"Dika, gue pulang sama lo, ya?"
Dika menatap Ara tak enak. "Maaf ya, Ra. Bukannya gue gak mau, tapi gue lagi buru-buru."
Ara tersenyum kecut. "Ohh, ya udah. Hati-hati."
Ara melangkahkan kakinya menuju pos satpam, dan mendudukkan dirinya di teras pos satpam. Ia membuka ponselnya, dan mencoba menghubungi Arkan, entah yang ke berapa kali.
Ara mengusap wajahnya gusar, saat nomor Arkan tidak aktif. Hari ini sudah malam, dan ia tak tau harus pulang naik apa. Teman-temannya pulang lebih dulu, meninggalkan dirinya sendiri. Ara mengutuk panitia yang membuat jadwal kepulangan mereka sore hari. Harusnya pagi saja, agar Ara tidak kebingungan untuk pulang seperti saat ini.
Mencari angkot pun sudah tidak ada. Taksi pun jarang lewat sekolahnya. Mau pesan ojek online juga dari tadi belum dapat driver.
"Ra?"
Ara mendongak, lalu menunduk lagi. Tidak ada niat sedikit pun untuk membalas manusia di depannya ini. Ia memilih sibuk dengan ponselnya, untuk mencari driver.
"Belum pulang?"
Ara masih diam, seolah tak ada seorang pun di depannya.
"Gak di jemput?"
Riko menghembuskan nafasnya. "Gue anter, yuk?"
"Gak usah," balas Ara setelah sekian lama terdiam.
"Ini udah mau jam 7 malem, Ra."
Ara beranjak dari duduknya, dan berjalan ke seberang jalan. Ia memastikan plat nomor mobil di depannya, lalu masuk ke dalam. Meninggalkan Riko yang masih menatapnya.
"Maaf ya Mbak, lama. Soalnya saya muter dulu," kata pak sopir ojol-car.
"Gak papa, Pak."
Mobil pun berjalan menuju rumah Ara.
***
Ara memasuki gerbang rumahnya yang tidak terkunci, dan berjalan menuju pintu. "Assalamualaikum,"
Gelap. Itulah yang Ara lihat. Apa listrik rumahnya belum dibayar? Tapi tidak mungkin, Arkan kan Sultan Pondok Cempaka. Terlebih, lampu-lampu di halaman rumahnya terang benderang.
Ara menutup pintu, dan lampu pun menyala.
"KEJUTAN!"
Ara menatap orang-orang yang ada di ruang tamu dengan wajah datar. Tidak ada raut terkejut, ataupun bahagia.
"Happy Birthday , Ara! Happy Birthday , Ara! Happy Birthday! Happy Birthday! Happy Birthday, Ara!"
Bahkan Ara masih tidak mengubah ekspresi wajahnya, setelah lagu itu berakhir. Suara mereka yang menyanyikan lagu ulang tahun Ara terdengar hambar di telinganya.
"Selamat ulang tahun, sayang!" Ucap Arkan dengan senyuman yang lebar.
Di belakangnya ada sahabat, dan teman-temannya.
"Ra?" Panggil Evan, saat mereka tak mendengar balasan apapun dari gadis itu.
Arkan yang tengah membawa kue tart bertuliskan Happy Birthday Sayang♡ dan lilin berangka 18 pun segera mendekati istrinya, dengan senyum manis yang sedari tadi tidak luntur.
Ara mundur satu langkah, saat Arkan ingin menariknya ke dalam pelukan hangat pria itu.
Mau tak mau, senyum manis Arkan pun menghilang dengan sendirinya.
"Sayang?"
Ara tidak menghiraukan Arkan. Ia berjalan melewati pria itu, dan menaiki tangga menuju kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY FUTURE HUSBAND [END]
General Fiction[PART MASIH LENGKAP] [BELUM DI REVISI] Ara tidak memiliki pilihan lain selain menerima perjodohan ini. Ia juga membutuhkan uang untuk menghidupi bunda dan adiknya. Ara ikhlas mengorbankan masa mudanya untuk menikah dengan seorang pria yang berumur...