54 - Terungkap

11.6K 508 1
                                    


"Sejauh aku melangkah, aku pasti akan kembali pada mu. Karena kamu lah, rumah tempat aku pulang."

•~•

Aderald memasuki rumahnya dengan lesu, sebenarnya dia masih ingin bersama Beyca. Tapi Aderald tidak mau memaksa lagi, jika Beyca bilang tidak ia akan menuruti permintaan wanita itu, kecuali kalau Beyca meminta perceraian Aderald tidak akan mewujudkannya.

"Baru pulang?" Bunda datang menghampiri Aderald dengan segelas kopi di tangannya. "Gimana Beyca udah ketemu?"

Pemuda itu menoleh dengan wajah lelahnya, lalu mengangguk pelan.

Bunda yang tidak menduga akan mendapat anggukan dari Aderald lantas berteriak heboh, "Serius heh?!"

"Iya Bun," balas Aderald, lalu menenggak kopi yang disediakan Bunda.

"BANG DERALD SERIUSAN KAK BEY SAMA SI BONCEL UDAH KETEMU?!" Cici yang baru saja pulang sekolah langsung berlari menghampiri abang dan Bundanya.

Memang sejak Beyca pergi, adik dan Bundanya sering sekali ke rumah Aderald. Mereka baru akan pulang setelah hari menjelang.

"Terus sekarang mereka di mana? Kok gak kamu ajak pulang?" tanya Bunda mengguncang bahu Aderald.

Aderald memijat pangkal hidungnya, belakangan ini ia sering sekali sakit kepala. Mungkin ini efek kurang tidur dan dirinya yang sering kali meninggalkan jadwal makannya.

Meski Disa selalu menyuruh dan memaksanya untuk makan, Aderald selalu tak menghiraukan. Hari-harinya selalu dihabiskan dengan mencari Beyca.

"Dia ada di apartemennya, jaraknya lumayan jauh dari kota,"

"Aku udah ajak dia pulang, tapi Beyca gak mau Bun." Aderald meluruhkan bahunya tak bersemangat, ia menaruh kepalanya di atas pangkuan wanita yang selama ini ia sebut 'Bunda.

Bunda dan Cici saling pandang lalu sama-sama menghela napas lelah, wanita itu mengusap surai Aderald dengan lembut. Tak tega sebenarnya melihat putranya seperti ini, Aderald sudah seperti mayat hidup tanpa Beyca.

Usapan lembut tangan Bunda di kepalanya membuat Aderald tenang, hingga tak terasa dirinya terlelap. Bunda membiarkan Aderald tertidur di sofa, gurat lelah di wajah Aderald membuat mereka tak tega untuk sekedar menyuruh Aderald pindah ke kamar.

"Kita harus bangkitin kembali semangat abangmu Ci," ujar Bunda pelan mirip bisikan.

"Iya Bun, Cici juga kasihan sama Bang Dede,"

"Tapi gimana caranya?"

"Sini Bunda bisikin." Ibu dan anak itu sama-sama bertos ria merencakan sesuatu hal konyolnya.

°°°°

Zarel dapat kabar dari anak buahnya jika Aderald tidak berhasil membawa Beyca pulang, dirinya geram dengan Aderald bagaimana bisa lelaki itu tidak bisa membawa Beyca pulang.

Apa kemampuan menarik perhatian Aderald sudah tidak lagi berfungsi, ini tidak bisa dibiarkan Zarel harus membantu Aderald membujuk Beyca. Bisa gawat kalau Fasya lebih dulu menemui Beyca, ia belum menjebloskan pria itu ke penjara.

Zarel butuh bukti yang kuat, salah satunya meminta Beyca menjadi saksi. Maka dari itu, di sini lah Zarel sekarang, berdiri di depan rumah musuhnya sendiri.

Baru saja tangannya satu kali memencet Bel, Zarel sudah ingin kembali lagi ke mobil. Gengsi rasanya jika ia bertamu sendiri ke rumah musuhnya, tapi sebelum masuk ke dalam mobil, seorang gadis sudah lebih dulu membuka pagar.

"Weh, bentar-bentar." Cici menyipitkan matanya, "Kayanya gue gak asing deh sama muka lo."

Zarel mendengkus sebal, ia melipat tangannya di depan dada, menatap Cici yang berusaha mengingatnya.

B E Y C A [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang