A Lost Man

827 128 33
                                    

Tak ada malaikat yang kejam kecuali cinta dan Eren telah jatuh ke dalam rengkuhan sang Malaikat.

Langit malam itu sempurna, matahari telah bergulir ke peraduannya beberapa jam lalu. Pendar keperakan jatuh di atas hamparan kota yang berdetak. Kelopak mata yang terpejam itu berpinggiran nuansa gelap namun jika terbuka, akan terlihat hijau rumput musim semi.

Eren mematung di dekat birai yang sama sekali tidak menjamin keselamatannya. Angin bertiup menerbangkan helai rambutnya, orang biasa mungkin akan merasa goyah lalu jatuh dengan mudahnya dan melewati birai menuju trotoar keras di bawah sana. Sementara kedua tangannya bersarang nyaman di dalam saku celana.

Kemudian dia berputar saat mendengar seseorang yang berjalan menghampirinya. Pria tua berkumis dengan pakaian khas perlente itu mudah saja dikenali sebagai Rod Reiss dan seperti biasa, mata birunya memancarkan ambisi yang tersamarkan oleh sikap kebangsawannya.

"Kau sungguh meninggalkan pasanganmu, ya?" kata Rod, menatap Eren dengan pandangan yang mengejek, "padahal dulu kau mati-matian menginginkan Omega itu."

Tatapan Eren tak ubahnya sedingin es dan menutup rapat-rapat segala badai yang berkecamuk di dalam kepalanya. Tak ada yang tahu, tak pernah ada seorang pun yang bisa menjangkau pikirannya tetapi dia bisa melihat isi pikiran subjek-subjeknya jika dia berhasil mengaktifkan kekuatan Alpha Coordinate.

Kekuatan yang pasti meminta bayaran besar untuk sekali penggunaan dan apabila dia gagal mengendalikannya, nyawanya akan menjadi nilai paling sepadan sebagai mata uangnya.

"Langsung saja ke intinya," hampir tak ada emosi dalam suaranya kecuali rasa jijik pada orang yang dulu pernah memakinya di hadapan publik. Penjilat, begitulah julukan yang disematkannya.

"Aku tidak datang untuk menawarkan putriku. Tapi sebagai gantinya, aku ingin kerja sama denganmu."

Eren mengangkat dagunya, menampilkan keangkuhan yang menawan sekaligus tak berbelas kasih. "Benarkah? Mengapa begitu?"

"Karena kekuatan Alpha Coordinate seharusnya ada di tangan keturunan Ymir," mata biru itu berbinar licik, "jika putra Dina Fritz yang mewarisinya aku tidak akan terkejut, dia juga keturunan Ymir.

Tetapi faktanya, justru kaulah yang mewarisinya. Tampaknya takdir sungguh ingin mempermainkan kita."

"Kita?" Eren berucap, acuh tak acuh serta menyiratkan sarkasme. "Aku tidak merasa dipermainkan karena sejak dilahirkan, aku memang sudah seperti ini."

Mata Rod begitu gelap dan ada sesuatu dalam cara Rod menatap Eren. Keinginan untuk memanfaatkan demi meraih kekuasaan, orang itu tak pernah bisa dipercaya dan Eren memang tak pernah mempercayainya sejak awal.

"Tapi kau tak tahu bagaimana cara menggunakannya," Rod maju selangkah ke arahnya dengan wajah liciknya, "atau bagaimana jika kutawarkan cara mengubahnya menjadi anugerah?

Kekuatanmu itu hanyalah kutukan yang membuatmu terpaksa harus melepaskan kekasih dan anak-anakmu, bukankah begitu?"

"Kau ini percaya diri sekali, ya?"

Rod tersenyum miring, "karena aku tahu aku benar."

"Ah," Eren mengerjap sekali, "itu tidak benar-benar tepat, Pak Tua. Aku tidak pernah melepaskan pasanganku atau pun anak-anak kami dan aku bukannya tidak tahu cara menggunakan kekuatanku sendiri.

Kupikir kau mengharapkan aku menikahi Historia dan punya anak dengannya agar kekuatanku bisa terwariskan pada keturunan kami. Apa aku benar?"

Rod menampilkan sepercik rasa terkejut dan marah, namun dia menahannya dan menggantinya dengan tersenyum tipis. "Tentu saja. Kalau kau ingin menimbang hal itu, aku tidak keberatan menerima anak-anakmu yang menggemaskan itu.

The Coordinate : Perfect Sword and ShieldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang