuh di suruh bangunin yang lain." Harvis : "Bunda nyuruh gue atau lo-nya aja yang males?" Naresh : " Anjir Reyhan tidur ilernya berlimpah!!" Reyhan : "Ini tuh mahakarya!" Mahen : "Maharkarya endasmu!" Cleo : "EZZA! NGA...