Liburan semester genap sudah berakhir. Kini, tiba saatnya memulai perkuliahan disemester baru, yaitu semester 3.
“Una,” sapa Kania yang sedang berdiri di koridor ruang kelas Yuna. “Ambil berapa SKS?” tanyanya.
“24.”
“Beneran niat lulus cepet nih kayanya.”
“Iya lah. Keburu tua nanti belum lulus-lulus.”
Kania terbahak mendengar penuturan Yuna yang begitu polos. “Takut banget jadi perawan tua, Neng?” godanya.
Yuna hanya mencubit kecil lengan sahabatnya lalu melangkah memasuki kelas meninggalkan Kania.
“Hei! Tunggu. Main pergi aja,” tegur Kania lalu mengikuti langkah Yuna.
“Apa lagi?” tanya Yuna tanpa minat.
“Soal usul Mama tempo hari, gimana?”
“Lusa deh.”
****
Flashback on.
Yuna sengaja membawa peralatan lukisnya untuk mengabadikan indahnya Bali dalam bentuk seni rupa.
Pada hari ketiga, Yuna, Kania dan Renita memutuskan untuk check in hotel yang terletak tidak jauh dari destinasi wisata Tanah Lot. Renita sengaja memesan kamar dengan pemandangan langsung menghadap Pura Tanah Lot.
Pura Tanah Lot adalah salah satu Pura yang sangat disucikan di Bali, Indonesia. Disini ada dua pura yang terletak di atas batu besar. Satu terletak di atas bongkahan batu dan satunya terletak di atas tebing mirip dengan Pura Uluwatu. Pura Tanah Lot ini merupakan bagian dari Pura Dang Kahyangan. Pura Tanah Lot merupakan pura laut tempat pemujaan dawa-dewi penjaga laut. Tanah Lot terkenal sebagai tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam.
Yuna sudah menyiapkan sebuah kanvas, beberapa kuas dan cat cair. Ia terduduk di balkon dan siap untuk melukis pura Tanah Lot dengan pemandangan sunsetnya.
“Cantik,” gumamnya, “Ini harus diabadikan.”
Yuna mulai menyapukan kuas dengan berbagai cat di atas kanvas putih yang perlahan dipenuhi oleh warna. Tanpa ia sadari, Kania dan Renita diam-diam memperhatikan lihainya jari-jari Yuna menyapukan kuas itu.
“Nah, selesai,” ucap Yuna dengan perasaan senang dan bangga karena sudah berhasil menyelesaikan lukisannya.
Terdengar suara tepuk tangan yang berhasil menyita perhatian Yuna. Ia menoleh dan menemukan Kania dan Renita berjalan mendekat ke arahnya.
“Lukisanmu cantik banget, Una,” puji Renita.
“Setuju,” timpal Kania mengacungkan jempolnya.
“Terima kasih, Tante.”
Renita mengelus sayang kepala Yuna. “Beberapa hari lalu, Kania cerita kalau Maharani udah kasih izin untuk kamu melanjutkan apa yang jadi bakatmu. Benar begitu?” tanya Renita.
Yuna mengangguk sebagai jawaban.
“Kenapa ngga coba untuk lebih dikembangin lagi?”
Yuna mengerutkan dahinya tampak bingung. “Contohnya gimana, Tan?” tanyanya dengan polos.
“Eummm,” Renita tampak berfikir. “Bagaimana kalau ikut UKM Kesenian di kampus?”
“Ide bagus,” lagi-lagi Kania menimpali perkataan sang Mama.
Flashback off.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
My Second Life (Completed)
Teen FictionKehidupan berjalan bak roda berputar. Ada yang bahagia, ada juga yang justru sebaliknya. Kebahagiaan dan kesedihan selalu berjalan beriringan. Tak ada yang abadi diantara keduanya. Yang bahagia pasti akan merasakan kehilangan yang menyakitkan, begi...